Tujuh Tahun, Dusta Empat Tahun

Tujuh Tahun, Dusta Empat Tahun

Gavin

5.0
Komentar
5.5K
Penayangan
18
Bab

Petunjuk pertama bahwa hidupku adalah kebohongan adalah sebuah desahan dari kamar tamu. Suamiku yang telah kunikahi selama tujuh tahun tidak ada di ranjang kami. Dia bersama anak magangku. Aku menemukan suamiku, Brama, berselingkuh selama empat tahun dengan Kinan-gadis berbakat yang kubimbing dan kubiayai sendiri uang kuliahnya. Keesokan paginya, Kinan duduk di meja makan kami dengan kemeja Brama sementara suamiku itu membuatkan kami panekuk. Brama berbohong tepat di depan wajahku, berjanji tidak akan pernah mencintai wanita lain, tepat sebelum aku tahu bahwa Kinan hamil anaknya-anak yang selalu dia tolak untuk kumiliki bersamanya. Dua orang yang paling kupercaya di dunia telah bersekongkol untuk menghancurkanku. Rasa sakit ini bukanlah sesuatu yang bisa kutanggung; ini adalah pemusnahan seluruh duniaku. Jadi aku menelepon seorang ahli saraf tentang prosedur eksperimentalnya yang tidak dapat diubah. Aku tidak ingin balas dendam. Aku ingin menghapus setiap kenangan tentang suamiku dan menjadi subjek uji coba pertamanya.

Bab 1

Petunjuk pertama bahwa hidupku adalah kebohongan adalah sebuah desahan dari kamar tamu. Suamiku yang telah kunikahi selama tujuh tahun tidak ada di ranjang kami. Dia bersama anak magangku.

Aku menemukan suamiku, Brama, berselingkuh selama empat tahun dengan Kinan-gadis berbakat yang kubimbing dan kubiayai sendiri uang kuliahnya.

Keesokan paginya, Kinan duduk di meja makan kami dengan kemeja Brama sementara suamiku itu membuatkan kami panekuk. Brama berbohong tepat di depan wajahku, berjanji tidak akan pernah mencintai wanita lain, tepat sebelum aku tahu bahwa Kinan hamil anaknya-anak yang selalu dia tolak untuk kumiliki bersamanya.

Dua orang yang paling kupercaya di dunia telah bersekongkol untuk menghancurkanku. Rasa sakit ini bukanlah sesuatu yang bisa kutanggung; ini adalah pemusnahan seluruh duniaku.

Jadi aku menelepon seorang ahli saraf tentang prosedur eksperimentalnya yang tidak dapat diubah. Aku tidak ingin balas dendam. Aku ingin menghapus setiap kenangan tentang suamiku dan menjadi subjek uji coba pertamanya.

Bab 1

Sudut Pandang Elara:

Petunjuk pertama bahwa hidupku adalah sebuah kebohongan datang bukan sebagai teriakan, melainkan sebagai desahan teredam dari kamar tamu di ujung lorong.

Aku mengerjapkan mata, jam digital di nakasku bersinar lembut, menunjukkan pukul 02:14 dini hari yang terasa mengejek. Sisi di sebelahku di ranjang ukuran *king* kami terasa dingin. Kosong. Brama tidak ada di sana.

Rasa tidak nyaman mulai mengikat perutku. Dia memang sering bekerja lembur selama berbulan-bulan, kerajaan teknologinya menuntut semakin banyak waktunya, tapi dia selalu, selalu tidur di ranjang kami. Bahkan jika hanya untuk mencium keningku dan berbisik bahwa dia akan kembali ke ruang kerjanya di rumah, dia selalu memeriksaku terlebih dahulu.

Aku duduk, selimut sutra mengumpul di pinggangku. Rumah ini sunyi, terbungkus dalam keheningan mendalam properti kami yang terpencil di tepi tebing. Lalu aku mendengarnya lagi. Tawa feminin yang pelan, yang dengan cepat diredam.

Jantungku berdebar kencang di dada, seperti burung panik yang terperangkap. Tidak mungkin. Tidak di rumahku. Tidak di rumah kami.

Aku turun dari tempat tidur, kakiku yang telanjang melangkah tanpa suara di lantai kayu yang dingin. Aku tidak menyalakan lampu. Aku bergerak seperti hantu melewati bayangan-bayangan yang akrab dari kehidupan yang kukira telah kami bangun. Lorong itu adalah terowongan panjang dan gelap yang menuju pada kebenaran yang tidak yakin bisa kuhadapi.

Saat aku semakin dekat dengan pintu kamar tamu, suara-suara itu menjadi lebih jelas. Suaranya, dalam dan akrab, suara yang pernah menyelamatkan hidupku dan berjanji akan mencintaiku selamanya. Dan suara lain. Suara yang lebih muda, terengah-engah dan penuh semangat.

"Brama, hentikan," bisik wanita itu, tapi nadanya main-main, mendorong. "Nanti dia dengar."

Darahku terasa membeku. Dia. Akulah *dia*. Penghalang. Sesuatu yang tidak penting di rumahku sendiri.

"Dia tidurnya nyenyak," gumam Brama, suaranya kental dengan hasrat yang sudah berbulan-bulan tidak kudengar. "Lagipula, dia kelelahan. Dia di studio seharian."

Cara santai dia membicarakanku, seolah-olah aku adalah perabot yang harus dia lewati, terasa seperti pukulan fisik. Aku menempelkan telingaku ke kayu pintu yang dingin, napasku tertahan di tenggorokan.

"Apa dia sehebat itu?" tanya gadis itu, suaranya diwarnai campuran aneh antara kekaguman dan tantangan. "Elara Prameswari yang agung. Arsitek jenius."

"Dia brilian," kata Brama, dan untuk sesaat yang memuakkan, aku merasakan secercah harapan. Dia membelaku. Tapi kemudian dia menambahkan, "Tapi kamu, Kinan... kamu punya sesuatu yang tidak dia miliki."

Kinan.

Nama itu bergema di dalam tengkorakku.

Kinan Adiputri.

Anak magangku. Anak didikku. Gadis pendiam dan berbakat yang kuambil di bawah sayapku, yang kubimbing secara pribadi, membayar tahun terakhir kuliahnya dari kantongku sendiri karena dia mengingatkanku pada diriku sendiri di usia itu-lapar, ambisius, dan sendirian.

Aku tumbuh di panti asuhan, dunia rumah sementara dan kasih sayang bersyarat. Aku belajar sejak dini untuk mandiri, membangun tembokku sendiri, untuk tidak pernah berharap ada orang yang akan tinggal. Lalu Brama datang. Dia tidak hanya tinggal; dia membangun benteng di sekelilingku, cintanya menjadi semen yang merekatkan setiap bata. Dia adalah keluargaku. Satu-satunya keluarga yang pernah benar-benar kumiliki.

Dan Kinan... aku melihat kesepian yang sama di matanya. Aku telah menjaminnya, memperjuangkan karyanya, membawanya ke firma arsitekturku, ke dalam hidupku. Aku telah memberitahu Brama betapa bangganya aku padanya, bagaimana dia akan menjadi bintang suatu hari nanti.

Tampaknya dia sudah menjadi bintang di mata Brama. Hanya saja tidak seperti yang kuharapkan.

"Oh ya?" Suara Kinan sekarang seperti dengkuran. "Dan apa itu?"

Aku tidak perlu mendengar jawabannya. Aku bisa membayangkannya. Masa muda. Kekaguman. Sensasi dari sesuatu yang terlarang. Semua yang aku, di usia tiga puluh dua, dianggap tidak lagi miliki.

Suara-suara yang mengikuti-gemerisik seprai, derit ranjang yang pelan dan berirama-adalah konfirmasi yang menghancurkan fondasi seluruh duniaku. Ini bukan kesalahan sesaat. Ini adalah rutinitas yang nyaman dan sudah mapan. Mereka melakukannya di rumahku, di sebuah kamar di ujung lorong tempatku tidur, sebuah kamar yang aku rancang.

Aku mundur dari pintu, tanganku membekap mulut untuk menahan isak tangis. Pengkhianatan bukanlah kata yang cukup kuat. Ini adalah pemusnahan. Dua orang yang paling kupercaya di dunia, pria yang telah kuberikan seluruh hatiku dan gadis yang telah kucoba berikan masa depan, telah bersekongkol untuk menghancurkanku.

Aku ingin semua ini hilang. Semuanya. Tujuh tahun pernikahan, ingatan tentang tangannya di kulitku, suara tawanya, pemandangan rumah yang kami bangun bersama. Aku ingin mengikisnya dari otakku sampai tidak ada yang tersisa selain ruang kosong yang bersih.

Aku terhuyung-huyung kembali ke kamarku, gerakanku kaku dan seperti robot. Aku tidak melihat foto pernikahan kami di dinding. Aku tidak melihat cakrawala kota yang telah kurancang, yang telah membuat namaku terkenal. Aku menyambar ponselku dari nakas.

Jemariku gemetar saat menggulir kontak, melewati nama Brama, melewati teman-temanku, sampai aku menemukan yang kubutuhkan. Dr. Evan Cokroaminoto. Dosen pembimbingku di universitas dulu. Seorang ahli saraf terkemuka yang karyanya begitu inovatif hingga hampir seperti fiksi ilmiah.

Beberapa bulan yang lalu, saat makan malam reuni, dia memberitahuku tentang proyek terbarunya, suaranya rendah dan penuh rahasia. Sebuah prosedur eksperimental yang sangat rahasia, dirancang untuk menargetkan dan menghilangkan jalur memori tertentu. Cara untuk menghapus trauma. Saat itu, aku tertarik dari sudut pandang akademis murni.

Sekarang, itu adalah satu-satunya tali penyelamatku.

Telepon berdering dua kali sebelum dia mengangkatnya, suaranya serak karena mengantuk. "Elara? Apa semuanya baik-baik saja? Ini tengah malam."

Air mata mengalir tanpa suara di wajahku, panas dan sia-sia. "Evan," kataku tercekat, suaraku terdengar asing, serak dan hancur. "Eksperimen yang kau ceritakan padaku... yang bisa menghapus ingatan."

Hening sejenak di seberang sana, penuh kekhawatiran. "Ada apa dengan itu, Elara?"

Aku menarik napas gemetar, keputusan itu mengkristal di dalam jiwaku dengan ketegasan yang dingin dan keras seperti berlian.

"Aku ingin menjadi subjek pertamamu."

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Gavin

Selebihnya
Perhitungan Pahit Seorang Istri

Perhitungan Pahit Seorang Istri

Romantis

5.0

Suamiku, Banyu, dan aku adalah pasangan emas Jakarta. Tapi pernikahan sempurna kami adalah kebohongan, tanpa anak karena kondisi genetik langka yang katanya akan membunuh wanita mana pun yang mengandung bayinya. Ketika ayahnya yang sekarat menuntut seorang ahli waris, Banyu mengusulkan sebuah solusi: seorang ibu pengganti. Wanita yang dipilihnya, Arini, adalah versi diriku yang lebih muda dan lebih bersemangat. Tiba-tiba, Banyu selalu sibuk, menemaninya melalui "siklus bayi tabung yang sulit." Dia melewatkan hari ulang tahunku. Dia melupakan hari jadi pernikahan kami. Aku mencoba memercayainya, sampai aku mendengarnya di sebuah pesta. Dia mengaku kepada teman-temannya bahwa cintanya padaku adalah "koneksi yang dalam," tetapi dengan Arini, itu adalah "gairah" dan "bara api." Dia merencanakan pernikahan rahasia dengannya di Labuan Bajo, di vila yang sama yang dia janjikan padaku untuk hari jadi kami. Dia memberinya pernikahan, keluarga, kehidupan—semua hal yang tidak dia berikan padaku, menggunakan kebohongan tentang kondisi genetik yang mematikan sebagai alasannya. Pengkhianatan itu begitu total hingga terasa seperti sengatan fisik. Ketika dia pulang malam itu, berbohong tentang perjalanan bisnis, aku tersenyum dan memainkan peran sebagai istri yang penuh kasih. Dia tidak tahu aku telah mendengar semuanya. Dia tidak tahu bahwa saat dia merencanakan kehidupan barunya, aku sudah merencanakan pelarianku. Dan dia tentu tidak tahu aku baru saja menelepon sebuah layanan yang berspesialisasi dalam satu hal: membuat orang menghilang.

Penipuan Lima Tahun, Pembalasan Seumur Hidup

Penipuan Lima Tahun, Pembalasan Seumur Hidup

xuanhuan

5.0

Aku adalah Alina Wijaya, pewaris tunggal keluarga Wijaya yang telah lama hilang, akhirnya kembali ke rumah setelah masa kecilku kuhabiskan di panti asuhan. Orang tuaku memujaku, suamiku menyayangiku, dan wanita yang mencoba menghancurkan hidupku, Kiara Anindita, dikurung di fasilitas rehabilitasi mental. Aku aman. Aku dicintai. Di hari ulang tahunku, aku memutuskan untuk memberi kejutan pada suamiku, Bram, di kantornya. Tapi dia tidak ada di sana. Aku menemukannya di sebuah galeri seni pribadi di seberang kota. Dia bersama Kiara. Dia tidak berada di fasilitas rehabilitasi. Dia tampak bersinar, tertawa saat berdiri di samping suamiku dan putra mereka yang berusia lima tahun. Aku mengintip dari balik kaca saat Bram menciumnya, sebuah gestur mesra yang familier, yang baru pagi tadi ia lakukan padaku. Aku merayap mendekat dan tak sengaja mendengar percakapan mereka. Permintaan ulang tahunku untuk pergi ke Dunia Fantasi ditolak karena dia sudah menjanjikan seluruh taman hiburan itu untuk putra mereka—yang hari ulang tahunnya sama denganku. "Dia begitu bersyukur punya keluarga, dia akan percaya apa pun yang kita katakan," kata Bram, suaranya dipenuhi kekejaman yang membuat napasku tercekat. "Hampir menyedihkan." Seluruh realitasku—orang tua penyayang yang mendanai kehidupan rahasia ini, suamiku yang setia—ternyata adalah kebohongan selama lima tahun. Aku hanyalah orang bodoh yang mereka pajang di atas panggung. Ponselku bergetar. Sebuah pesan dari Bram, dikirim saat dia sedang berdiri bersama keluarga aslinya. "Baru selesai rapat. Capek banget. Aku kangen kamu." Kebohongan santai itu adalah pukulan telak terakhir. Mereka pikir aku adalah anak yatim piatu menyedihkan dan penurut yang bisa mereka kendalikan. Mereka akan segera tahu betapa salahnya mereka.

Dari Istri Tercampakkan Menjadi Pewaris Berkuasa

Dari Istri Tercampakkan Menjadi Pewaris Berkuasa

Miliarder

5.0

Pernikahanku hancur di sebuah acara amal yang kuorganisir sendiri. Satu saat, aku adalah istri yang sedang hamil dan bahagia dari seorang maestro teknologi, Bima Nugraha; saat berikutnya, layar ponsel seorang reporter mengumumkan kepada dunia bahwa dia dan kekasih masa kecilnya, Rania, sedang menantikan seorang anak. Di seberang ruangan, aku melihat mereka bersama, tangan Bima bertengger di perut Rania. Ini bukan sekadar perselingkuhan; ini adalah deklarasi publik yang menghapus keberadaanku dan bayi kami yang belum lahir. Untuk melindungi IPO perusahaannya yang bernilai triliunan rupiah, Bima, ibunya, dan bahkan orang tua angkatku sendiri bersekongkol melawanku. Mereka memindahkan Rania ke rumah kami, ke tempat tidurku, memperlakukannya seperti ratu sementara aku menjadi tahanan. Mereka menggambarkanku sebagai wanita labil, ancaman bagi citra keluarga. Mereka menuduhku berselingkuh dan mengklaim anakku bukanlah darah dagingnya. Perintah terakhir adalah hal yang tak terbayangkan: gugurkan kandunganku. Mereka mengunciku di sebuah kamar dan menjadwalkan prosedurnya, berjanji akan menyeretku ke sana jika aku menolak. Tapi mereka membuat kesalahan. Mereka mengembalikan ponselku agar aku diam. Pura-pura menyerah, aku membuat satu panggilan terakhir yang putus asa ke nomor yang telah kusimpan tersembunyi selama bertahun-tahun—nomor milik ayah kandungku, Antony Suryoatmodjo, kepala keluarga yang begitu berkuasa, hingga mereka bisa membakar dunia suamiku sampai hangus.

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku