Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Cinta yang Terkhianati

Cinta yang Terkhianati

Veibe Hontong

5.0
Komentar
Penayangan
5
Bab

Aulia merasa terjebak dalam pernikahan yang penuh kepura-puraan dengan suaminya, Arman, yang semakin menjauh dan sering pulang larut dalam keadaan mabuk. Kenangan manis masa awal pernikahan mereka mulai memudar, tergantikan oleh kesepian dan kesedihan. Suatu hari, Aulia bertemu dengan Rika, rekan kerja Arman, yang memberitahunya bahwa suaminya telah berselingkuh dengan seorang wanita bernama Maya. Hancur oleh berita tersebut, Aulia bertekad untuk tidak lagi membiarkan dirinya terjebak dalam kebohongan. Ketika Arman pulang malam itu, Aulia menunggu dengan tekad baru. Ia langsung menghadapkan suaminya dengan kenyataan perselingkuhan tersebut, menuntut kejelasan tentang perasaan Arman. Arman yang terkejut tidak bisa memberikan alasan yang memadai, menyadari bahwa maafnya tidak akan cukup untuk menyembuhkan luka yang telah dalam. Aulia kini dihadapkan pada pilihan sulit: apakah ia akan terus berjuang untuk pernikahannya atau melepaskan Arman demi kebahagiaan dan martabatnya sendiri.

Bab 1 Sakit hati yang selama ini dipendam

Aulia menghempaskan tubuhnya ke sofa di ruang tamu, memandangi jam dinding yang terus berdetak tanpa henti. Malam semakin larut, namun tak ada tanda-tanda Arman akan pulang. Ia sudah terbiasa dengan keadaan seperti ini, namun rasa sakit di hatinya tidak pernah hilang. Ia hanya bisa menunggu, memerhatikan detik yang terus berlalu. Rasanya seperti menanti sesuatu yang tidak akan pernah datang.

Pikiran Aulia berkelana, mengingat masa-masa awal pernikahan mereka. Saat itu, Arman adalah sosok pria yang hangat dan penuh perhatian. Dia sering memberi kejutan manis, dan tak jarang mengajak Aulia makan malam romantis. Namun, semua itu kini hanya tinggal kenangan. Kehangatan yang dulu terasa kini hanya digantikan oleh dinginnya kesepian dan kehampaan yang menyelimuti rumah mereka.

Pukul sebelas malam, suara deru mobil terdengar dari luar. Aulia segera bangkit dari sofa, melangkah ke pintu depan. Ketika pintu terbuka, Arman muncul dengan langkah terhuyung. Aroma alkohol yang menyengat langsung tercium. Mata Aulia berkaca-kaca, menahan emosi yang sudah lama ia pendam.

"Arman, bisa kita bicara?" suara Aulia terdengar bergetar, namun tekad di dalamnya tidak bisa disembunyikan.

Arman hanya melirik sekilas. Wajahnya kusut, rambutnya acak-acakan. "Bicara apa lagi, Aulia? Aku lelah," ucapnya singkat, lalu melangkah ke arah kamar tanpa sedikit pun menatap wajah istrinya.

Aulia menahan diri untuk tidak berteriak. Ia mengikuti Arman ke kamar, menatap punggung suaminya yang sedang melepaskan dasi dengan sembarangan. "Apa kamu tidak sadar kalau kamu semakin jarang pulang? Setiap hari, aku menunggumu di sini, berharap kita bisa bicara seperti suami-istri pada umumnya."

Arman mendengus pelan, lalu menoleh. "Apa lagi yang kamu harapkan dariku, Aulia? Aku sudah bekerja keras untuk memenuhi semua kebutuhanmu. Apa itu masih kurang?"

"Ini bukan soal uang, Arman! Aku butuh kamu. Aku butuh seorang suami yang hadir dalam hidupku, bukan sekadar bayangan yang datang dan pergi sesuka hati," ucap Aulia, suaranya meninggi.

Arman memutar matanya dengan malas. "Kamu selalu mengeluh tentang hal yang sama. Kalau memang tidak suka, kenapa kamu masih bertahan?"

Pertanyaan itu membuat Aulia terdiam. Mengapa ia masih bertahan? Mungkin karena ia pernah mencintai Arman dengan sepenuh hati, atau mungkin karena ia masih berharap bahwa suatu hari nanti, suaminya akan kembali menjadi pria yang dulu ia kenal. Tapi harapan itu semakin lama semakin pudar, seperti nyala lilin yang ditiup angin.

"Aku bertahan karena aku masih mengharapkan perubahan, Arman. Aku ingin kita bisa kembali seperti dulu. Tapi, sepertinya kamu sudah tidak peduli lagi," balas Aulia dengan suara lirih, matanya mulai berkaca-kaca.

Arman tidak menjawab. Ia hanya melepas pakaian kerjanya dan melangkah ke kamar mandi. Ketika pintu kamar mandi tertutup, air mata yang sejak tadi ditahan akhirnya mengalir di pipi Aulia. Ia duduk di tepi ranjang, memeluk lututnya. Sakit hati yang selama ini dipendam kini semakin menghimpit dada.

Keesokan paginya, Aulia terbangun sendirian di tempat tidur. Arman sudah pergi bekerja seperti biasa, meninggalkan jejak kehadirannya yang hanya terasa samar. Aulia beranjak ke dapur dan melihat sarapan yang sudah ia siapkan semalam masih utuh. Hatinya kembali tercekat. Betapa ia ingin kehidupan rumah tangganya kembali seperti dulu, namun semua itu terasa begitu jauh dari jangkauan.

Aulia memutuskan untuk menghabiskan hari itu di luar. Ia pergi ke sebuah kafe yang biasa ia kunjungi, berharap segelas kopi panas bisa sedikit menenangkan pikirannya. Ketika ia sedang duduk sendiri di pojokan kafe, seorang wanita tak dikenal menghampirinya.

"Maaf, apakah Anda Aulia, istri Arman?" tanya wanita itu dengan nada sopan namun sedikit gemetar.

Aulia mengerutkan kening, merasa aneh dengan pertanyaan itu. "Ya, saya Aulia. Ada apa, ya?"

Wanita itu menelan ludah sebelum melanjutkan. "Saya... saya Rika. Saya bekerja di kantor yang sama dengan Arman." Ia berhenti sejenak, lalu menunduk. "Saya harus memberitahu sesuatu yang mungkin tidak ingin Anda dengar, tapi saya pikir Anda berhak tahu."

Hati Aulia langsung berdebar kencang. "Apa yang ingin kamu katakan?" tanyanya, mencoba tetap tenang meski hatinya mulai dipenuhi kecemasan.

"Arman... dia... sudah lama berselingkuh dengan rekan kerja kami, seorang wanita bernama Maya. Saya tahu ini sulit, tapi saya pikir Anda perlu mengetahuinya," ucap Rika dengan nada penuh penyesalan.

Kata-kata itu menusuk jantung Aulia seperti sembilu. Dunia seakan berputar di sekelilingnya, dan perasaannya bercampur aduk antara marah, kecewa, dan terluka. Ia menatap Rika dengan tatapan tidak percaya, berharap apa yang baru saja didengarnya hanyalah mimpi buruk yang akan segera berakhir.

"Kenapa kamu memberitahuku?" suara Aulia terdengar bergetar.

Rika menatap Aulia dengan penuh simpati. "Karena saya tidak tahan melihat Anda terus berada dalam kebohongan ini. Anda tidak pantas diperlakukan seperti ini, Aulia."

Aulia meremas kedua tangannya di bawah meja, berusaha menenangkan dirinya. "Terima kasih...," katanya akhirnya. "Terima kasih sudah memberitahuku."

Setelah Rika pergi, Aulia hanya duduk terpaku di kursinya. Kopi yang ada di depannya sudah mendingin, tapi ia tidak peduli. Pikirannya terlalu kalut memikirkan bagaimana ia harus menghadapi kenyataan ini. Pernikahan yang ia kira masih bisa diperbaiki ternyata sudah lama retak tanpa ia sadari.

Malam itu, ketika Arman pulang, Aulia sudah menunggunya di ruang tamu. Kali ini, ia tidak akan tinggal diam. Ia tidak akan membiarkan dirinya terus terjebak dalam hubungan yang penuh kepura-puraan. Jika Arman memilih untuk tidak setia, maka ia harus siap menghadapi konsekuensinya.

Arman masuk dengan langkah gontai, seperti biasa, namun kali ini ada kilatan tekad di mata Aulia. "Arman, kita perlu bicara. Dan kali ini, aku tidak akan menerima alasanmu lagi," ucapnya tegas.

Arman memandang istrinya dengan pandangan yang penuh kebingungan. "Apa lagi sekarang, Aulia? Aku lelah."

"Aku tahu tentang perselingkuhanmu dengan Maya," ucap Aulia langsung, tanpa basa-basi.

Wajah Arman berubah pucat seketika. Kata-kata Aulia bagaikan tamparan yang telak, membuatnya terdiam seribu bahasa. Ia mencoba mencari-cari alasan, namun tidak ada kata yang bisa keluar dari mulutnya.

"Aku mencintaimu, Arman. Tapi kalau kamu tidak lagi mencintaiku, aku tidak akan memaksa. Aku hanya ingin tahu, apa yang sebenarnya kamu inginkan?" suara Aulia bergetar, tapi ada kekuatan di dalamnya yang tidak bisa diabaikan.

Arman terdiam lama, lalu akhirnya berkata dengan suara rendah, "Aulia, maafkan aku..."

Namun, maaf saja tidak cukup untuk menyembuhkan luka yang sudah begitu dalam.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku