Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Wanita Simpanan Nakhoda

Wanita Simpanan Nakhoda

bacaanharianku

5.0
Komentar
Penayangan
5
Bab

Kemuning merasa ditipu, ia ditinggal oleh suaminya yang seorang Nakhoda, padahal mereka baru sebulan menikah. Bertahun-tahun Kemuning menunggunya, tetapi Amer tak kunjung datang. Jatuh bangun Kemuning hadapi seorang diri, hingga pada tahun ke 5 pernikahan akhirnya ia nekat ke Kota, dan mencari keberadaan Amer. Untuk membalaskan dendam!

Bab 1 WSN

"Kamu kapan nikahi aku, Mas?"

Amer menatap ragu ke arah Kemuning.

"Aku diomongin terus sama anak-anak di sini loh, katanya kamu gak bakal nikahi aku."

Menarik napas panjang Amer tidak tahu harus menjawab apa.

"Itu semua gak bener kan?!"

Kemuning namanya, seorang gadis berparas ayu dan menawan dengan kedua bola mata sayunya setiap kali menatap, ia hanya gadis Pesisir Pantai yang ditemui oleh Amer dua tahun lalu saat Kapal bersandar.

Bukanlah waktu yang sebentar Kemuning menunggu kedatangan Amer lagi, mengharapkan pertemuan mereka yang tidak pasti, hingga pada akhirnya hari ini pun tiba membawa harapan itu kembali hadir.

"Gak bener dong, aku udah janji bakal nikahi kamu." Pria dewasa itu mengusap lembut kepala Kemuning, lalu mengecup keningnya dengan penuh perasaan.

"Tapi kapan, Mas?" Kemuning mendesak.

"Kalau udah waktunya," jawab Amer tidak pasti.

Wajah Kemuning yang awalnya bersemangat seketika meredup, gadis cantik itu pun menarik diri dari pelukan Amer, kali ini ia benar-benar sangat kecewa. Dua tahun Kemuning menunggu Amer, tetapi sakitnya harapan itu tidak kunjung menjadi kenyataan.

Entah kenapa Amer lagi-lagi mengulur waktu, padahal sejak pertemuan pertama mereka ia sudah berjanji akan menikahi Kemuning, lalu membawanya ke Kota.

"Kamu udah punya pacar ya?" Gadis itu merajuk.

"Punya, pacar aku kan kamu," balas Amer.

Ketika Amer berusaha meraih tangannya Kemuning, dengan cepat gadis itu menghindar, hatinya telanjur sakit dan kecewa, bahkan ia pikir hubungan ini tidak akan berlangsung lama.

"Kalau kamu begini terus, mending kita putus aja," tukas Kemuning sambil memunggungi Amer, ia tahu janji yang diberikan padanya hanyalah omong kosong. "Aku juga pengen nikah, Mas, kalau kamu gak ada kepastian lebih baik aku nikah sama orang sini aja."

Amer sontak menggeleng, ia jelas panik saat melihat Kemuning tegas begini. "Jadi, kamu gak percaya?"

"Aku butuh kepastian juga, Mas, kita udah empat kali ketemu, bahkan janji itu udah kamu berikan dua tahun yang lalu. Tapi apa, sampai sekarang kamu masih gak ngasi kepastian apa-apa kan?!"

"Tapi aku selalu datang untuk kamu," katanya.

Kemuning mendengus dan melipat kedua tangannya di dada, hampir dua tahun ia mengalah, membiarkan semua orang menghinanya dengan berbagai kalimat menyakitkan, bahkan sampai disangka tidak waras karena memilih tinggal di dekat Pantai.

Angin badai, hujan petir, panas kerontang, semuanya Kemuning hadapi selama menunggu kedatangan Amer dengan Kapal Pesiar kebanggaan, dan semua itu ia lakukan demi cinta.

"Aku gak mau berhubungan sama kamu lagi!"

"Kemuning ... Tapi aku cinta kamu," lirih Amer.

"Yang bilang cinta sama aku tuh banyak, Mas, jadi bukan cuma kamu aja!"

"Tapi cintaku beneran tulus, Kemuning, kalau aku gak cinta aku gak bakalan balik ke sini cuma buat nemuin kamu lagi!" Amer masih berusaha meyakinkan gadis cantik di depannya, meskipun Kemuning sudah malas.

Kalau bicara soal kecantikan dan daya tarik Kemuning memang juaranya, tidak ada seorang pria pun yang tidak jatuh hati kepadanya, bahkan Amer sendiri bisa jatuh hati berulang kali di setiap kali mereka bertemu.

"Kemuning ..." Amer maju beberapa langkah ke depan, sehingga berhadapan langsung dengan Kemuning yang masih merajuk. "Aku janji akan nikahi kamu secepatnya, kita akan segera menikah!"

"Kapan kamu datengin orangtuaku?" tanya Kemuning.

"Ya, aku akan menemui mereka sekarang juga!"

Kedua bola mata Kemuning yang sayu seketika berseri-seri, ia menatap wajah tampan Amer yang saat ini menatap ke arahnya juga, lalu gadis itu pun tersenyum lebar.

"Beneran?"

Amer menganggukkan kepalanya, lalu menarik tubuh ramping Kemuning ke dalam pelukannya yang hangat.

***

Kemuning terbangun dari tidurnya yang tidak nyaman, menyibakkan selimut, dengan perasaan hampa gadis malang itu pun bangkit, bahkan masih mendambakan seseorang yang telah berjanji akan datang.

Tetapi hingga detik ini Amer tak kunjung balik.

"Udahlah, lupain aja," kata Nanci yang baru muncul.

"Kamu gak nikah sama dia gak mati juga kan?"

Wanita itu mencebik, lalu menyerahkan secangkir teh hangat kepada Kemuning.

"Tapi aku kepikiran aja, Nan!" balas Kemuning sedih.

"Memikirkan pria gak tahu diri itu?!"

"Nan ..." Kemuning berusaha menghentikan Nanci.

Menyesap teh buatannya, Nanci menatap iba gadis di depannya, entah dengan cara apalagi supaya Kemuning melupakan Amer, padahal pria itu sudah menipu mereka mentah-mentah.

"Kalau boleh jujur, sebenarnya aku masih ngarepin kedatangan Mas Amer."

"Tapi mau sampai kapan?" tanya Nanci.

Tidak ada seorang pun yang percaya kepada Amer, termasuk kedua orangtuanya Kemuning sendiri, hanya Nanci satu-satunya yang tinggal, meskipun tidak menyukai sosok Amer, tetapi setidaknya ia tidak pergi seperti yang lain.

"Gak ada yang bisa diharapkan lagi, Ning," tuturnya.

Kemuning diam, tidak menyahut lagi.

"Mending kamu buka hati buat pria lain," saran Nanci.

Menggeleng gusar Kemuning pun beranjak, tidak ada yang bisa menggantikan Amer di hidupnya, ia merasa hanya pria itulah yang memenangkan hatinya, bahkan jika dibandingkan dengan pria seluruh dunia sekalipun ia tidak sudi memilih salah satunya.

"Kemuning," panggil Nanci seakan lelah.

"Pergilah, tinggalkan aku sendiri," sahutnya malas.

Tanpa alas kaki gadis malang itu berjalan menyusuri Pesisir Pantai, tatapannya yang kosong menatap ke arah ombak, sesekali ia harus menahan napas setiap kali mengingat kenangan yang Amer berikan di hati.

"Ayo, ulurkan tanganmu!" Amer menatap Kemuning, menunggunya mengulurkan tangan, dan bersedia ikut dengannya ke atas kapal.

"Tapi aku takut," aku Kemuning.

"Gak apa-apa, Sayang, kan ada aku."

Perlakuan khusus yang Amer berikan pada Kemuning benar-benar membuatnya jatuh hati, pria itu memiliki tempat di hatinya, sejak pertama kali mereka bertemu, bahkan hingga detik ini.

"Kamu ke mana aja, Mas, aku kangen," lirihnya pilu.

Tidak bisa menahan lagi, akhirnya tangis Kemuning pecah, ia sangat kecewa dan sakit hati dengan Amer, tetapi perasaan rindu itu juga sangat menyiksanya. Kemuning dijanjikan sebuah pernikahan, seharusnya ia tidak membolehkan Amer berlayar sebelum akad dilangsungkan.

"Malam itu kupikir akan menjadi malam yang sempurna, tapi nyatanya kamu pergi lagi, Mas." Mengusap asal air matanya Kemuning berusaha tegar, meskipun rasa sakit semakin menghimpit.

Di kejauhan Nanci berlari ke arah Kemuning, wanita itu tampak heboh dengan wajahnya yang berseri-seri.

"Kemuning ..."

Menolehkan kepalanya Kemuning menatap Nanci, gadis itu mengernyit tidak mengerti, lalu bertanya. "Ada apa Nanci?"

"Pak Tejo mendapat telepon dari kota, Ning, katanya dari Mas Amer," lapor Nanci pada Kemuning yang saat ini menatapnya antusias, bahkan tanpa bertanya lagi gadis itu langsung bergegas pergi.

Satu bulan lamanya Kemuning menunggu, bahkan ia sampai di titik pasrah jika nantinya Amer tidak datang menunaikan janji.

"Apa yang Mas Amer katakan, Pak?" tanya Kemuning berharap cemas, meski ia tahu bapaknya tak pernah setuju, tetapi hatinya sudah mantap.

"Dia akan datang bersama keluarganya hari ini."

Wajah muram Kemuning seketika berubah cerah, dengan tatapan yang bahagia ia memperhatikan wajah datar kedua orangtuanya, lalu tersenyum lebar.

"Ini pilihanmu, Ning, jika nantinya ada masalah dengan pernikahan kalian, maka Ibu dan Bapak gak mau ikut campur!"

Bersambung ...

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh bacaanharianku

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku