/0/26814/coverbig.jpg?v=332818c597bff80c037d224cf982e516&imageMogr2/format/webp)
Luna merengek minta lipstik baru saat belanja ke supermarket. Padahal Rama dan Luna sedang menghemat. Rama kesal dan marah Luna tetap membeli lipstik itu diam-diam padahal ia sudah melarangnya. Dengan kesal Rama langsung membuka lipstik yang Luna beli, dan ia coret seluruh wajah Luna dengan lipstik itu. Rama pikir Luna akan menyesal dengan apa yang ia lakukan, tapi ternyata Luna membawa sepuluh lipstik baru lagi di hadapannya dalam waktu beberapa menit saja.
Hawa supermarket sore itu sejuk, dengan iringan musik instrumental lembut yang mengalun dari speaker langit-langit. Suasana cukup ramai, tapi tidak padat. Rak-rak kosmetik yang tertata rapi menarik perhatian seorang perempuan muda yang berdiri dengan mata berbinar.
"Lihat ini, Rama!" seru Luna, menggenggam sebuah lipstik merah menyala dari rak promosi. "Shade-nya cocok banget buat kulitku, kan?"
Rama, pria yang berdiri beberapa langkah di belakangnya, hanya menghela napas panjang. Tangannya masih memegang keranjang belanja berisi kebutuhan rumah tangga: sabun cuci, pasta gigi, mie instan, dan beberapa botol air mineral.
"Kita lagi ngirit, Luna," katanya, nadanya tegas. "Kamu udah punya lima lipstik di rumah. Bahkan ada yang masih belum dibuka."
"Tapi ini diskon 40%, Ra! Sayang banget dilewatkan. Lagian aku butuh buat event kantor minggu depan." Suara Luna terdengar memohon, manja, seperti biasa.
"Luna." Rama meletakkan keranjang di lantai dan menatapnya lurus. "Kamu tahu kondisi keuangan kita. Minggu lalu kamu baru beli parfum. Sekarang lipstik lagi?"
Luna memutar bola matanya dan cemberut. Ia tak menjawab, hanya mengalihkan pandangannya ke arah kasir. Dalam sekejap, ia berjalan cepat ke arah antrean sambil menyembunyikan lipstik di balik jaketnya.
Rama, yang sadar akan gelagat istrinya itu, mengikutinya dengan langkah cepat. Tapi Luna sudah lebih dulu menyerahkan uang tunai kepada kasir dan membawa plastik kecil berisi lipstik barunya.
"Luna!" seru Rama begitu mereka tiba di parkiran. "Kamu pikir aku nggak lihat? Kamu tetap beli meskipun aku larang!"
"Rama, cuma satu lipstik. Nggak sampe seratus ribu. Kenapa sih kamu kayak-"
Belum selesai Luna bicara, Rama merebut lipstik itu dari tangannya. Dengan kasar, ia membuka tutupnya dan memutar batang lipstik merah itu hingga penuh, lalu...
"Sret!"
Ditariknya garis merah menyala dari pipi kiri ke pipi kanan Luna. Kemudian ia menggambar lingkaran besar di dahi, mencoret bibir Luna sendiri dengan penuh kemarahan.
"Kalau kamu pengen banget pake lipstik ini, ya udah! Nih, puas?!"
Luna terkejut. Matanya membelalak, bukan karena takut, tapi karena tak percaya Rama benar-benar melakukannya. Orang-orang di parkiran mulai memperhatikan. Tapi Luna tidak menangis, tidak berteriak. Ia hanya diam, wajahnya memerah bukan karena malu, tapi karena marah.
Beberapa detik kemudian, Luna merogoh tasnya. Dengan penuh percaya diri, ia mengeluarkan satu kantong plastik kecil. Lalu satu lagi. Dan satu lagi.
Totalnya ada sepuluh lipstik, semua warna berbeda.
"Kamu pikir aku cuma beli satu?" kata Luna, tersenyum sinis. "Aku beli semua warna yang diskon. Mau coret semua ke wajahku juga?"
Rama terpaku.
Luna mengangkat dagunya tinggi-tinggi, seolah menunjukkan bahwa harga dirinya lebih mahal dari lipstik manapun. Ia berjalan meninggalkan Rama begitu saja, dengan wajah masih tercoret, tapi langkah yang penuh kemenangan.
Rama (dalam hati):
"Aku cuma ingin dia belajar untuk menahan diri. Tapi kenapa justru aku yang merasa seperti pecundang sekarang?"
Luna (menatap kaca spion mobil, melihat wajahnya):
"Dia pikir dia bisa mempermalukan aku? Dia belum tahu siapa Luna sebenarnya."
Bab 1 Lipstik dan Harga Diri
03/08/2025
Bab 2 mengingatkan suaminya
03/08/2025
Bab 3 Minggu pagi biasanya menjadi waktu yang ditunggu Luna dan Rama
03/08/2025
Bab 4 Ruang Hati
03/08/2025
Bab 5 Hari Minggu itu seharusnya menjadi hari istirahat
03/08/2025
Bab 6 perut yang terasa mual
03/08/2025
Bab 7 melihat Luna berdiri di dapur
03/08/2025
Bab 8 ketakutan
03/08/2025
Bab 9 halaman rumah kontrakan
03/08/2025
Bab 10 memasuki bulan ke sembilan
03/08/2025
Bab 11 Tiga bulan telah berlalu sejak kepergian Sinta
03/08/2025
Bab 12 kehidupan tidak selamanya datar
03/08/2025
Bab 13 Salah satu staf mendekatinya
03/08/2025
Bab 14 Suasana rumah terasa lebih hidup sejak Rama pulang
03/08/2025
Bab 15 kuliahnya berjalan lancar
03/08/2025
Bab 16 Luna membuka toko lebih awal
03/08/2025
Bab 17 keluarga kecilnya
03/08/2025
Bab 18 semangat saat rapat
03/08/2025
Bab 19 sekolah Rayan mulai menunjukkan penerimaan
03/08/2025
Bab 20 kotak besar
03/08/2025
Bab 21 Bukan karena kenalan Mama
03/08/2025
Bab 22 kunjungan kerja
03/08/2025
Bab 23 Pemulihannya
03/08/2025
Bab 24 kantuk masih jauh dari matanya
03/08/2025
Bab 25 Wartawan silih berganti
03/08/2025
Bab 26 Setiap detik bersama
03/08/2025
Bab 27 Suara klik kamera
03/08/2025
Bab 28 selesaikan semuanya
03/08/2025
Bab 29 bersembunyi
03/08/2025
Bab 30 Kaki Luna gemetar
03/08/2025
Bab 31 Di seberang meja
03/08/2025
Bab 32 Kamu yakin
03/08/2025
Bab 33 pikirannya mengembara
03/08/2025
Bab 34 melainkan rumah megah tiga lantai
03/08/2025
Bab 35 Satu per satu nama terbuka
03/08/2025
Bab 36 Kita harus terus periksa
03/08/2025
Bab 37 menunggu sesuatu yang besar terjadi
03/08/2025
Bab 38 membayangi
03/08/2025
Bab 39 Mereka lagi berusaha
03/08/2025
Bab 40 Luna terduduk lemas
03/08/2025
Buku lain oleh Farrel Fabian
Selebihnya