Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Tergoda Suami Tetangga

Tergoda Suami Tetangga

Argi Faras

5.0
Komentar
2.7K
Penayangan
27
Bab

Amanda merasa sedikit kesepian, meskipun ia menikmati momen-momen sendirinya. Ia memandang ke arah rumah tetangganya yang tampak sepi. Rumah itu milik keluarga Raka dan Laila. Raka adalah seorang pria yang tampan dan karismatik, sementara Laila adalah wanita yang cantik dan ramah. Mereka adalah pasangan yang sempurna di mata orang-orang di sekitar mereka.

Bab 1 Awal yang Berbahaya

Malam itu begitu tenang di kompleks perumahan yang biasanya penuh dengan hiruk pikuk kehidupan sehari-hari. Amanda sedang duduk di balkon rumahnya, menikmati angin malam yang sejuk sambil menyeruput secangkir teh hangat. Suaminya, Arif, sedang dalam perjalanan dinas ke luar kota, meninggalkannya sendirian untuk beberapa hari.

Amanda merasa sedikit kesepian, meskipun ia menikmati momen-momen sendirinya. Ia memandang ke arah rumah tetangganya yang tampak sepi. Rumah itu milik keluarga Raka dan Laila. Raka adalah seorang pria yang tampan dan karismatik, sementara Laila adalah wanita yang cantik dan ramah. Mereka adalah pasangan yang sempurna di mata orang-orang di sekitar mereka.

Namun, ada sesuatu tentang Raka yang selalu menarik perhatian Amanda. Setiap kali ia melihat Raka, hatinya berdegup kencang. Ia merasa ada ketertarikan yang tak bisa dijelaskan. Malam ini, saat suaminya tidak ada, pikiran tentang Raka kembali memenuhi benaknya.

Tiba-tiba, suara bel pintu mengejutkannya. Amanda bangkit dan berjalan ke pintu depan, membukanya perlahan. Di depan pintu berdiri Raka, dengan senyum menawan di wajahnya.

"Amanda, maaf mengganggu malam-malam begini," kata Raka dengan suara lembut. "Aku baru saja pulang dari kantor dan melihat lampu di balkonmu menyala. Apa kau sendirian?"

Amanda merasa jantungnya berdegup lebih cepat. "Iya, Arif sedang dinas luar kota. Ada apa, Raka?"

"Aku hanya ingin memastikan semuanya baik-baik saja," jawab Raka. "Kau tahu, kalau ada apa-apa, jangan ragu untuk menghubungi aku atau Laila."

Amanda mengangguk. "Terima kasih, Raka. Kau memang selalu perhatian."

Raka tersenyum dan menatap Amanda dengan tatapan yang sulit diartikan. "Ngomong-ngomong, aku membawa sedikit makanan. Laila membuat terlalu banyak, dan aku pikir kau mungkin suka."

"Oh, terima kasih banyak. Itu sangat baik dari kalian," kata Amanda, menerima bungkusan makanan dari tangan Raka. "Mau masuk sebentar?"

Raka tampak ragu sejenak sebelum akhirnya mengangguk. "Baiklah, mungkin sebentar saja."

Mereka berjalan masuk ke ruang tamu, dan Amanda meletakkan bungkusan makanan di meja. "Mau teh atau kopi?"

"Teh saja, terima kasih," jawab Raka.

Amanda pergi ke dapur untuk membuatkan teh, sementara Raka duduk di sofa, mengamati sekeliling ruangan. Setelah beberapa menit, Amanda kembali dengan dua cangkir teh.

"Ini tehnya," kata Amanda sambil menyerahkan cangkir kepada Raka.

"Terima kasih," balas Raka, mengambil cangkir dan menyeruput sedikit teh. "Enak sekali."

Mereka duduk dalam keheningan sejenak, sebelum akhirnya Raka berbicara lagi. "Amanda, kau tampak kesepian. Apakah semuanya baik-baik saja?"

Amanda terkejut dengan pertanyaan itu. "Oh, aku baik-baik saja. Hanya sedikit bosan karena Arif tidak ada di rumah."

Raka mengangguk mengerti. "Aku mengerti. Kadang kesepian bisa menjadi sangat menyiksa."

Amanda tersenyum tipis. "Ya, benar sekali."

Ada keheningan yang aneh di antara mereka, namun Amanda merasa ada sesuatu yang berbeda dalam tatapan Raka malam ini. Tatapan itu membuatnya merasa gugup sekaligus tertarik.

"Raka," Amanda berkata pelan, mencoba mengalihkan pikirannya dari perasaan yang mulai menguasainya. "Bagaimana dengan Laila? Dia tidak ikut denganmu?"

"Tidak, dia sedang mengurus beberapa hal di rumah. Aku hanya ingin memastikan kau baik-baik saja."

"Tentu saja, terima kasih," jawab Amanda, merasa sedikit canggung.

Namun, malam itu, setelah Raka pergi, Amanda tidak bisa menghapus bayangan wajah Raka dari pikirannya. Tatapan matanya, senyumnya yang memikat, semuanya membuatnya merasa tergoda. Amanda tahu bahwa perasaannya ini berbahaya, namun ada bagian dari dirinya yang tidak bisa menolak daya tarik Raka.

Keesokan harinya, Amanda mencoba mengalihkan pikirannya dengan bekerja dan mengurus rumah. Namun, bayangan Raka terus menghantuinya. Setiap kali ia melihat rumah tetangganya, hatinya berdebar kencang. Ia tahu bahwa perasaannya ini salah, namun ia tidak bisa mengendalikan dirinya.

Beberapa hari kemudian, saat Amanda sedang berjalan-jalan di kompleks perumahan, ia bertemu dengan Laila. Laila tersenyum ramah dan mereka berbincang-bincang sebentar. Amanda merasa bersalah karena menyimpan perasaan terhadap suami temannya, namun ia tidak bisa menahan perasaannya.

"Manda, maukah kau datang ke rumah malam ini? Kami mengadakan makan malam kecil-kecilan," ajak Laila.

Amanda merasa ragu sejenak, namun akhirnya mengangguk. "Tentu, aku akan datang."

Malam itu, Amanda datang ke rumah Raka dan Laila. Mereka menyambutnya dengan hangat dan makan malam berlangsung dengan suasana yang menyenangkan. Namun, Amanda tidak bisa mengabaikan perasaannya setiap kali melihat Raka. Tatapan matanya, senyumnya, semuanya membuatnya semakin tergoda.

Setelah makan malam, mereka duduk di ruang tamu, berbincang-bincang sambil menikmati minuman. Raka duduk di sebelah Amanda, dan mereka berbicara dengan akrab. Amanda merasa nyaman di dekatnya, namun juga merasa bersalah karena perasaannya.

"Raka, aku ingin mengucapkan terima kasih atas perhatiannya selama ini," kata Amanda pelan.

"Jangan disebut, Amanda. Kau adalah tetangga yang baik dan teman yang berharga," balas Raka dengan senyum.

Malam itu berakhir dengan Amanda merasa semakin tergoda oleh Raka. Ia tahu bahwa perasaannya ini salah, namun ia tidak bisa mengendalikannya. Ia merasa terjebak dalam perasaan yang rumit dan berbahaya.

Hari-hari berlalu, dan Amanda semakin sering bertemu dengan Raka. Setiap kali mereka bertemu, perasaannya semakin dalam. Ia tahu bahwa ia harus menjauh, namun hatinya berkata lain.

Suatu hari, saat Amanda sedang berjalan-jalan sendirian di taman, ia bertemu dengan Raka. Mereka berbicara sebentar, dan Amanda merasa hatinya berdebar kencang.

"Amanda, apakah kau punya waktu luang sore ini?" tanya Raka tiba-tiba.

"Ada apa, Raka?"

"Aku ingin mengajakmu minum kopi di kafe dekat sini. Hanya sekadar berbincang-bincang."

Amanda merasa ragu sejenak, namun akhirnya mengangguk. "Baiklah, aku akan ikut."

Mereka pergi ke kafe dan duduk di pojok yang sepi. Amanda merasa gugup, namun juga senang bisa menghabiskan waktu dengan Raka. Mereka berbicara tentang banyak hal, dari pekerjaan hingga hobi.

"Amanda, ada sesuatu yang ingin kukatakan," kata Raka tiba-tiba, membuat Amanda terkejut.

"Apa itu, Raka?"

"Sejak pertama kali aku bertemu denganmu, aku merasa ada sesuatu yang istimewa. Aku tahu ini salah, tapi aku tidak bisa menahan perasaanku."

Amanda terdiam, hatinya berdebar kencang. "Raka, aku juga merasakan hal yang sama. Tapi kita tidak bisa..."

Raka mengangguk. "Aku tahu. Tapi perasaan ini begitu kuat."

Amanda merasa bingung dan terombang-ambing. Ia tahu bahwa perasaannya terhadap Raka salah, namun hatinya tidak bisa berbohong. Mereka duduk dalam keheningan sejenak, mencoba memahami perasaan mereka.

"Amanda, kita harus berhati-hati. Aku tidak ingin menyakiti Laila atau Arif," kata Raka pelan.

Amanda mengangguk. "Ya, kita harus menjaga jarak."

Namun, meskipun mereka berusaha menjauh, perasaan itu tetap ada. Amanda merasa semakin terjebak dalam perasaannya terhadap Raka. Ia tahu bahwa ia harus membuat keputusan yang sulit, namun hatinya berkata lain.

Malam itu, Amanda tidak bisa tidur. Ia terus memikirkan Raka dan perasaannya. Ia tahu bahwa perasaannya ini salah, namun ia tidak bisa mengendalikannya. Amanda merasa terjebak dalam perasaan yang rumit dan berbahaya.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku