icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
5.0
Komentar
4.5K
Penayangan
20
Bab

Asoka Lavanya Ekadanta, bukanlah anak kandung dari pasangan Dirandra Ekadanta dan Kamini Berto. Namun kasih sayang yang keluarga dari sulung Ekadanta itu berikan kepadanya sama dengan yang mereka berikan kepada anak kandung mereka yang lain. Asoka menyadari ada yang berbeda dari dirinya dan saudaranya yang lain sejak banyaknya teror yang tertuju padanya semenjak balita sampai dewasa. Keadaan semakin tidak terkendali, sehingga ia memutuskan untuk menjauh dari keluarga yang selama ini membesarkannya. Sanggupkah Asoka berjuang menghentikan penyebab teror dan menguak tabir siapa dalang dari semua peristiwa yang pada akhirnya tidak hanya mengancam nyawanya tetapi orang-orang terkasih serta memenangkan kembali cinta dari satu-satunya wanita yang selalu tulus padanya selama ini? Bagi yang sudah membaca KAMINI, Duri Dalam Daging dan Siapa Di Hatimu wajib baca ini. Ekadanta Series ❤️ Siapa di Hatimu ❤️ Teror Asoka ❤️ Pesona Karuna Sankara

Bab 1 Bahan Perbincangan

“Aku sebenarnya lebih senang di rumah daripada harus pergi ke pesta semacam ini, tapi bagaimanapun malam ini salah satu pencapaian Asoka. Mendapatkan investor sebesar Elfata Corporation,” kata Dirandra dengan nada penuh kebanggaan.

Sementara Kamini fokus membetulkan jas pesta suaminya beserta dengan dasinya. Kamini sendiri memakai gaun malam berlengan panjang berwarna hitam serasi dengan Dirandra. Mereka sedang mencoba pakaian pesta baru yang dipilihkan Asoka, khusus hari ini.

“Dan malam ini juga peluncuran produk bir terbaru dari Sada Beer. Kita tidak bisa membiarkan Asoka pergi sendiri. Ayah tahu, besok kita tidak bisa mengantarkan dia melihat tempat untuk pameran,” ujar Kamini dengan cemberut.

Kamini paling benci jika perasaannya sudah gelisah dan tidak enak. Apalagi jika menyangkut tentang putra ketiganya. Pikiran Kamini kembali ke peristiwa saat putranya di bangku Sekolah menengah atas dan dibuntuti orang entah siapa sampai rumah mereka yang dilempari bangkai dan darah. Jelas hal itu ditujukan pada Asoka. Kejadian yang lebih spesifik lagi terjadi saat sang putra menyelesaikan sesi terapinya. Untung saja saat itu ada Abangnya Javier hingga aksi penculikan bisa digagalkan. Sejak saat itu, Kamini menjadi sangat trauma membiarkan sang putra lepas dari pandangannya. Terlebih saat kejadian itu dirinya sedang tidak bersama sang putra.

Matanya lantas membulat dan tanpa sadar meremas lengan atas Dirandra, begitu mengingat hari ini belum melihat penampakan putra ketiganya, Asoka.

“Ada apa, Sayang?” tanya Dirandra yang kini menatap khawatir ke arah istrinya yang memucat.

“Asoka mana?” tanya Kamini seperti orang linglung.

“Masih fisioterapi tadi. Ada apa? Tenang Sayang dia tidak sendiri ada Bam bersamanya. Ada apa denganmu, cemas lagi?”

Kamini seketika menghela napas panjang, lega. Begitu ingatannya kembali lantas mengangguk. Kekhawatirannya sangat berlebih pada Asoka, ia tahu jika hal itu mengganggu tapi apa boleh buat. Setidaknya saat ini dirinya juga sedang mencari pertolongan psikiater untuk membantunya mengatasi kecemasan ini.

Dirandra mengusap lengan dan bahu Kamini sebelum menangkup kedua sisi wajahnya, mengusap lembut dengan kedua ibu jarinya berharap kecemasan sebab trauma teror yang selalu menghampiri putra ketiga mereka itu, belum berakhir sampai detik ini. Bukannya Dirandra tidak berusaha, ia sudah berusaha bahkan saudara iparnya yang memiliki perusahaan bergerak dalam bidang keamanan dan detektif swasta saja belum menemukan otak pelaku semua masalah yang menimpa putra mereka. Dirandra hanya bisa berharap seperti nama yang ia berikan pada putranya setelah ia membawanya pulang dari Rumah Sakit Cinta Ibu, Harapan dan doa Dirandra dalam memberikan nama Asoka Lavanya adalah putranya mendapatkan banyak rahmat dan tidak pernah mendapatkan duka baik untuk dirinya sendiri dan orang lain. Namun rasanya untuk hal yang terakhir, Dirandra terlalu berharap. Sebagai orang tua, yang ia tahu adalah berdoa terus demi kebaikan anak-anaknya selama-lamanya.

Asoka yang memiliki keterbatasan mobilitas pada anggota tubuh bagian kiri pada tangan dan kakinya sebab Hemiparesis yang ia alami sejak lahir. Penyebab utama bisa jadi karena adanya cedera yang dialami saat berada di dalam perut sang ibu atau bisa karena genetik keturunan. Asoka berada di ruang gym bersama dengan seorang therapist dan juga penjaganya, Bam. Seminggu dua kali ia akan melakukan sesi ini agar tangan dan kakinya yang terdampak bisa memiliki kekuatan dan tidak terlalu menghambat aktivitasnya, walaupun tidak bisa 100% bisa melakukan semuanya sendirian. Kadang kala saat ia lemah jangankan untuk mengancingkan kemejanya, untuk menyangga tubuhnya saja ia kesusahan. Untung saja terapi trombektomi guna melancarkan kebekuan darah pada kakinya berjalan dengan sangat baik sehingga peningkatan kekuatan pada tungkai kiri atas dan bawahnya langsung bisa dirasakan.

“Masih lama, Mas?” tanya Kamini yang kini bergabung di gym dan menunjukkan gaun yang ia coba.

“Sebentar lagi selesai,” jawab Asoka menghentikan kegiatannya.

“Ambu¹ cantik sekali,” puji Asoka saat Kamini berputar di depannya.

Dengan dagu terangkat Kamini berkata, “Tentu saja, Ambunya siapa dulu.”

“Ya sudah. Ambu siap-siap dulu. Kamu jangan sampai kelelahan, hari ini sangat penting untukmu bukan? Belum lagi besok kegiatanmu juga padat.”

“Iya, Ambu.”

Ya, hari ini memang sangat penting untuk Asoka. Dua tahun bergabung dengan Sadawira Winery baru hari ini ia berhasil mendapatkan investor besar dalam pengembangan pemasaran ekspor wine lokal. Untuk bertemu dengan investornya saat ini saja susahnya minta ampun. Beliau terkenal sangat pemilih. Terlebih lagi, sang komisaris sendiri berkenan hadir untuk peluncuran produk terbaru.

Satu jam kemudian mereka bertiga sudah menuju ballroom yang berada di Sig Esteban Hotel milik Javier Berto tempat acara pesta berlangsung peluncuran produk baru, Sada Beer dengan berbagai macam rasa.

Seperti biasanya keberadaan keluarga Ekadanta selalu menjadi perhatian banyak tamu. Hanya saja saat ini tidak lengkap sebab si bungsu sedang belajar untuk tes esok hari dan Si Kembar sedang memiliki acara mereka masing-masing yang tidak bisa digantikan.

Asoka sudah terbiasa menjadi bahan perbincangan para tamu undangan terutama saat berdiri sendiri tanpa adanya kedua orang tua atau saudaranya yang lain pasti akan membelanya jika mendapat suara yang tidak sedap di dengar. Seperti saat ini, ia menjadi perbincangan empat orang wanita dengan rentang usia yang tidak jauh darinya.

“Aku penasaran, apa Asoka tidak merasa curiga jika wajahnya saja tidak mirip dengan saudaranya yang lain?” ujar wanita bertubuh sintal dengan gaun berwarna biru terang.

“Bisa saja karena kekurangannya dia jadi juga berpengaruh ke wajah. Aku pernah bertanya pada pacarku yang Dokter. Biasanya apa yang terjadi pada orang seperti dia itu juga mempengaruhi wajahnya karena yang terserang adalah fungsi otaknya,” jawab wanita yang lebih kurus berambut lurus dan terurai sebatas pinggul.

“Untung saja dia tidak menjadi idiot dan beruntung menjadi anak orang kaya hingga segala kebutuhannya tercukupi. Coba jika keluarga Ekadanta tidak merawatnya, aku yakin dia akan berakhir di pinggir jalan. Mungkin jadi peminta-minta atau seniman jalanan mengingat dia seorang pelukis juga,” ujar wanita dengan gaun merah.

Wanita berbaju biru tanpa sadar meninggikan nada suaranya dan bertanya, “Apa maksudmu dengan jika keluarga Ekadanta tidak merawatnya? Apa benar dia bukan anak kandung Nyonya Kamini dan Tuan Dirandra?”

“Sttt ... Mamaku bilang, dia bukan anak mereka. Tanggal lahirnya saja hanya selisih bulan dengan saudaranya yang kembar. Yah, nggak heran karena dulu Tuan Dirandra punya istri dua,” jawab wanita bergaun merah.

“Wah menarik ini. Siapa yang menjadi istri kedua? Jangan-jangan Nyonya Kamini yang menjadi madu. Kasihan, istri tuanya. Pasti kabur itu istri pertamanya dan ninggalin dia biar diasuh sama istri muda. Tahu rasa sih kalau merebut suami orang,” ujar yang lain dengan nada sinis.

Asoka yang sedang menyesap wine dengan memunggungi mereka segera berbalik dan mendekati keempatnya. Tatapannya tajam dengan rahang mengetat menahan amarah yang sudah berada di ujung lidah. Demi Tuhan, Asoka sudah berusaha mengatur deru napasnya agar keinginan untuk menampar mulut keempatnya tidak ia lakukan. Asoka bukan jenis pria yang temperamental atau bisa memukul wanita tetapi jika sang bunda mendapatkan gunjingan dia tidak akan terima.

Seumur hidup Asoka hanya tahu bahwa Kamini Berto dan Dirandra Ekadanta adalah orang tuanya, karena begitu yang tertulis di akta kelahirannya dan itu cukup untuknya. Ia tidak mau memikirkan omongan orang. Namun entah mengapa hari ini, emosinya lebih terusik dari sebelum-sebelumnya. Kesabarannya sangat teruji saat ini, lebih sensitif.

“Maaf Nona-nona jika kalian tidak tahu kehidupan pribadi keluarga saya lebih baik tutup mulut kalian dan pergunakan untuk berbicara yang baik-baik saja. Kehidupan keluarga kami bukan urusan kalian.” Tanpa menunggu jawaban dari keempat wanita yang terpaku dengan wajah menahan malu tak menduga akan reaksi Asoka yang biasanya cuek, Asoka meninggalkan mereka dan menuju ke arah Paul Elizar yang baru saja datang bersama dengan istrinya, Viola. Dokter Viola Prastiwi, psikiater bundanya. Asoka terpaku di tempatnya melihat keduanya. Ia kemudian teringat dengan pertemuannya besok, ia akan berhubungan dengan Mareno Elizar juga. Sungguh suatu kebetulan yang menyenangkan bisa bekerjasama dengan dua orang dengan nama keluarga yang sama. Mungkin memang Dewi Fortuna sedang berpihak kepadanya saat ini.

Catatan kaki:

Ambu (berasal dari bahasa Sunda) yang berarti Bunda, Ibu atau Mama.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Buku lain oleh Azeela Danastri

Selebihnya
Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku