"Donor sperma?" beo Harrit mendengar penuturan pria di depannya. Harrit tak habis pikir dengan salah satu pelanggan di klub, Anthony Kurniawan. Pria itu tiba-tiba saja menawarinya hal yang sangat mencengangkan. Yaitu menjadi donor sperma untuk istrinya. "Ya, kau hanya boleh menyentuhnya sampai dia hamil. Setelah anak itu lahir kau harus menghilang dari kehidupan kami!"
"Donor sperma?" beo Harrit.
Apa yang baru saja ia dengar?
Laki-laki di hadapannya ini menawarinya uang tiga miliar asal ia bersedia menjadi donor sperma untuk sang istri?
Itu gila!
Suami mana yang mau memberikan laki-laki lain untuk istrinya?
Setelah beberapa pertanyaan laki-laki itu lontarkan kepada Harrit. Tiba-tiba saja lelaki itu menawarkan uang sebesar tiga miliar. Dan donor sperma!
Harrit menggaruk belakang kepalanya. Ia tak tahu harus menjawab apa! Di satu sisi ia sangat butuh uang itu untuk membayar hutang judi ayahnya yang tak pernah kapok. Di sisi lain, ia tak mau menyentuh seorang wanita bersuami. Itu namanya perzinaan.
"Maaf, Tuan Anthony. Bukannya aku ingin menolak, tapi aku tidak mungkin menyentuh wanita yang masih bersuami!"
"Siapa yang menyuruhmu menyentuh wanita bersuami?"
Mereka duduk berseberangan meja di sebuah ruangan privat.
Mata Harrit melotot, "Lah, tadi kata Tuan Anthony aku harus menjadi donor sperma untuk Nona Selena. Nona Selena itu kan istri Tuan!"
Anthony malah tertawa, membuat wajah tampan Harrit memerah.
"Aku dan Selena sudah berpisah, tiga bulan yang lalu. Kau tahu untuk apa, untuk mencari suami kontrak yang bisa memberikan Selena keturunan langsung dari rahimnya."
Sekali lagi mata Harrit melebar.
"Su-suami kontrak?"
"Aku tidak subur, sementara keluarga Gunawan ingin keturunan yang lahir dari rahim Selena. Aku tak ingin mereka tahu. Jadi aku dan istriku bercerai secara diam-diam. Agar kau bisa menikahinya setelah masa idahnya selesai."
"Kenapa aku, Tuan?"
"Karena kau pria yang baik, kau sering menasehatiku jika minum itu tidak boleh. Kau juga sering menasehatiku untuk tidak main perempuan, karena itu juga tidak baik. Aku juga sudah mengawasimu selama tiga bulan ini! Menurutku kau adalah kandidat yang tepat untuk menjadi Ayah dari anak kami!"
"Tapi pernikahan itu bukan mainan, Tuan."
"Harrit, kau tidak mau kan ayahmu mati. Hutang ayahmu di meja judi itu lebih dari satu miliar. Jika kau menerima tawaran ini kau bukan hanya bisa membayar hutang ayahmu. Kan masih ada sisa uang yang sangat banyak yang bisa kau gunakan kelak. Memangnya kau mau selamanya menjadi bartender!"
Harrit teringat kemarin siang. Beberapa tukang pukul menghajar ayahnya sampai masuk rumah sakit saat dirinya baru berangkat kerja. Dan jika dalam 3 hari ayahnya tak bisa melunasi hutang, maka para tukang pukul Tuan Bobi akan menghabisi nyawa ayahnya.
Meski ayahnya itu hanya seorang pemabuk dan penjudi tapi ia tetap tak ingin menjadi anak durhaka yang membiarkan sang ayah mati dengan cara mengenaskan.
"Bagaimana Harrit? Harusnya kau beruntung karena aku memilihmu. Kau bisa memiliki istri yang cantik selama 1 tahun!"
Itu memang benar, tapi menjadi suami kontrak itu sama sekali tidak pernah ada dalam pikirannya sebelumnya.
Tapi ia juga tak ingin kehilangan ayahnya. Hanya sang ayah yang ia miliki.
"Jika kau setuju tanda tangani surat perjanjian itu!"
Mata Harrit jatuh pada dokumen di atas meja. Ia pun memungut benda itu, membaca isinya. Di sana tertulis bahwa ia hanya akan menjadi suami dari Selena Gunawan sampai wanita itu melahirkan seorang anak.
Untungnya Selena sudah menjadi yatim-piatu, sehingga yang menjadi wali dalam pernikahan siri ini adalah paman Selena. Tobi.
Beberapa waktu kemudian, setelah Fandra menandatangani perjanjian pernikahan kontraknya dengan Selena, pernikahan antara mereka berdua pun dilangsungkan.
Pernikahan diadakan sangat sederhana di apartemen yang akan Harrit dan Selena tinggali untuk sementara. Hanya prosesi akad nikah saja karena itu memang pernikahan siri.
Namun sepanjang prosesi jantung Harrit tak berhenti berdebar sejak pertama kali ia melihat Selena mengenakan kebaya pengantin. Wanita itu seperti bidadari, tapi kenapa ia memiliki suami yang brengsek seperti Anthony Kurniawan.
Harrit buru-buru menghapus anggapan-anggapan yang muncul di benaknya. Toh, tujuannya hanya untuk mendapatkan uang yang ditawarkan oleh Anthony. Ia hanya suami kontrak di sini.
Sebelum Anthony meninggalkan unit Selena dan Harrit ia menepuk bahu Harrit dan berbisik.
"Ingat, tidak ada kecupan di bibir, juga tidak ada permainan awal. Langsung saja, setelah selesai kau punya kamar sendiri untuk tidur!" pesan Anthony lalu pergi.
Harrit hanya bisa menelan ludah. Tak ada kecupan di bibir? Tak ada permainan awal? Tapi dituntut untuk bisa mencetak anak!
Tapi meskipun tak ada permainan awal, hanya dengan menatap wajah Selena yang merona sudah mampu membuat dadanya bergemuruh. Sontak itu juga mampu membangkitkan pusakanya yang memang belum pernah disodori wanita cantik dalam satu ruangan yang intim.
Harrit menatap Selena yang malu-malu. Wanita itu sangat cantik dalam balutan kebayanya. Tubuhnya juga wangi. Tak hanya itu, Selena juga memiliki tubuh yang sempurna. Sudah mendapatkan istri dengan kecantikan Paripurna saja Anthony Kurniawan masih suka bermain perempuan di luar sana.
Harrit kerap kali melihat laki-laki itu membawa perempuan ke klub. Yang pada akhirnya mereka akan menyewa satu kamar untuk melepaskan hasrat.
Dan sekarang Harrit mengerti kenapa Anthony dengan santainya menebar benih pada banyak wanita. Karena rupanya pria itu mandul. Jadi ia tak akan khawatir ada wanita yang mendatanginya dan mengaku hamil.
Menatap Selena yang sangat anggun, Harrit justru merasa iba terhadap wanita di hadapannya itu.
Saat bertemu sebelum akad nikah saja, Selena masih memandangi Anthony dengan penuh cinta.
Selena melepas ikat rambutnya hingga rambut indah itu terurai. Harrit menelan ludah seketika. Ia pun melepaskan jasnya, menaruh di sofa.
Harrit mendekat perlahan. Ketika kakinya melangkah ia bisa merasakan dirinya gemetar. Ada seorang wanita cantik di depannya. Wanita yang sudah sah menjadi istrinya. Mata Harrit tak bisa lepas dari sosok wanita yang memiliki tubuh tinggi semampai disertai kakinya yang mulus dan panjang. Selain itu, dadanya yang bulat menonjol serta tubuhnya yang berisi, tidak kurus tidak pula gemuk, benar-benar membuat mata Harrit tak berkedip menatapnya.
Sekali lagi gumpalan Saliva meluncur di kerongkongan Harrit. Saat ini, Harrit dan Selena hanya berjarak setengah meter.
Entah kenapa, Harrit merasa sedikit malu saat ini. Dari saat Selena memasuki ruangan, sepertinya dia sengaja menjaga jarak darinya dengan hanya menatapnya tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Tetapi, melihat Selena yang sedari tadi memuntir-muntir jarinya, Harrit menangkap jika Selena tengah salah tingkah. Dia pasti gugup juga, kan?
Memikirkan hal itu, tiba-tiba Harrit menghela napas lega. Tidak hanya ia yang teramat gugup, Selena pun demikian.
"Eum ...
"Kau tahu tugasmu, kan?"
Harrit yang membuka mulutnya dan hendak berbicara berhenti ketika Selena tiba-tiba memotongnya.
"Uh ... aku tahu," ucap Harrit menatap Selena yang tengah menatapnya dengan dingin, lalu menggaruk kepalanya. Lagi pula, ia hanya seorang pria yang menjual spermanya pada wanita lain, sangat memalukan.
"Jadi, bisa kita mulai?"
Entah kenapa, Harrit tiba-tiba melontarkan kalimat seperti itu, dan begitu kata-kata itu keluar, dia ingin menampar dirinya sendiri saking malunya. Di malam pertama ini, bagaimana bisa dia mengucapkan itu dengan gegabah.
Namun baru saja hendak meminta maaf, Selena yang sejak tadi mengawasinya diam-diam, tiba-tiba berjalan mendekatinya lalu berlutut di hadapannya.
Sontak saja Harrit langsung salah tingkah. Jangan-jangan Selena ingin ...
"Nona Selena ... apa yang ..."
"Aku ingin semua ini selesai lebih cepat, dan aku bisa kembali kepada Anthony lagi. Jangan berpikiran macam-macam!"
Selena langsung membuka ritsleting celana Harit, membuat benaknya semakin kalang kabut.
Tidak hanya Harrit, Selena sendiri melakukannya dengan gemetar. Dan, klik, celananya telah terbuka sepenuhnya dan membuat milik Harrit menyembul keluar.
Selena begitu tersentak begitu melihat milik Harrit yang berukuran lebih besar dari milik Anthony. Melihat itu, wajah Selena seketika merona merah dan ia hanya bisa menelan ludahnya.
Setelah terpaku sebentar, Selena lantas berdiri dan langsung menuju ke pinggir ranjang seraya membuka rok kebayanya. Melihat sebagian tubuh Selena yang indah dan seputih salju itu, Harrit merasakan miliknya memberontak.
Selena langsung berbaring di kasur, membuka kedua kakinya sambil menatap wajah Harrit.
"Cepat lakukan, jangan membuang waktu!"
Buku lain oleh Y Airy
Selebihnya