Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Cinta Yang Terbelah

Cinta Yang Terbelah

BPrastiwi

5.0
Komentar
Penayangan
1
Bab

Tidak ada yang lebih menyakitkan bagi Naura hingga membuat hatinya remuk redam selain mendapati orang yang ia cintai (suami) terlibat dalam kecelakaan yang menewaskan orang yang ia sayangi (sahabat). Kecelakaan beruntun tidak hanya membuat ia kehilangan dua sahabat juga suaminya tetapi juga kehidupan Naura yang tenang direnggut darinya. Jasad sang suami yang belum ditemukan selain pakaian dan jam tangan serta helai rambut dan darah yang teridentifikasi milik pria itu yang terbakar bersama mobil yang ia kemudikan membuat Naura harus meninggalkan ibu kota. Bersama bayi yang baru lahir, ia meninggalkan ibu kota dan menetap di kota kecil bersembunyi dari kebenaran yang masih belum tersingkap. Akhirnya setelah menahan diri lebih dari lima tahun, Toni Werner mendapatkan izin dan akses untuk mengungkapkan kematian kakaknya. Untuk mengungkap misteri yang belum terpecahkan atas kecelakaan maut yang merenggut nyawa kakaknya, Toni harus pergi ke kota tempat Naura tinggal. Kepergiannya tidak hanya untuk mengungkapkan kebenaran mengenai kematian kakaknya tetapi juga membawa Naura kembali ke ibu kota sebagai bagian dari Werner Group. Akankah Toni berhasil meyakinkan Naura untuk kembali bersamanya di tengah ketakutan akan masa lalu yang belum tuntas?

Bab 1 Cinta Yang Terbelah - 1

Jakarta, 2017.

Asap mengepul ke udara membuat langit malam semakin gelap hingga menghalangi pandangan siapa pun yang ada di sana untuk menyaksikan mobil yang mengguling, menabrak pembatas jalan tol dan terbakar.

Suara sirene mobil ambulans beradu dengan sirene mobil pemadam kebakaran juga kepolisian berusaha menyelamatkan korban serta mengatur lalu lintas jalanan yang cukup ramai. Hati dan pikiran Naura terbelah menjadi berkeping-keping melihat asap tebal dari mobil sedan yang terguling menembus pembatas jalan.

Tubuh langsing Naura gemetar hebat melihat api mobil yang ditumpang oleh suami dan sahabatnya. Kaki jenjangnya lemas dan tidak mampu menopang tubuhnya hingga terjatuh duduk di atas aspal yang dingin.

Salah seorang petugas kepolisian menghampiri Naura yang terduduk lesu, "Sebaiknya Anda ke rumah sakit karena korban sudah di evakuasi."

Apa?"

"Petugas kepolisian sempat menyelamatkan dua korban di dalam mobil sebelum terjadi ledakan."

"Dua? Bukan tiga?"

"Saat kami akan kembali menyelamatkan pengemudi setelah mengevakuasi korban yang ada di bangku penumpang, mobil meledak dan terbakar."

"Ah ..." raung Naura. Air mata tidak lagi terbendung membasahi pipi mulus Naura. Tangisnya pecah membayangkan pengemudi yang tidak lain adalah suaminya dilalap oleh api.

"Kami akan mengantar Anda ke rumah sakit tempat korban di rawat."

Tangan kokoh petugas kepolisian tersebut membantu Naura berdiri dan menopang tubuh lemahnya untuk berjalan menuju mobil polisi yang telah menunggu. Ditemani oleh dua petugas kepolisian, ia menembus kepadatan lalu lintas dengan suara sirene yang keras memecah kepadatan jalanan.

"Aku harus tetap sadar," gumam Naura. Yang mereka miliki saat ini hanya dirinya seorang, jika ia berlarut-larut dalam ke-terpurukan semua hanya akan berjalan ke arah yang lebih buruk.

"Astagfirullah hal adzim ..." ucap Naura berulang kali sambil menarik nafas panjang hingga ia mendapatkan ketenangan.

Saat pikirannya mulai tenang, ia pun teringat dengan mobil lain yang mengawal pasangan Werner bersama suaminya.

"Bagaimana dengan mobil yang lain?" tanya Naura ke petugas kepolisian.

"Satu mobil yang melaju paling depan aman, untuk mobil yang ada di belakan mobil korban menabrak pembatas jalan yang cukup jauh dari TKP dan hanya mengalami luka benturan."

"Jadi, hanya mobil itu yang mengalami kecelakaan hebat?"

"Ya."

Bingung, itulah yang Naura pikirkan saat mendengar penjelasan dari petugas kepolisian. Jika hanya mobil yang ditumpangi oleh pasangan Werner yang mengalami kecelakaan hebat maka bisa dibilang mereka memiliki jarak yang cukup jauh dari mobil di belakang mereka. Jarak tersebut cukup untuk membuat mobil yang ada di belakang melakukan pengereman mendadak tanpa harus menabrak mobil mereka dan ikut menerobos pembatas jalan.

"Kita sudah sampai."

Naura membuka pintu mobil dan melihat orang-orang yang mengawal pasangan Werner sudah berada di UGD rumah sakit. Dua dari mereka berada di dalam UGD mengawasi perawatan yang diberikan oleh perawan ke pasangan Werner, dan satu penjaga lainnya berdiri di luar UGD seolah sedang menunggu seseorang.

"Akhirnya Anda datang juga," kata pengawal yang berdiri di luar UGD.

"Bagaimana keadaannya?" tanya Naura yang telah mendapatkan ketenangannya kembali.

"Para pengawal hanya mengalami luka memar akibat benturan tanpa ada risiko patah maupun gagar otak."

"Lalu, bagaimana dengan Arvin dan Shanaz?"

Hening, pengawal tersebut hanya menundukkan kepala tanpa sepatah kata pun yang keluar untuk menjelaskan kondisi pasangan Werner. Naura memperlebar serta mempercepat langkahnya menuju UGD tempat pasangan Werner tersebut di rawat.

"Astagfirullah hal adzim," ucap Naura saat melihat kondisi Arvin. Tubuh pria itu dipenuhi oleh darah yang mengucur dari kepala, telinga serta hidungnya. Tampak darah juga membasahi celana kain Arvin yang sudah dirobek oleh petugas kesehatan untuk melakukan pertolongan pertama.

"Pak Arvin ditemukan dalam keadaan memeluk Bu Shanaz saat petugas kepolisian melakukan penyelamatan."

Dengan kaki gemetar, Naura mendekati ranjang tempat pasangan Werner sedang dilakukan perawatan oleh para dokter jaga juga perawat. Alat monitor pasien terpasang di kedua korban dan menunjukkan tanda-tanda vital yang tidak stabil terutama Arvin.

Dua dokter jaga memberikan CPR secara bergantian untuk mendapatkan denyut jantung yang semakin melemah. Dengan nafas tersengal, salah seorang dokter melihat Naura berdiri mematung melihat keadaan pasien yang masih dibantu CPR.

"Apa Anda wali dari korban?" tanya dokter muda tersebut.

"Ya. Bagaimana keadaan mereka?"

"Seperti yang Anda lihat, untuk keadaan saudara Arvin cukup parah. Dari hasil CT Scan dan USG ..." Dokter tersebut hanya menggelengkan kepala sebagai bentuk permintaan maaf.

"Apa banyak tulang yang patah?"

"Bukan hanya hanya itu, benturan yang terlalu kuat juga membuat beberapa organ dalam seperti liver mengalami pendarahan yang cukup para dan harus segera di operasi. Masalahnya adalah ...."

Jeda yang terjadi membuat Naura melihat ke arah Arvin yang masih mendapatkan bantuan CPR untuk mendapatkan denyut nadinya kembali.

"Selain itu, dari hasil CT Scan, pendarahan yang terjadi di otak juga cukup parah dan kalaupun kami berhasil menghentikan pendarahan yang terjadi di lever, ada kemungkinan pasien akan mengalami mati otak."

"Ya Allah," gumam Naura.

"200 joule ..." teriak dokter yang tengah menangani Arvin.

"Ya Allah," ucap Naura.

"Permisi," ucap dokter, lalu meninggalkan Naura.

Para perawat berlarian melaksanakan perintah dokter untuk mempertahankan hidup Arvin yang berada di ambang kematian. Angka-angka di monitor semakin menurun dan berbunyi keras membuat Naura harus berusaha keras menghirup oksigen. Dadanya terasa sesak membuat ia harus berpegang ke meja perawat untuk menopang tubuhnya yang lemas dan pandangannya yang mulai menggelap.

"Anda baik-baik saja?" tanya pengawal yang terus berada di sisi Naura.

Naura mengangkat sebelah tangan memberi isyarat agar diberi ruang untuk dan menenangkan diri dan menstabilkan nafas. Teriakan dokter dan suster tidak lagi mampu ia dengar, ia hanya bisa melihat kesibukan serta kepanikan petugas kesehatan dengan kondisi monitor yang semakin menurun.

Angka-angka di monitor semakin menurun begitu pula dengan grafik yang semakin tidak lagi terlihat bergelombang. Naura cemas dan takut namun ia berusaha untuk tetap tegak dan tegar demi mengatasi situasi yang masih membuatnya bingung.

Tit ...

Bunyi keras monitor membuat dokter juga perawat akhirnya menyerah. Denyut jantung Arvin tidak kunjung kembali setelah hampir tiga puluh menit dilakukan CPR. Semua angka di monitor menunjukkan angka nol yang berarti sudah tidak ada lagi denyut jantung.

Setelah menyatakan kematian Arvin di hadapan petugas kesehatan, dokter menghampiri Naura untuk memberitahukan kematian Arvin yang diakibatkan oleh pendarahan otak juga gagal jantung.

"Dokter!" Teriakan dari ranjang sebelah membuat mereka beralih ke Shanaz. Denyut jantung Shanaz yang stabil tiba-tiba menurun.

"Tidak ..." ucap Naura ikut berlari menghampiri Shanaz.

Dengan cekatan dokter memberikan CPR untuk membuat denyut jantung Shanaz kembali. Mereka memberi ruang ke Naura untuk mendekat dan membiarkan menggenggam tangan Sahana yang terkulai lemas.

"Kau harus bertahan demi bayi yang ada dalam kandunganmu," ucap Naura.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh BPrastiwi

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku