Rahasia Pernikahan Kedua

Rahasia Pernikahan Kedua

Karang Bala

4.0
Komentar
314
Penayangan
28
Bab

Viskha Katherin lari dari pelaminan demi memenuhi janji kepada kekasihnya, Zumar Wiyaksa. Bertahun-tahun bertahan dalam penantian dan dibelenggu kerinduan, tibalah saatnya Zumar pulang dari negeri seberang. Bersamaan dengan kabar mengejutkan yang membuat Viskha terseret dalam pernikahan rahasia dengan pria yang sudah berkeluarga. Sanggupkah Viskha mengurai benang-benang takdir yang semrawut dan terbebas dari situasi tersebut? Bisakah dia mewujudkan mimpi yang sempat tertunda atau malah terbelenggu rindu sepanjang masa?

Bab 1 Campuran Perasaan

Isak tangis dan teriakkan memekakkan saling bersahutan. Menggema di rumah megah yang dipenuhi keluarga besar dan sanak saudara. Kecemasan, kekalutan, dan kekacauan berbaur merasuki jiwa-jiwa insan di sana.

"Ke mana dia, Bu?" tanya Mardhan seraya memeriksa kamar besar berhias kain lavender berpadu putih. Dibantingnya pintu setelah mendapati tiada siapa pun di dalamnya. Berlari ke arah balkon pun tak ada. Pagar menuju tangga dari tempat tersebut yang mengarah ke halaman belakang tampak terbuka.

"Mau jadi apa anak itu, Bu. Ya Tuhan, malu kita, Bu. Malu!"

Seluruh yang hadir berdesakkan, persiapan untuk acara besok pun terabaikan.

Lika hanya menunduk seraya terisak duduk di kasur. Memikirkan penyebab putrinya yang selama ini penurut tiba-tiba menjadi pemberontak dan senekat itu. Terlebih pada acara penting yang hendak dilangsungkan tinggal hitungan jam.

"Mau di kemanakan wajah kita, Bu? Kamu enggak becus, ngedidik anak!"

Lika terisak, tak kuasa menahan sesak di dada. Hanya bisa pasrah menerima lontaran kalimat tajam suaminya.

Bisik-bisik keluarga dan sanak saudara yang berdesakkan depan ruangan itu, membuat Mardhan sampai tidak terkendali. Dia bangkit membanting barang-barang di kamar itu. Hingga dadanya terasa nyeri seiring napas yang terasa berat. Urat-urat di lehernya tampak menegang. Disertai sorot netra tajam dan memerah.

Hisyam, selaku anak sulung di keluarga itu lekas menginterupsi. "Tolong pahami keadaan kami, semuanya." Dia mengatupkan tangan depan dada seraya menyorotkan tatapan penuh penyesalan.

"Kelihatannya aja adikmu itu penurut, ternyata kelakuannya lebih kurang ajar ketimbang anak kami yang bebas dan terkesan kurang sopan," celetuk salah seorang kerabat Mardhan.

"Topengnya udah kebuka sekarang, kan?" timpal salah seorang lagi.

"Weslah, bubbar! Ora ono gunane nang omah iki. Wes mulih kabbeh!" teriak seorang bapak-bapak berkumis yang merupakan kakak Lika.

"Enggak nyangka, ya!"

"Iya, igh. Amit-amit cah weddok macam iku."

"Kurang didikan atau terlalu dimanja kali!"

"Sia-sia semuanya!" Berlanjut banyak komentar dan hujatan insan-insan di sana.

Hisyam hanya bisa menunduk sembari terpejam, tak berkutik mendengar seluruh kalimat tajam yang dilontarkan. Dia hanya bisa pasrah menerimanya, sebab dirinya pun sama sekali tidak bisa menoleransi tindakan adiknya.

Sungguh memalukan!

Hisyam menggemeretukkan gigi seiring tangan yang terkepal erat. Menyorotkan tatapan tajam ke arah para tamu yang berangsur pulang. Demi Tuhan, dia sangat kecewa terhadap adiknya. Benci tindakan tak bertanggung jawab macam demikian.

Sandrina, istri Hisyam mendekat, lantas menyentuh bahu suaminya. "Kendaliin dirimu sekarang, Mas. Jangan sampe kita kena batunya. Kamu kudu tegas sama adikmu itu!"

"Ya, Mas harus tegas bahkan lebih keras. Untuk kali ini." Pria itu berjalan ke kamar Viskha yang masih terdengar barang-barang dipecahkan.

Mendapati ayahnya berang dan sulit ditenangkan, juga ibunya yang tak henti meneteskan air mata.

Dia mendekati Lika, membimbingnya berdiri, lantas membawa ke dekat istrinya. Khawatir terkena imbas kemarahan ayahnya.

"Sand, tolong bawa Ibu ke kamarnya!" pintanya kepada sang isri, lantas kembali ke ruangan sebelumnya.

Kedua wanita itu pun berjalan dengan Sandrina memegangi bahu ibu mertuanya ke tempat yang disebutkan Hisyam.

"Yah, stop! Tolong kendaliin amarah Ayah. Semua ini enggak ada gunanya."

"Gimana Ayah bisa tenang mendapati semua ini? Adikmu lari dan kita menanggung malu akibatnya. Mau dikemanain wajah kita, Syam? Dia udah mencoreng nama baik keluarga." Sang ayah duduk terhempas di lantai dengan penampilan sudah tak karuan.

"Ya Hisyam juga marah dan kecewa, tapi kita harus nyari dia buat pertanggung jawabin perbuatannya, Yah. Kepalang basah nyebuh sekalian. Kita harus bikin Viskha menyadari kesalahan dan menyesalinya." Pria berumur tiga puluh enam tahun itu mengepalkan tangan dan menggemeretukkan gigi ketika menyebut nama adiknya.

"Ayah bahkan enggak mau lihat lagi dia menampakkan batang hidungnya di depan ayah! Meski sampe mati pun!"

Hisyam terkesiap mendengarnya, walau bagaimanapun dia tak bisa membayangkan jika hal itu benar-benar terjadi. Namun, memang amarah bisa membutakan segalanya. Dia sebagai kakaknya saja sudah sangat kecewa apalagi orang tua mereka, bukan? Memaklumi tindakan ayahnya, hanya itu yang bisa dilakukannya kini.

"Kenapa adikmu sampe senekat itu? Enggak ada satu pun didikan rumah ini yang dia pake. Dianggapnya apa kita ini?" Sang ayah bangkit berdiri lalu mondar-mandir gusar.

Hisyam hanya bisa jadi pendengar dan memikirkan tempat yang kira-kira jadi pelarian adiknya.

"Ya, Gusti! Apa kata keluarga Kertajaya nanti? Gimana perasaan dan tindakan mereka? Syam, ayah enggak tahu lagi mesti gimana."

"Tenang dulu, Yah. Untuk itulah Hisyam lagi mikirin gimana caranya untuk meminimalisir risiko itu. Aku tahu keluarga mereka bukan orang sembarangan. Takutnya gara-gara ini bakal bawa masalah yang berbuntut panjang. Makanya kita harus nyari dulu Viskha, nanya alasan di baliknya. Mungkin aja ada campur tangan Leonard juga, kan? Mengingat respons pemuda itu waktu pertemuan pertama dengan Viskha. Ayah, inget?"

"Ya, kamu bener, Syam!" Mardhan melangkah panjang-panjang, lantas membanting pintu.

Hisyam pun mengekorinya menuruni tangga menuju ruang keluarga. Berbelok ke kamar untuk membawa kunci dan jaket, lantas kembali ke dekat ayahnya yang juga baru kembali dari kamar. Kedua pria itu pun melangkah tergesa-gesa menuju garasi. Segera naik, lantas melajukan tanpa tujuan.

Mardhan berusaha menghubungi nomor anak bungsunya, tetapi tidak aktif.

"Sial! Anak durhaka kamu, Viskha!" Pria itu terus mengumpat-umpat sepanjang jalan.

"Coba hubungin temen-temen deketnya, Yah."

"Kamu ada nomornya?"

Hisyam menghentikan mobil, lantas merogoh saku celananya dan mengeluarkan ponsel.

"Cari aja username kontak Friends Vika." Vika, panggilan Mardhan kepada adiknya. Kecuali saat dia marah akan menyebutnya dengan nama asli gadis itu.

Mobil kembali dilajukan Hisyam setelah ayahnya menerima gawai.

Mardhan pun lekas mengetik kata yang disebutkan putranya. Muncullah beberapa kontak dengan user serupa dan diikuti nama masing-masing pemilik nomor.

Seorang teman Viskha mengangkat, tetapi menjawab tidak mengetahuinya. Dua orang, tiga orang, empat orang, hingga nomor-nomor selanjutnya pun hampir mengatakan jawaban serupa. Mardhan menepuk jidat sendiri sambil mengempaskan punggung, lantas menyugar rambut kasar. Menatap langit-langit mobil dengan tajam.

Menangkap gelagat sang ayah, Hisyam sudah bisa menduga penyebabnya.

Dia terus berpikir, mengingat kemungkinan yang akan jadi pelarian adiknya. Hingga dia mengingat suatu waktu, saat adiknya menceritakan rahasianya. Beberapa tahun lalu.

"Ya, dia. Pasti ke sana!" pekiknya seraya memutar arah.

Mardhan terheran-heran melihat tingkah putranya.

"Apa kamu tahu sesuatu?"

Hisyam mengangguk yakin, entah mengapa dia begitu mempercayai firasatnya.

"Hisyam tahu ke mana dia pergi!"

"Cepatlah! Semoga dugaanmu benar."

Hisyam memacu mobil menuju suatu perkampungan yang samar-samar masih diingat nama tepatnya. Hingga kembali menghentikan mobil. Dia meminta ponsel miliknya dari tangan sang ayah, kemudian mengetikkan nama dusun tersebut di internet. Dia salah eja sedikit, tetapi Google mengoreksinya hingga muncul nama tempat yang benar. Beralih ke aplikasi Maps dan mendapatkan petunjuk rute menuju ke sana.

Selanjutnya kembali menjalankan kendaraan ke tempat tujuan. Sampai tak terasa puluhan menit berlalu dalam harapan dan kecemasan. Tibalah mobil Hisyam di suatu kampung yang masih terlihat asri dan menghijau. Namun, dia tidak tahu di mana tepatnya rumah orang yang kemungkinan jadi tempat pelarian Viskha. Dia memutuskan turun disusul Mardhan. Berjalan mendekat ke arah kerumunan ibu-ibu yang tengah mengobrol.

Baru saja mulutnya terbuka, dering gawainya menginterupsi. Ditatapnya layar ponsel yang menampakkan nomor istrinya.

Tepat saat telepon di terima dan ponsel telah menempel di telinga. Kabar dari Sandrina membuatnya membulatkan mata dengan raut cemas yang tiba-tiba tercetak jelas.

-¤¤¤-

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Balas Dendam Kejam Sang Mantan

Balas Dendam Kejam Sang Mantan

Gavin
5.0

Perusahaanku, CiptaKarya, adalah mahakarya dalam hidupku. Kubangun dari nol bersama kekasihku, Baskara, selama sepuluh tahun. Kami adalah cinta sejak zaman kuliah, pasangan emas yang dikagumi semua orang. Dan kesepakatan terbesar kami, kontrak senilai 800 miliar Rupiah dengan Nusantara Capital, akhirnya akan segera terwujud. Lalu, gelombang mual yang hebat tiba-tiba menghantamku. Aku pingsan, dan saat sadar, aku sudah berada di rumah sakit. Ketika aku kembali ke kantor, kartu aksesku ditolak. Semua aksesku dicabut. Fotoku, yang dicoret dengan tanda 'X' tebal, teronggok di tempat sampah. Saskia Putri, seorang anak magang yang direkrut Baskara, duduk di mejaku, berlagak seperti Direktur Operasional yang baru. Dengan suara lantang, dia mengumumkan bahwa "personel yang tidak berkepentingan" dilarang mendekat, sambil menatap lurus ke arahku. Baskara, pria yang pernah menjanjikanku seluruh dunia, hanya berdiri di sampingnya, wajahnya dingin dan acuh tak acuh. Dia mengabaikan kehamilanku, menyebutnya sebagai gangguan, dan memaksaku mengambil cuti wajib. Aku melihat sebatang lipstik merah menyala milik Saskia di meja Baskara, warna yang sama dengan yang kulihat di kerah kemejanya. Kepingan-kepingan teka-teki itu akhirnya menyatu: malam-malam yang larut, "makan malam bisnis", obsesinya yang tiba-tiba pada ponselnya—semua itu bohong. Mereka telah merencanakan ini selama berbulan-bulan. Pria yang kucintai telah lenyap, digantikan oleh orang asing. Tapi aku tidak akan membiarkan mereka mengambil segalanya dariku. Aku berkata pada Baskara bahwa aku akan pergi, tetapi tidak tanpa bagianku sepenuhnya dari perusahaan, yang dinilai berdasarkan harga pasca-pendanaan dari Nusantara Capital. Aku juga mengingatkannya bahwa algoritma inti, yang menjadi alasan Nusantara Capital berinvestasi, dipatenkan atas namaku seorang. Aku melangkah keluar, mengeluarkan ponselku untuk menelepon satu-satunya orang yang tidak pernah kusangka akan kuhubungi: Revan Adriansyah, saingan terberatku.

Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder

Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder

Cris Pollalis
5.0

Raina terlibat dengan seorang tokoh besar ketika dia mabuk suatu malam. Dia membutuhkan bantuan Felix sementara pria itu tertarik pada kecantikan mudanya. Dengan demikian, apa yang seharusnya menjadi hubungan satu malam berkembang menjadi sesuatu yang serius. Semuanya baik-baik saja sampai Raina menemukan bahwa hati Felix adalah milik wanita lain. Ketika cinta pertama Felix kembali, pria itu berhenti pulang, meninggalkan Raina sendirian selama beberapa malam. Dia bertahan dengan itu sampai dia menerima cek dan catatan perpisahan suatu hari. Bertentangan dengan bagaimana Felix mengharapkan dia bereaksi, Raina memiliki senyum di wajahnya saat dia mengucapkan selamat tinggal padanya. "Hubungan kita menyenangkan selama berlangsung, Felix. Semoga kita tidak pernah bertemu lagi. Semoga hidupmu menyenangkan." Namun, seperti sudah ditakdirkan, mereka bertemu lagi. Kali ini, Raina memiliki pria lain di sisinya. Mata Felix terbakar cemburu. Dia berkata, "Bagaimana kamu bisa melanjutkan? Kukira kamu hanya mencintaiku!" "Kata kunci, kukira!" Rena mengibaskan rambut ke belakang dan membalas, "Ada banyak pria di dunia ini, Felix. Selain itu, kamulah yang meminta putus. Sekarang, jika kamu ingin berkencan denganku, kamu harus mengantri." Keesokan harinya, Raina menerima peringatan dana masuk dalam jumlah yang besar dan sebuah cincin berlian. Felix muncul lagi, berlutut dengan satu kaki, dan berkata, "Bolehkah aku memotong antrean, Raina? Aku masih menginginkanmu."

My Doctor genius Wife

My Doctor genius Wife

Amoorra
4.8

Setelah menghabiskan malam dengan orang asing, Bella hamil. Dia tidak tahu siapa ayah dari anak itu hingga akhirnya dia melahirkan bayi dalam keadaan meninggal Di bawah intrik ibu dan saudara perempuannya, Bella dikirim ke rumah sakit jiwa. Lima tahun kemudian, adik perempuannya akan menikah dengan Tuan Muda dari keluarga terkenal dikota itu. Rumor yang beredar Pada hari dia lahir, dokter mendiagnosisnya bahwa dia tidak akan hidup lebih dari dua puluh tahun. Ibunya tidak tahan melihat Adiknya menikah dengan orang seperti itu dan memikirkan Bella, yang masih dikurung di rumah sakit jiwa. Dalam semalam, Bella dibawa keluar dari rumah sakit untuk menggantikan Shella dalam pernikahannya. Saat itu, skema melawannya hanya berhasil karena kombinasi faktor yang aneh, menyebabkan dia menderita. Dia akan kembali pada mereka semua! Semua orang mengira bahwa tindakannya berasal dari mentalitas pecundang dan penyakit mental yang dia derita, tetapi sedikit yang mereka tahu bahwa pernikahan ini akan menjadi pijakan yang kuat untuknya seperti Mars yang menabrak Bumi! Memanfaatkan keterampilannya yang brilian dalam bidang seni pengobatan, Bella Setiap orang yang menghinanya memakan kata-kata mereka sendiri. Dalam sekejap mata, identitasnya mengejutkan dunia saat masing-masing dari mereka terungkap. Ternyata dia cukup berharga untuk menyaingi suatu negara! "Jangan Berharap aku akan menceraikanmu" Axelthon merobek surat perjanjian yang diberikan Bella malam itu. "Tenang Suamiku, Aku masih menyimpan Salinan nya" Diterbitkan di platform lain juga dengan judul berbeda.

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku