Wanita Pecandu Brondong

Wanita Pecandu Brondong

Bugis cek

5.0
Komentar
7K
Penayangan
51
Bab

Tasya adalah wanita single parent berusia awal tiga puluhan yang menyimpan sisi lain dari dirinya yang jarang diketahui orang lain-fantasi liar. Meski usianya sudah tidak muda lagi, Tasya justru tidak tertarik pada pria seusianya yang dianggapnya terlalu rumit dan penuh perhitungan. Ia lebih suka sosok pria yang lebih muda, yang menawarkan kesegaran dan spontanitas dalam hidupnya yang kadang terasa monoton. Pria-pria muda itu baginya seperti angin segar yang mampu membangkitkan gairah dan imajinasinya, mengisi kekosongan yang tak bisa dipenuhi oleh pria seumurannya yang sering kali membawa beban masa lalu dan harapan terlalu berat. Dalam kesehariannya, ia terlihat tegar dan mandiri, namun di balik itu ada kerinduan yang tak terucap, sebuah pencarian akan kebahagiaan dan kehangatan yang berbeda dari apa yang pernah ia alami.

Bab 1 WPB

"Aduuh, gatal banget, aaaaahhhh!" suara wanita itu tiba-tiba pecah dari teras rumah. Dia dengan cemas mengelus-elus bagian kewanitaannya, wajahnya berkerut karena tak nyaman.

Di jalan komplek perumahan, dentingan lonceng kecil menggema, "Dung dung dung! Es dung dung!" seru Dul, pemuda berkaus putih yang membawa nampan es balok di atas kepala. Tubuhnya tinggi dan atletis, posturnya tegas saat melangkah, membuat siapa pun yang melihat dari belakang pasti menganggapnya cukup maco.

Namun di balik wajahnya yang tampan, Dul punya selera humor yang kerap melontarkan guyonan saat berjualan. "Tampan, beli esnya dong!" suara menggoda dari arah teras memanggil.

Tasya berdiri dengan tangan di pinggul, senyum tipis menghiasi wajahnya yang matang. Di usianya yang sudah 35 tahun, dia masih menyandang status single parent. Bukan karena penampilannya yang biasa-biasa saja, tapi lebih karena hatinya yang belum sepenuhnya luluh pada pria manapun, meski ia terus berharap menemukan yang tepat. Tasya, dengan aura tegas seorang supervisor kosmetik di kota, selalu tahu cara bermain kata saat menggoda Dul.

Tasya duduk santai, wajah mungilnya yang bersih memantulkan cahaya mentari sore. Kulitnya yang putih seperti porselen, dipadu dengan tubuh aduhai yang bikin siapa pun sulit menoleh tanpa sengaja.

Dadanya yang indah, terasa pas dan proporsional, seolah jadi rahasia kecil yang membuat orang penasaran.

"Makasih, Mba. Mba Tasya baru tiba, ya?" suara Dul terdengar bersemangat sambil mengemasi dagangannya.

"Iya, Dul. Mba ambil cuti dua hari, sekalian lepas rindu sama kamu!" Tasya membalas dengan senyum paling manis yang bisa ia berikan, bibirnya membentuk lengkungan sempurna. Hehe, kamu makin cantik kalau lagi ngegombal, ya,"

Dul menyela, mencoba menahan senyum sambil melempar es ke keranjang. "Eh, Mba mau beli es satu nggak?" Tasya menatap Dul, tidak ingin si penjual pergi begitu saja. Ia menepuk dagunya dan mengerutkan alis, berusaha merancang cara supaya bisa bertahan lebih lama.

"Kira-kira, masih sisa berapa porsi, Dul?" tanyanya dengan suara lembut. "Kurang lebih dua puluh, Mba," jawab Dul sambil menghitung es di kotak pendingin. Tasya tersenyum penuh arti, lalu berkata, "Kalau begitu, aku borong semuanya, tapi kamu temani aku makan, ya!"

Ia menatap Dul sambil memainkan alis, penuh godaan. Dul tertawa kecil, lalu mengangkat bahu santai. "Siapa, sih, yang bisa nolak permintaan wanita secantik Mba Tasya?" ujarnya tulus, menghapus lelah seharian dengan senyuman itu.

Dul sudah pernah merasakan manisnya bibir Tasya, kenangan itu membuat kedekatan mereka terasa hangat, hampir seperti rahasia yang mereka bagi bersama.

Saat Dul mulai merapikan posri pesanan dari Tasya, tiba-tiba Tasya menatapnya dengan senyum menggoda. "Kamu nggak kangen sama aku, Dul?" godanya, matanya berbinar.

Dul cuma mengangkat bahu santai. "Nggak, Mba. Cuma kangen aja!" jawabnya sambil menyembunyikan senyum kecil. Tiba-tiba, tangan Tasya mencubit perut Dul dengan cekatan. "Nyiuutt...!"

Dul terkejut, es yang tadi dia pegang itu langsung meluncur dan mendarat tepat di dada Tasya. "Aduh, dingin, Dul!" teriak Tasya, sambil menarik nafas panjang.

Dul merengut, membela diri. "Siapa suruh cubitin aku, Mba? Lagian, kok kamu cuma pakai singlet gitu?" Tasya cuma melempar pandangan sambil tersipu. "Dul, aku mau bersihin badan dulu. Kalau udah selesai langsung masuk, ya!"

Dia lalu berlari kecil ke dalam rumah. Dul mengerutkan kening, tak bisa menahan senyum saat matanya tertuju pada lekuk pinggul Tasya yang bergoyang pelan. "Wih, semok banget bokongmu, Mba..." batinnya.

Dia kembali fokus pada pesanan, tapi pikirannya sudah melayang ke tubuh Tasya, berharap kenangan manis bulan lalu akan terulang lagi.

Tak lama kemudian, Tasya melangkah keluar membawa talenan untuk wadah es Dul. Begitu muncul di pintu, Dul spontan melotot, matanya membesar seolah nyaris melompat keluar saat melihat Tasya hanya membalut tubuhnya dengan handuk mandi tipis.

"Cepetan, Dul! Nanti tetangga pada julid liatin kita," bisik Tasya sambil melempar senyum nakal.

"I-iya, Mba," jawab Dul terbata, napasnya tercekat, tangan gemetar sedikit.

Tasya, yang jelas-jelas berniat menggoda, meletakkan es di atas meja lalu sengaja menunggingkan pinggulnya. Tatapan Dul tak bisa lepas dari lekuk tubuh Tasya yang menggoda-dan tanpa dalaman sama sekali.

"Astajim, mataku ternodai..." gumam Dul dalam hati, dadanya sesak ketika pandangannya jatuh ke paha mulus Tasya yang terekspos.

Tasya menoleh sebentar, matanya menyapu wajah Dul, menikmati kekagetan yang terpancar jelas. Lalu ia duduk di sofa berhadapan, membuka jarak kakinya lebar-lebar seolah ingin membuat Dul semakin terperangkap dalam perasaannya.

"Dul, kamu kenapa sih? Dari tadi cuma ngelototin aku terus, ada apa?" Tasya akhirnya memecah keheningan dengan nada penasaran, matanya tak lepas menatap wajah Dul.

Dul tiba-tiba terbatuk, wajahnya memerah, bibir gemetar. "J–jambut, e–em... m3mek, eh... anu, Mba, aku mau izin makan esnya dulu ya!" jawabnya terbata-bata, keringat dingin mulai menitik di pelipis.

Pandangannya berusaha menghindar tapi seolah tak bisa melepaskan diri dari tatapan Tasya yang menusuk. Tasya tersenyum tipis, lalu melirik ke bawah celana jeans Dul, menyadari sesuatu yang membuat pipinya hangat.

Dengan santai, dia mengulurkan tangan, "Ayo, duduk di sini aja."

Kaki Dul seperti bergerak sendiri, tanpa sadar menapak mendekat ke sisi Tasya.

Sluuuurrrppp... Tasya menikmati es krim yang dipegangnya, suara hisapan itu mengisi ruang hening. "Enak banget, Dul," ujarnya sambil menjilati ujung es yang mulai mencair.

Dul menelan ludah, lalu tanpa sadar berkata, "Kalau jilatin ini sih, Mba, lebih enak lagi."

Wajahnya makin merah tapi ada keberanian yang baru saja muncul. "Udah mulai nakal ya? Padahal bulan lalu minta ciuman aja sudah bikin keringetan," goda Tasya dengan nada menggoda, matanya berbinar.

Seketika, Tasya mencondongkan badan, bibirnya menyentuh lembut bibir Dul. Suara pelan "cup, cup, cup" berulang kali, membangkitkan getaran di dada Dul.

"Heh, bentar, Mba," Dul protes sambil tertawa kecil, "Biasanya sambil pangutan juga, lho!"

Tasya menatap Dul tanpa menjawab, lalu tiba-tiba menggenggam pergelangan tangannya dengan lembut tapi tegas. Dengan tarikan pelan, dia mengajak Dul masuk ke kamarya.

Begitu pintu tertutup, Tasya melepaskan lilitan handuknya, napasnya sedikit berat. "Come on, baby, tubuhku sekarang milikmu," bisiknya penuh keyakinan.

Dul mengangguk gugup, matanya membelalak, "Bo-boleh masukin itu, Mba?" tanyanya lirih, berharap mendapat izin.

"Tentu, tapi jangan sampai ada yang tahu, ini rahasia kita saja," jawab Tasya sambil tersenyum misterius.

Mendapat lampu hijau, Dul langsung melucuti pakaiannya perlahan, tangan gemetar. Ia menghampiri Tasya dengan tatapan cemas tapi penasaran.

"Kamu udah pernah, kan?" suara Tasya mengandung rasa ingin tahu, seakan ingin tahu apakah Dul benar-benar siap. Dul hanya menggeleng, bibirnya tercekat, jari-jarinya mulai meraba lembut dada Tasya yang mengundang.

"Indah banget dadamu, Mba," katanya serak, tangannya menopang kedua ******** Tasya seolah mencoba mengukur beban rasa di balik kelembutan itu.

Perlahan tubuh Tasya menunduk, dan mulutnya sejajar dengan Dul. "Mba kenapa, apa punyaku kecil?" tanya Dul sambil menunduk sejenak, namun Tasya memilih diam.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Bugis cek

Selebihnya

Buku serupa

Terjebak Gairah Terlarang

Terjebak Gairah Terlarang

kodav
5.0

WARNING 21+‼️ (Mengandung adegan dewasa) Di balik seragam sekolah menengah dan hobinya bermain basket, Julian menyimpan gejolak hasrat yang tak terduga. Ketertarikannya pada Tante Namira, pemilik rental PlayStation yang menjadi tempat pelariannya, bukan lagi sekadar kekaguman. Aura menggoda Tante Namira, dengan lekuk tubuh yang menantang dan tatapan yang menyimpan misteri, selalu berhasil membuat jantung Julian berdebar kencang. Sebuah siang yang sepi di rental PS menjadi titik balik. Permintaan sederhana dari Tante Namira untuk memijat punggung yang pegal membuka gerbang menuju dunia yang selama ini hanya berani dibayangkannya. Sentuhan pertama yang canggung, desahan pelan yang menggelitik, dan aroma tubuh Tante Namira yang memabukkan, semuanya berpadu menjadi ledakan hasrat yang tak tertahankan. Malam itu, batas usia dan norma sosial runtuh dalam sebuah pertemuan intim yang membakar. Namun, petualangan Julian tidak berhenti di sana. Pengalaman pertamanya dengan Tante Namira bagaikan api yang menyulut dahaga akan sensasi terlarang. Seolah alam semesta berkonspirasi, Julian menemukan dirinya terjerat dalam jaring-jaring kenikmatan terlarang dengan sosok-sosok wanita yang jauh lebih dewasa dan memiliki daya pikatnya masing-masing. Mulai dari sentuhan penuh dominasi di ruang kelas, bisikan menggoda di tengah malam, hingga kehangatan ranjang seorang perawat yang merawatnya, Julian menjelajahi setiap tikungan hasrat dengan keberanian yang mencengangkan. Setiap pertemuan adalah babak baru, menguji batas moral dan membuka tabir rahasia tersembunyi di balik sosok-sosok yang selama ini dianggapnya biasa. Ia terombang-ambing antara rasa bersalah dan kenikmatan yang memabukkan, terperangkap dalam pusaran gairah terlarang yang semakin menghanyutkannya. Lalu, bagaimana Julian akan menghadapi konsekuensi dari pilihan-pilihan beraninya? Akankah ia terus menari di tepi jurang, mempermainkan api hasrat yang bisa membakarnya kapan saja? Dan rahasia apa saja yang akan terungkap seiring berjalannya petualangan cintanya yang penuh dosa ini?

Dilema Cinta Penuh Nikmat

Dilema Cinta Penuh Nikmat

Juliana
5.0

21+ Dia lupa siapa dirinya, dia lupa siapa pria ini dan bahkan statusnya sebagai calon istri pria lain, yang dia tahu ialah inilah momen yang paling dia tunggu dan idamkan selama ini, bisa berduaan dan bercinta dengan pria yang sangat dia kagumi dan sayangi. Matanya semakin tenggelam saat lidah nakal itu bermain di lembah basah dan bukit berhutam rimba hitam, yang bau khasnya selalu membuat pria mabuk dan lupa diri, seperti yang dirasakan oleh Aslan saat lidahnya bermain di parit kemerahan yang kontras sekali dengan kulit putihnya, dan rambut hitammnya yang menghiasi keseluruhan bukit indah vagina sang gadis. Tekanan ke kepalanya Aslan diiringi rintihan kencang memenuhi kamar, menandakan orgasme pertama dirinya tanpa dia bisa tahan, akibat nakalnya lidah sang predator yang dari tadi bukan hanya menjilat puncak dadanya, tapi juga perut mulusnya dan bahkan pangkal pahanya yang indah dan sangat rentan jika disentuh oleh lidah pria itu. Remasan dan sentuhan lembut tangan Endah ke urat kejantanan sang pria yang sudah kencang dan siap untuk beradu, diiringi ciuman dan kecupan bibir mereka yang turun dan naik saling menyapa, seakan tidak ingin terlepaskan dari bibir pasangannya. Paha yang putih mulus dan ada bulu-bulu halus indah menghiasi membuat siapapun pria yang melihat sulit untuk tidak memlingkan wajah memandang keindahan itu. Ciuman dan cumbuan ke sang pejantan seperti isyarat darinya untuk segera melanjutkan pertandingan ini. Kini kedua pahanya terbuka lebar, gairahnya yang sempat dihempaskan ke pulau kenikmatan oleh sapuan lidah Aslan, kini kembali berkobar, dan seakan meminta untuk segera dituntaskan dengan sebuah ritual indah yang dia pasrahkan hari ini untuk sang pujaan hatinya. Pejaman mata, rintihan kecil serta pekikan tanda kaget membuat Aslan sangat berhati hati dalam bermanuver diatas tubuh Endah yang sudah pasrah. Dia tahu menghadapi wanita tanpa pengalaman ini, haruslah sedikit lebih sabar. "sakit....???"

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku