/0/30183/coverbig.jpg?v=e170e277f0ad610563af04126edd75fe&imageMogr2/format/webp)
Anahita Shaqueena-atau Queen, begitu semua orang memanggilnya-adalah gadis keras kepala yang ogah diatur, apalagi soal masa depannya. Ia ingin masuk jurusan seni, tapi sang ayah justru memaksanya masuk jurusan bisnis manajemen. Marah dan kecewa, Queen pun menjelma jadi siswi pembangkang. Ulahnya di sekolah lama berakhir dengan surat pindah dan awal baru yang tidak dia inginkan. Namun kejutan belum selesai. Di sekolah barunya, Queen bertemu dengan Devan Mahesa Maynard, guru BK yang awalnya ia kenal sangat tegas namun ternyata terlalu sabar untuk ukuran manusia normal, tapi juga... calon suaminya? Awalnya Queen menolak perjodohan itu habis-habisan. Tapi siapa sangka, pria yang awalnya ia kira kaku dan membosankan justru menjadi satu-satunya sosok yang bisa menaklukkan keras kepalanya. Perhatian Devan, cara bicaranya yang tenang, bahkan senyumnya yang nyaris bikin Queen lupa kalau mereka menikah karena paksaan-perlahan membuat hatinya luluh. Namun, jadi istri guru BK di sekolah sendiri bukan perkara mudah. Antara menjaga rahasia pernikahan, rasa baper yang makin menjadi, dan konflik batin yang belum selesai, Queen harus memilih: terus melawan, atau membuka hati pada satu-satunya pria yang bisa membuatnya merasa utuh.
"Heh! Ngapain Lu masuk mobil gua?!"
Devan Mahesa Maynard, laki-laki tinggi, bermata sipit, berahang tegas itu terperanjat kaget tatkala mendapati seorang gadis tiba-tiba masuk ke dalam mobilnya. Ia tampak berjongkok di antara celah jok mobil sambil kepalanya merunduk. Devan menebak, kalau Gadis itu pasti sedang bersembunyi dari seseorang.
Mendengar suara orang menegurnya, gadis itu seketika mengangkat wajah. Menatap Devan dengan bola matanya yang bulat dan bening. Serta di hiasi dengan bulu mata yang lentik. 'Sungguh mata yang indah' kalimat itu yang terlintas di benak Devan saat pertama melihat cahaya matanya.
"Sst..." Alih-alih menjawab Gadis itu hanya mendesis, sambil jari telunjuk menempel di depan bibirnya yang mungil.
Devan mengernyitkan alisnya. Pandangannya ia layangkan ke sekitar mobil. Mengintip dari kaca jendela, mencari seseorang yang berkemungkinan menyebabkan gadis itu harus bersembunyi di sana.
"Lo lagi ngumpet, ya?" Tanya Devan dengan tatapan penuh selidik.
"Ssst... Ish! Berisik banget sih! Lo lihat sendiri kan kalau gue sampai susah payah jongkok-jongkok kayak gini? Nggak usah nanya juga harusnya lo tahu kalau gue lagi ngumpet!" Dengus gadis itu.
Devan diam. Matanya meneliti. Seolah ribuan pertanyaan sekarang riuh di benaknya. Tentang gadis bertubuh tinggi semampai, dengan matanya yang besar dan bibirnya yang mungil itu. Maski begitu, Gadis itu tidak terlihat seperti seorang gadis yang ramah.
Gadis itu mengenakan Hoodie berwarna hitam, tapi dari rok yang dikenakannya Devan bisa menebak bahwa gadis itu masih berstatus sebagai seorang pelajar. 'Ah, gua tahu sekarang!' batinnya.
Devan mengganggu anggukan kepalanya. Seolah Dia baru saja mendapatkan clue dari pertanyaan yang sejak tadi bercokol di benaknya. "Heh! Lu pasti lagi bolos, ya?! Sergah Devan sambil menunjuk ke arah gadis itu.
Bola matanya yang bulat mengerjap. Lalu sesaat kemudian tampak mengalihkan pandangan ke arah lain. "Bukan urusan Lo!" Gumamnya.
Salah satu sudut bibir Devan terangkat. "Dasar bocah bandel!" Umpatnya.
Gadis itu seketika membelalakkan matanya, "Apa Lo bilang? Siapa yang lo katain bocah bandel, hah?!" Sergahnya.
"Ya Lo, lah! Siapa lagi!"
"Enak aja lo ngatain gua bocah bandel!"
"Eh, harusnya jam segini itu bocah seumuran Lo lagi ada di sekolah! Lha, ini malah main petak umpet di jalanan, Apa namanya kalau bukan bocah bandel?"
"Iiishhh! Nyebelin banget sih!" Gadis itu mendengus.
"Gua di sini ada alasannya! Jangan sok tahu deh!" Serdahnya.
"Apapun alasannya, tetep aja Lo itu bolos! Pasti lu di sini juga lagi ngumpet dari orang tua lo, kan?! Ngaku Lo!"
"Sok tahu!" Dengus gadis itu.
"Udah deh mendingan sekarang Lo diam dan gak usah ikut campur urusan gue! Mau gue bolos kek, mau nggak, Itu bukan urusan lo!" Ujarnya.
Devan menggelengkan kepalanya. "Wah! Nggak bisa di biarin!" Gumam Devan lantas menyalakan mesin mobilnya yang sejak tadi terparkir di halaman sebuah toko buku, sebelum akhirnya Gadis itu menyelinap masuk ke sana. Tangannya dengan lincah memutar kemudi mobilnya agar memutar balik. Tentu saja hal itu membuat gadis itu terperanjat. "Heh! Lo mau bawa gue kemana?!" Sergahnya, tangannya dengan cepat meraih ujung kemeja yang di kenakan oleh Devan lalu menarik-nariknya. "Lo mau bawa gue kemana?! Berhenti nggak?!" Sergahnya.
"Dimana rumah Lo?" Tanya Devan.
"Mau ngapain nanya rumah gue?!"
Devan mengintip dari kaca spion, mendapati wajah jengkel gadis itu menatapnya dengan tatapan tajam. "Mau antar Lo pulang! Biar orang tua Lo tahu kalau anaknya bolos!"
"Lo nggak usah ikut campur urusan gue bisa nggak sih?!" Bentak gadis itu.
"Turunin gue sekarang, atau gue teriak!!" Gertaknya.
Devan menarik salah satu sudut bibirnya. "Teriak aja! Paling nanti orang yang ngejar Lo tahu kalau Lo ngumpet di sini," Ujarnya dengan santai.
"Lagian lu ngumpet di mobil gua, secara nggak langsung lo udah ngelibatin gua dalam masalah lo." Kejar Devan. "Pasti yang ngejar Lo itu orang tua Lo, kan? Atau mungkin suruhan orang tua Lo? Mereka mau bawa Lo pulang pasti. Atau kalau nggak mau nyuruh Lo sekolah, ya kan?" Tanya Devan.
"Bawel! Sok tahu!" Dengus gadis itu.
Devan hanya tertawa. "Gua udah biasa ngadepin anak-anak bandel modelan kayak Lo, jadi gua udah paham banget sama kelakuan bocah kayak Lo!" Ujarnya
Gadis itu terdiam, ia hanya memalingkan wajahnya. Namun diam bukan berarti dia menurut, dia justru sedang memikirkan cara untuk bisa kabur dari mobil itu.
Sesekali Devan melirik ke kaca spion, untuk mengecek Apa yang sedang dilakukan gadis itu.
Gadis itu sekarang tampak duduk dengan lebih tenang di jok belakang mobil Devan sambil melipat kedua lengan di depan dada. Mulutnya sudah tidak mengoceh lagi. Namun wajah kesalnya masih bertahan bahkan sampai mobil Devan melaju jauh dari tempatnya semula.
"Lo mau culik gue, ya?" Tanya gadis itu dengan nada datar. Tanpa mengubah posisi duduknya yang menatap keluar jendela mobil Devan.
"Gua belum memutuskan!" Sahut Devan.
Gadis itu menoleh, menatap dengan alis yang berkerut, "maksud lo? Ada kemungkinan lo mau nyulik gue gitu?" Tanyanya kembali.
Devan hanya tersenyum. Terlihat dari kaca spion yang tergantung di atas. "Nggak usah senyum-senyum, gue nggak terkesan!" Cicit gadis itu lalu kembali membuang pandangannya keluar jendela. Kata-kata spontan nya itu membuat Devan kembali terkekeh.
"Ketawa lagi!" Gumam gadis itu pelan, namun cukup terdengar oleh Devan.
"Nama lu siapa?" Devan bertanya.
"Ngapain nanya-nanya nama gue? Petugas sensus Lu?"
"Ya ampun, Lo sensi banget dari tadi. Gua nanya baik-baik loh,"
"Lo nanya baik-baik tapi gua nggak yakin kalau Lo orang baik, ngapain gue harus baik sama lo?" ujar Gadis itu.
"Ok, kalau Lo nggak mau nyebutin nama Lo biar gua aja yang kasih lo nama panggilan, soalnya gua bingung mau manggil lo apa Kalau lo nggak mau ngasih tahu nama lo sama gua,"
"Ck, terserah!" Sahutnya malas.
"Hmmm... Ok, wait... Kira-kira nama yang cocok buat lo apa, ya?" Gumam Devan seraya mengetuk-ngetuk kan jadi telunjuk di dagunya, sambil sesekali melirik ke arah kaca spion, memperhatikan pantulan wajah gadis itu dari sana. Gadis itu hanya memutar bola mata malas seolah tak peduli dengan apa yang dikatakan oleh laki-laki di hadapannya itu.
"Karena lo galak, jutek, terus bandel. Jadi Kayaknya gua harus manggil lo dengan panggilan Aisyah," cicit Devan.
"Aisyah?!" Gadis itu menoleh dengan cepat dengan alis mata yang berkerut heran.
"Itu lebih cocok buat cewek kalem, lembut sama solehah kali! Lo kan bilang gue galak sama bandel, gimana sih!" Ujar gadis itu.
Devan terkekeh, "Gua sengaja mau manggil lo dengan nama Aisyah, biar kelakuan lo sama kayak Siti Aisyah Humairah istrinya nabi Muhammad," cicit Devan.
"Ck, sayangnya gue bukan cewek spek Siti Aisyah," tukasnya.
"It's Okay! Anggap itu doa dari gua buat lo!" Kata Devan.
"Ok, Aisyah?" Ujarnya sambil melayangkan senyum melalui pantulan bayangan dari kaca spionnya.
"Hhhh... Terserah Lo, gue nggak peduli," Sahutnya.
Devan hanya mengangguk-anggukan kepalanya, 'cewek ini benar-benar nggak mau nyebutin nama, dia pasrah Gua panggil Aisyah karena nggak mau nyebutin nama dia' gumamnya dalam hati.
"Di mana sekolah lo? Biar gua antar sekalian! Lo itu nggak boleh kebanyakan bolos, biar masa depan lo nggak suram kayak wajah lo sekarang,"
Gadis itu melirik tajam, "gue belum punya sekolah," sahutnya.
"Hm?! Belum punya sekolah? Maksudnya, lu nggak sekolah? Terus seragam yang lo pake?" Devan bertanya-tanya.
Gadis itu menghela nafasnya, "Gue baru di pindahin dari sekolah lama gue, tadi bokap ngajak gue ke sekolahan yang baru buat daftar sekolah di sana, tapi gue nggak suka sama lingkungan sekolahnya, makanya gue kabur! Soalnya bokap gue maksa terus, gue nggak suka dipaksa!" Ungkap gadis itu.
"Terus Lo maunya sekolah di mana?" Tanya Devan.
Gadis itu mengedikkan bahunya. Lalu terdiam.
"Lha, lu nggak tahu pengen sekolah di mana? Lo nggak kepikiran gitu masa depan lo mau kayak apa? Harusnya kalau Lo punya cita-cita di masa depan, Lo nggak harus bingung mau sekolah di mana,"
"Hhh... Percuma juga gue milih, bokap gue juga pasti udah daftarin gue di sekolah itu. Hidup gue kan emang nggak pernah punya pilihan, semuanya diatur sama mereka!"
"Diatur sama orang tua Lo?"
"Hm!" Sahutnya. Wajah gadis Itu tampak pasrah bercampur frustasi. Seperti ada beban yang menggelayuti pikirannya saat ini.
"Gua yakin maksud orang tua lo baik, mereka pasti mau yang terbaik buat lo. Nggak ada orang tua yang nggak ngedepanin kebaikan buat anaknya, pasti semua yang dilakukan itu buat kebaikan anaknya,"
"Ck, kebaikan apaan? Nggak ada kebaikan apapun kalau gue nggak happy!" Tukas gadis itu.
Devan menghela nafasnya. Terbaca dari bagaimana cara dia bersikap, dia adalah gadis yang teguh pendirian, sehingga terkadang terkesan bebal dan keras kepala.
Sesaat suasana hening. Hanya sesekali terdengar suara gadis itu mendengus kesal. Sambil menggerutu, entah apa yang ia katakan. Devan tidak terlalu menghiraukan.
"Hey, nama Lo siapa?!" Tiba-tiba gadis itu menepuk pundak Devan.
"Ngapain nanya nama gua?" jawab Devan, nada suaranya datar, sambil matanya fokus ke jalanan.
"Gue bingung manggil Lo apa!" Ujarnya.
"Nggak penting!" Gumam Devan.
"Udah sebutin aja!" Dengusnya.
"Lo juga tadi gua tanya nama nggak mau jawab," ujar Devan.
Gadis itu menghela nafas kasar. "Ok, kalau gitu gue juga mau bikin nama panggilan buat Lo!"
"Silahkan!" Sahut Devan.
Gadis itu terdiam sejenak. Tampak berpikir beberapa saat hingga tiba-tiba matanya berbinar. "Aah! Gue tahu nama yang cocok buat Lo!" Serunya sambil menjentikkan jari.
Devan melirik dari kaca spion, "Apa?" Tanyanya.
"Karena Lo nyebelin, jadi gue mau panggil Lo Paijo aja!" Cicitnya.
"Heh! Enak aja!" Tukas Devan.
"Tadi gua ngasih Lo nama panggilan bagus lho! Kenapa Lo manggil gua Paijo?! Nggak adil dong!" Sergahnya tak terima.
"Bodo amat! Siapa suruh nggak mau ngasih tahu nama," ujarnya. "Dasar Paijo!" Ejek gadis itu sambil tertawa. Laki-laki itu hanya berdecak.
"Ketawa lagi! Gua culik beneran nangis Lo!"
Gadis itu seketika merengut, tangan terlipat di depan dadanya, alisnya berkerut tajam. "Lo tuh sebenarnya mau bawa gue kemana sih? Nggak jelas banget!" Dengusnya.
"Heh! Kalau Lo pikir gue bakalan takut sama orang jahat kayak Lo, Lo salah besar! Gue nggak takut sama siapapun, termasuk cowok me-sum kayak Lo!" Sergahnya.
"Hey!! Lo ngomong apa barusan?!"
"Co-wok... Me-sum!!" Ulangnya.
Seketika Devan menghentikan laju mobilnya.
CIIITTTT!!
BRUKK!!
"Aww!!" Pekik gadis itu. Kepalanya terbentur jok yang di duduki oleh Devan tatkala Devan menginjak pedal rem nya secara tiba-tiba.
"SIALAN LU, YA! SAKIT KEPALA GUA INI!" Sergah gadis itu seraya menggeplak pundak Devan, sambil tangan kanannya mengusap-ngusap keningnya yang terbentur.
Devan memutar badannya ke belakang, melayangkan tatapan tajam kepada gadis yang baru saja mengatainya itu.
"Lo ngatain gua apa tadi, hm?!" Tanya Devan.
"Ngatain apa? Gue nggak ngatain apa-apa," sahutnya sambil membuang muka.
"Yang tadi!"
"Apa?! Cowok me-sum?!"
"Sembarangan banget mulut Lo! Emangnya gua ada macam-macam sama Lo? Nggak kan?! Jangankan macam-macamin Lo, ngelakuin kontak fisik sama Lo juga nggak, kan?!" Devan berkacak pinggang.
"Tapi kan Lo mau culik gue! Orang dewasa, cowok, nyulik cewek buat apa kalau bukan buat di macam-macamin?! Dasar otak Lu busuk!" Semburnya.
Wajah Devan merah padam, ia tak terima di tuduh laki-laki me-sum olehnya. "Eh, Lo sendiri yang masuk ke mobil gua, tapi bisa-bisanya Lo ngatain gua kayak gitu!"
"Ya karena Lo malah bawa gue pergi! Lo mau bawa gue kemana gue tanya?!" Balasnya.
Devan mengerjapkan matanya, termenung sejenak sambil berpikir. 'Lha, iya! Gua mau bawa cewek ini kemana coba?'
'Tadi gua mikir mau nganterin dia ke rumahnya, tapi kan dianya nggak mau! Terus sekarang gua harus antar dia kemana dong? Haissshh!!' batin Devan.
"Nah, bingung kan Lo?!"
Devan kembali menoleh.
"Ya udah! Sebutin alamat Lo, gua antar Lo pulang!" Ujarnya.
"Ingat, ya! Gua bukan cowok me-sum!" Tegasnya.
"Nyenyenyenye!" Ledek Gadis itu. Dengan mulut yang ia cebikkan. Gestur tubuhnya terlihat sangat menyebalkan.
Devan menghela nafasnya dalam-dalam lalu ia hembuskan perlahan, mencoba mengatur emosinya yang sudah siap meledak kapan saja.
"Lo mau gua antar pulang nggak?! Kalau nggak, Lo turun sekarang!" Sergah Devan dengan nada suara yang meninggi. Kesabarannya sudah mulai habis menghadapi gadis itu.
Gadis itu membalas Devan dengan memicingkan matanya, menatap Devan dengan sengit. "Ok! Gue turun sekarang!" Ujarnya. "Lagian siapa juga yang minta di antar pulang sama cowok nggak jelas kayak Lo!" Dengusnya.
"Ya udah turun sana!" Tukas Devan.
"Ok!" Gadis itu membuka pintu mobil lalu membantingnya dengan kasar. "Cowok aneh!!" Umpatnya lantas melangkah pergi, kakinya dia hentak-hentakan dengan kasar pada permukaan aspal yang keras.
"Lo yang aneh!!" Balas Devan dari dalam mobilnya. Matanya terus menatapi punggung Gadis itu yang beranjak menjauh, sambil susah payah mengatur emosinya yang sempat meledak.
Semakin lama langkah Gadis itu semakin gontai, melambat, dan tak kasar seperti sebelumnya. Dan itu tak luput dari perhatian Devan. Ada perasaan iba muncul dalam hatinya secara tiba-tiba. Entah, Devan sendiri tak paham. Sambil menatap Gadis itu Devan menghela nafas dalam-dalam.
"Kasihan juga cewek itu, dari matanya kelihatan banget kalau dia lagi ada masalah," gumam Devan, sambil matanya tak lepas menatapnya.
"Gua jahat banget nggak sih, orang lagi ada masalah malah gua turunin di tengah jalan kayak gitu, kalau ternyata dia cewek yang lagi frustasi gimana? Terus entar gua dapat kabar Kalau dia bun-uh diri, bisa dihantui rasa bersalah gua!" Devan termenung. Hatinya bimbang.
"Ck, aaargh! Gua jadi ikut-ikutan pusing, kan!" Gerutunya sambil menyugar rambutnya dengan sedikit kasar.
"Apa Gua susulin lagi aja, ya! Nggak tega juga gua biarin dia luntang-lantung kayak orang linglung gitu," putusnya.
---
Bab 1 Cewek Bandel
24/11/2025
Bab 2 Mental Health
24/11/2025
Bab 3 Bertemu Devan Lagi
24/11/2025
Bab 4 Gadis Absurd
24/11/2025
Bab 5 Pak Guru BK
24/11/2025
Bab 6 Devan atau Arga
24/11/2025
Bab 7 Queen Vs Bora
24/11/2025
Bab 8 Di Jodohkan
24/11/2025
Bab 9 Mas Suami
24/11/2025
Bab 10 Gadis Lucu dan Menggemaskan
24/11/2025
Bab 11 Anak Perempuan Om
04/12/2025
Buku lain oleh Senja melingkar
Selebihnya