Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Pernikahan Dingin yang Membara

Pernikahan Dingin yang Membara

Stupid Cupid

5.0
Komentar
53
Penayangan
5
Bab

Aria, seorang wanita karier sukses, tidak menyangka bahwa pertemuannya dengan Raka di sebuah konferensi bisnis akan mengubah hidupnya. Ketertarikan instan mereka berubah menjadi malam yang penuh gairah, namun kebahagiaan mereka singkat. Aria terkejut mengetahui bahwa Raka adalah CEO dari perusahaan tempat dia bekerja, dan merasa dikhianati. Ketegangan di tempat kerja semakin meningkat ketika kesalahpahaman dan manipulasi dari rekan kerja mereka, Mira, memperburuk hubungan mereka. Aria, merasa tersakiti oleh dugaan perselingkuhan Raka, merencanakan balas dendam yang hampir menghancurkan karir Raka.

Bab 1 Pertemuan Tak Terduga

Aria memandangi cermin besar di kamar hotelnya. Gaun merah elegan yang dipakainya membingkai tubuhnya dengan sempurna, memberikan kesan anggun dan percaya diri. Rambut hitam panjangnya ditata dengan rapi, mengalir lembut di bahunya. Di balik penampilan luarnya yang tenang, jantungnya berdegup kencang. Konferensi bisnis internasional ini adalah kesempatan besar baginya untuk membuktikan diri.

Aria adalah seorang wanita karier sukses yang bekerja sebagai manajer proyek di salah satu perusahaan teknologi terkemuka. Dia telah menghabiskan bertahun-tahun bekerja keras untuk mencapai posisinya sekarang. Konferensi ini adalah momen penting untuk memperluas jaringan, mencari mitra bisnis baru, dan tentunya, menarik perhatian para eksekutif senior.

Saat dia melangkah keluar dari kamarnya dan menuju ke ruang konferensi, dia merasakan getaran kegembiraan bercampur gugup. Aula besar itu sudah penuh dengan para profesional dari berbagai negara, semua sibuk berbicara dan bertukar kartu nama. Aria mengambil napas dalam-dalam dan melangkah masuk, siap untuk memulai hari yang panjang.

***

Raka duduk di salah satu meja bulat, mengamati kerumunan di sekitarnya. Sebagai CEO dari sebuah perusahaan teknologi besar, dia sudah terbiasa dengan acara-acara seperti ini. Namun, hari ini terasa berbeda. Ada sesuatu yang membuatnya merasa gelisah, seolah-olah dia sedang menunggu sesuatu yang tak terduga.

Raka adalah pria tampan dengan postur tinggi dan wajah yang tegas. Matanya tajam, menunjukkan kecerdasan dan ketegasan yang membuatnya sukses dalam dunia bisnis. Namun, di balik penampilan luar yang kuat, ada kerentanan yang jarang diketahui orang. Dia telah menghadapi banyak tantangan dalam hidupnya, termasuk tekanan dari keluarganya untuk menikah dan meneruskan garis keturunan mereka.

Saat matanya menyapu ruangan, dia melihat seorang wanita yang menarik perhatiannya. Gaun merah yang dia kenakan membuatnya berdiri keluar dari kerumunan. Raka tidak bisa menahan senyum kecil saat melihat cara dia membawa dirinya dengan penuh percaya diri. Ada sesuatu tentangnya yang membuat Raka ingin mengenalnya lebih dekat.

***

Aria mengambil segelas sampanye dari pelayan yang lewat dan memutuskan untuk mencari tempat duduk. Saat dia berjalan melewati kerumunan, matanya bertemu dengan seorang pria yang duduk sendirian di salah satu meja. Tatapan mereka bertemu sejenak, dan dia merasakan ada sesuatu yang mengalir di antara mereka. Pria itu tersenyum padanya, dan Aria merasa wajahnya memerah.

"Mau bergabung?" Pria itu menawarkan, suaranya dalam dan ramah.

Aria ragu sejenak, tetapi kemudian mengangguk. "Tentu, terima kasih."

Dia duduk di kursi di sebelahnya dan menyesap sampanyenya. "Saya Aria," katanya, memperkenalkan diri.

"Raka," jawab pria itu, mengulurkan tangan untuk berjabat tangan.

Mereka berjabat tangan, dan Aria merasakan kehangatan dari sentuhan tangan Raka. "Jadi, apa yang membawa Anda ke konferensi ini?" tanya Aria, mencoba memulai percakapan.

"Saya di sini untuk melihat perkembangan terbaru di industri teknologi," jawab Raka. "Perusahaan saya selalu mencari inovasi baru yang bisa kami adopsi."

"Ah, sama seperti saya," kata Aria. "Saya bekerja sebagai manajer proyek di Tech Innovate. Kami juga sangat tertarik dengan perkembangan terbaru di bidang ini."

Raka tersenyum. "Tech Innovate, ya? Saya pernah mendengar banyak tentang perusahaan Anda. Kalian cukup terkenal dengan produk-produk inovatif kalian."

Aria merasa bangga mendengar pujian itu. "Terima kasih. Kami memang berusaha untuk selalu berada di garis depan teknologi."

Percakapan mereka mengalir dengan lancar, dan Aria merasa semakin nyaman berbicara dengan Raka. Mereka membahas berbagai topik, dari teknologi terbaru hingga hobi pribadi mereka. Raka ternyata seorang penggemar berat hiking, sementara Aria suka menghabiskan waktu luangnya dengan membaca buku dan menonton film.

Namun, saat mereka semakin akrab, Aria merasa ada sesuatu yang aneh. Ada momen-momen ketika Raka terlihat canggung, seolah-olah dia menyembunyikan sesuatu. Aria mencoba mengabaikan perasaan itu dan menikmati malam itu.

***

Malam semakin larut, dan konferensi berlanjut ke sesi cocktail di area rooftop hotel. Lampu-lampu kota yang berkilauan menciptakan suasana yang magis. Aria dan Raka memutuskan untuk melanjutkan obrolan mereka di luar.

"Indah sekali pemandangannya," kata Aria sambil melihat ke arah cakrawala kota.

"Memang, tempat ini selalu membuat saya merasa tenang," jawab Raka.

Mereka berdiri di tepi balkon, berbicara tentang impian dan aspirasi mereka. Raka berbicara tentang tekanan yang dia rasakan dari keluarganya untuk menikah dan melanjutkan bisnis keluarga. Aria berbicara tentang ambisinya untuk memimpin proyek besar yang bisa mengubah dunia.

Tanpa mereka sadari, malam semakin larut dan suasana semakin intim. Percakapan mereka semakin dalam, dan Aria merasa ada koneksi yang kuat dengan Raka. Mereka berdua tertawa, berbagi cerita, dan akhirnya, tanpa sadar, saling mendekat.

Raka memandangi Aria dengan tatapan yang penuh arti. "Aria, aku merasa ada sesuatu yang istimewa tentang kamu," katanya dengan lembut.

Aria merasakan detak jantungnya semakin cepat. "Aku juga merasa begitu, Raka."

Tanpa banyak kata, Raka mendekat dan mencium Aria dengan lembut. Ciuman itu terasa hangat dan penuh perasaan. Mereka berdua terhanyut dalam momen itu, melupakan segala hal di sekitar mereka.

***

Keesokan paginya, Aria terbangun dengan perasaan campur aduk. Dia menatap langit-langit kamar hotelnya, mencoba mengingat kembali apa yang terjadi semalam. Dia dan Raka telah menghabiskan malam bersama, dan perasaan hangat masih terasa di hatinya. Namun, dia juga merasa sedikit cemas. Apakah ini hanya satu malam yang akan mereka lupakan, atau ada sesuatu yang lebih?

Saat dia bersiap-siap untuk hari kedua konferensi, ponselnya berdering. Itu pesan dari Raka.

"Good morning, Aria. Aku berharap bisa melihatmu lagi hari ini. Bisakah kita bertemu untuk sarapan?"

Aria tersenyum dan mengetik balasan. "Pagi, Raka. Tentu, aku akan segera ke restoran hotel."

Dia merasa senang dengan undangan itu. Mungkin ini adalah awal dari sesuatu yang baru dan indah.

***

Aria memasuki restoran hotel dan melihat Raka sudah duduk di meja, menunggunya. Dia tersenyum dan melambai padanya.

"Pagi, Raka," sapa Aria sambil duduk.

"Pagi, Aria. Kamu terlihat cantik pagi ini," kata Raka dengan senyum yang hangat.

"Terima kasih. Kamu juga terlihat segar," jawab Aria sambil tersenyum malu.

Mereka memesan sarapan dan mulai berbicara tentang rencana mereka untuk hari itu. Namun, suasana menjadi canggung ketika mereka mulai membahas malam sebelumnya.

"Aria, tentang semalam... Aku ingin memastikan bahwa kamu merasa nyaman dengan apa yang terjadi," kata Raka dengan hati-hati.

Aria merasakan jantungnya berdegup kencang. "Aku merasa baik-baik saja, Raka. Aku hanya tidak ingin ada kesalahpahaman di antara kita."

Raka mengangguk. "Aku juga merasa begitu. Aku benar-benar menikmati waktu bersamamu dan aku berharap ini bisa menjadi awal dari sesuatu yang lebih."

Aria tersenyum. "Aku juga berharap begitu, Raka."

Namun, di tengah percakapan mereka, sebuah pesan masuk ke ponsel Raka. Dia melihatnya sejenak dan wajahnya berubah serius.

"Maaf, Aria. Aku harus segera pergi. Ada sesuatu yang mendesak di kantor," kata Raka dengan nada cemas.

Aria merasa sedikit kecewa, tapi dia mengerti. "Tentu, Raka. Kita bisa bertemu lagi nanti."

Raka tersenyum dan berdiri. "Terima kasih, Aria. Aku akan menghubungimu nanti."

Aria mengangguk dan menatap Raka pergi dengan perasaan campur aduk. Dia berharap bahwa pertemuan mereka bukan hanya sekadar kebetulan, tapi ada sesuatu yang lebih di antara mereka.

***

Sepanjang hari, Aria merasa sulit untuk fokus pada sesi konferensi. Pikirannya terus melayang pada Raka dan malam indah yang mereka habiskan bersama. Namun, dia juga merasa ada sesuatu yang mengganjal. Kenapa Raka tiba-tiba pergi dengan tergesa-gesa? Apakah ada sesuatu yang dia sembunyikan?

Saat konferensi berakhir untuk hari itu, Aria kembali ke kamarnya dengan perasaan lelah dan bingung. Dia berharap Raka akan menghubunginya, tapi hingga malam tiba, tidak ada pesan atau panggilan darinya.

Aria memutuskan untuk mencoba melupakan kekhawatirannya dan bersiap-siap untuk menghadiri gala dinner yang diadakan malam itu. Dia mengenakan gaun hitam elegan dan menata rambutnya

dengan rapi. Dia berharap malam ini akan memberikan kesempatan untuk bertemu dengan Raka lagi dan mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Saat dia memasuki aula gala, dia melihat Raka sedang berbicara dengan beberapa orang. Namun, saat mata mereka bertemu, Raka terlihat canggung dan segera mengalihkan pandangannya.

Aria merasa hatinya tenggelam. Apakah dia melakukan sesuatu yang salah? Ataukah ada sesuatu yang lebih dari ini semua? Dia mencoba untuk tidak terlalu memikirkannya dan menikmati malam itu, tapi pikirannya terus kembali pada Raka dan perasaan tidak nyaman yang mulai mengganggunya.

***

Malam itu, saat acara gala hampir berakhir, Aria memutuskan untuk menghadap Raka dan mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Dia mendekati Raka yang sedang berdiri sendirian di sudut ruangan.

"Raka, bisakah kita bicara sebentar?" tanya Aria dengan nada yang lembut namun tegas.

Raka terlihat ragu sejenak, tapi kemudian mengangguk. "Tentu, Aria. Apa yang ingin kamu bicarakan?"

Mereka berjalan ke luar ruangan, mencari tempat yang lebih tenang. Aria menatap Raka dengan serius. "Raka, aku merasa ada sesuatu yang kamu sembunyikan dariku. Kenapa kamu tiba-tiba pergi tadi pagi? Dan kenapa kamu terlihat canggung saat melihatku di sini?"

Raka menghela napas dan menunduk sejenak sebelum menjawab. "Aria, ada banyak hal yang terjadi di hidupku saat ini. Aku tidak ingin membuatmu khawatir, tapi aku juga tidak ingin ada kesalahpahaman di antara kita."

Aria merasa hatinya berdebar. "Apa yang sebenarnya terjadi, Raka? Aku ingin tahu yang sebenarnya."

Raka menatap mata Aria dengan penuh penyesalan. "Aku tidak bisa menjelaskannya sekarang, Aria. Tapi aku berjanji akan memberitahumu semuanya saat waktunya tepat."

Aria merasa frustasi tapi mencoba untuk mengerti. "Baiklah, Raka. Aku akan menunggumu. Tapi aku berharap kamu bisa lebih terbuka padaku."

Raka mengangguk dan menggenggam tangan Aria. "Terima kasih, Aria. Aku berjanji akan memberitahumu semuanya segera."

Malam itu berakhir dengan perasaan yang campur aduk di hati Aria. Dia berharap Raka bisa menepati janjinya dan membuka diri. Namun, perasaan tidak nyaman itu tetap menghantuinya, membuatnya bertanya-tanya apakah dia bisa mempercayai Raka sepenuhnya.

***

Malam semakin larut, dan Aria kembali ke kamarnya dengan perasaan yang tak menentu. Dia menatap ke luar jendela, melihat lampu-lampu kota yang berkilauan. Pikirannya terus berputar, mencoba memahami apa yang sebenarnya terjadi antara dia dan Raka.

Malam itu, dia tidur dengan perasaan cemas dan berharap bahwa semua akan menjadi lebih jelas esok hari. Namun, dia tidak tahu bahwa malam itu hanyalah awal dari serangkaian peristiwa yang akan mengubah hidupnya selamanya.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Stupid Cupid

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku