Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Beri Aku Kesempatan Kedua

Beri Aku Kesempatan Kedua

Nona Bulan

5.0
Komentar
3.9K
Penayangan
25
Bab

Setelah kematian ayahnya, Ishvara diminta ikut ke kota besar untuk menjalani kehidupan baru. Dikenal sebagai perawan tua yang tak laku-laku, Ishvara dibujuk untuk menikahi seorang laki-laki yang rupanya sudah memiliki kekasih. Bukan tanpa alasan Ishvara mau menyetujui permintaan gila tersebut. Selain karena terpaksa, Ishvara juga sudah dijebak. Ishvara berakhir dalam perangkap mematikan yang selalu membuat hari-harinya penuh dengan air mata. Dalam pandangan Kalandra Ranjaya, Ishvara tidak lebih dari sekedar wanita menjijikkan berpenampilan norak dan membosankan. Sampai suatu ketika, saat Kalandra lengah, benar-benar mengalihkan perhatiannya dari Ishvara, dia baru menyadari sesuatu. Kalandra yang selalu cuek dan enggan ikut campur, mendadak merasakan perasaan aneh saat tahu Ishvara diam-diam memiliki hubungan misterius dengan lelaki lain. Terlebih penampilan Ishvara sudah berubah drastis, Kalandra dibuat tak percaya melihat Ishvara yang bisa berubah menjadi cantik. "Kamu berusaha masuk ketika pintu telah ditutup. Tak ada yang bisa diubah, Kalandra. Dan tidak perlu kamu sesali. Bukankah sejak awal ini hanyalah sandiwara? Usap air matamu, setelah ini kita hanyalah orang asing yang kupastikan tak akan ada pertemuan lagi."

Bab 1 Bujukan Menikah

"Jadi bagaimana, Ishvara?"

Pertanyaan barusan membuat lamunan sang gadis yang duduk berhadapan dengan seorang pria lantas tersentak. Ia tersenyum canggung saat dibujuk untuk ikut pergi dari desa ini oleh Sagara - rekan masa kecilnya dulu.

"A-aku..." Ishvara gugup juga bingung karena ini terlalu mendadak.

Seminggu yang lalu, ayah tercintanya meninggal dunia. Ishvara masih terpukul atas kepergiannya. Tersisa seorang diri saja di rumah tua yang dipandang sekilas nampak seperti kandang sapi. Membuat Sagara yang mengetahuinya jadi prihatin.

Sebagai teman yang sudah lama tidak berjumpa, Sagara menyesal karena baru mengunjungi Ishvara kembali. Banyak kabar yang dirinya dengar mengenai gadis itu di desa ini. Dan yang paling fenomenal adalah julukannya ; perawan tua.

"Aku akan menyediakanmu tempat tinggal. Kamu juga akan diberi pekerjaan. Kalau kamu mau, aku juga bisa membebaskanmu dalam kutukan 'perawan tua' yang sering dilontarkan orang-orang," ujar Sagara kembali, masih berusaha membujuk.

Ishvara yang merasa malu, langsung menundukan kepala. "Aku mungkin bisa ikut. Tapi apa maksudmu dengan membebaskan kutukan? Apa kamu juga berpikir bahwa aku memang sejelek itu sampai-sampai belum ada yang mau meminangku? Seluruh hidupku dihabiskan untuk mengurusi kedua orang tuaku yang sakit-sakitan, mana sempat memikirkan hal seperti itu."

Tampaknya Ishvara salah paham, Sagara jadi tak enak hati. Buru-buru dia menggelengkan kepalanya, bibirnya yang kering ia basahi untuk menyingkirkan rasa gugup.

"Bukan begitu, Ishvara. Maaf kalau ucapanku membuatmu tersinggung. Aku sempat mendengar beberapa kabar yang beredar tentangmu dari orang-orang. Aku di sini hanya mencoba membantumu sebagai teman lama. Tidak ada maksud lain."

Tubuh Sagara sedikit dibungkukkan agar lebih mendekat pada Ishvara yang masih setia menundukkan pandangan. "Kakak sulungku, Kalandra. Kamu tahu dia, 'kan?"

Mencoba mengingat nama itu, Ishvara mengangguk tak yakin. Merasa pernah mendengar nama tersebut, namun tak punya banyak ingatan tentangnya.

"Dia sedikit terjebak masalah sekarang."

Kepala Ishvara mendongak. Menatap Sagara kembali. "Masalah?"

Sagara mengangguk. "Ya, di usianya yang sudah cukup matang dia belum juga menikah. Mungkin kamu sudah tahu sifatnya yang amat dingin dengan ucapannya yang selalu sarkas, sampai sekarang dia masih begitu."

"Lalu kamu ingin aku menikah dengannya, begitu?" tebak Ishvara dengan mimik yang sudah siap akan menolak jika memang itu benar kenyataannya.

"I-iya, jika kamu mau-"

"Aku tidak mau!" Benar saja Ishvara lantas menolak dengan tegas.

"Ugh, tu-tunggu! Dengarkan aku dulu, oke?" Sagara gelagapan, tidak menyangka kalau Ishvara akan menolak secepat itu.

"Dengarkan apa lagi? Aku tidak bisa menikah dengan sembarang orang," tolak Ishvara kembali.

"Hei, apa maksudmu? Bukankah saat kecil dulu kita bertiga selalu bermain bersama? Kau cukup akrab dengan Kalandra. Setelah penampilannya yang sekarang, kau mungkin akan berubah pikiran." Sagara mengeluarkan ponsel miliknya dari dalam saku celana.

Ia menyodorkan sebuah foto pada Ishvara. Seorang pria bernampilan rapih dengan kemeja abu yang digulung sampai siku membentuk lekuk tubuhnya yang gagah perkasa, foto tersebut terpampang jelas dalam layar ponsel tersebut. Tampangnya yang dingin tanpa ekspresi itu membuat Ishvara bergidik.

"Dilihat dari mana pun, dia tidak mungkin cocok denganku. Aku hanyalah gadis kampung yang tidak tahu menahu soal kehidupan di kota besar. Tentu pastinya sudah banyak wanita cantik yang sudah dia temui, kenapa dia tidak mencari wanita lain yang sepadan dengannya?"

Sagara tersenyum sedih, sorot matanya seperti sedang menyembunyikan sesuatu. "Sulit. Rasanya itu mustahil. Kalandra sulit untuk jatuh cinta. Aku tidak mengerti, tapi jika tidak begini maka mungkin dia akan melajang sampai seumur hidupnya."

Tapi belum sempat Ishvara membalas, perhatiannya lebih dulu teralihkan oleh beberapa gerombolan orang-orang yang seperti sengaja berlalu lalang di depan rumah Ishvara, para ibu-ibu rempong itu terus saja berbisik-bisik sambil melayangkan tatapan sinis.

Karena mulai merasa tak nyaman, takut kalau hal ini dijadikan gosip baru oleh warga desa, Ishvara pun memilih untuk berdiri dari kursi. Berniat untuk mengakhiri pembicaraan ini.

"Pulanglah kembali, Sagara. Terima kasih sudah berkunjung untuk menemuiku dan mengucapkan kalimat belasungkawa untuk ayahku. Tapi aku benar-benar tidak bisa. Dengan wanita yang sepadan saja dia tidak mau, bagaimana jika denganku?"

Tubuh Ishvara sudah berbalik. Mengambil ancang-ancang untuk melenggang pergi dari hadapan pria itu.

Sebelum melangkah, Ishvara kembali berucap, "Aku akan tetap di sini. Hidup sendirian lebih baik dari pada berumah tangga dengan seseorang yang tak mencintaiku. Aku juga merasa akan banyak menyulitkanmu jika ikut tinggal di kota."

Sagara beringsut dengan sigap dari tempat duduknya. "Tunggu dulu, Ishvara. Aku serius. Hanya kamu yang bisa menikah dengannya. Kamu tahu kenapa aku segigih ini?"

Baru dua langkah berjalan, Ishvara dibuat berhenti. Baik tubuh atau pun kepalanya tidak menoleh untuk menatap Sagara, namun telinganya akan mendengarkan.

"Ini karena surat wasiat yang ditinggalkan oleh ayahku. Maaf terlambat memberitahu. Tepat di dua tahun lalu, ayah kami meninggal. Khawatir karena kakakku tak kunjung menikah, dalam surat wasiat tertulis jika Kalandra berumur 40 tahun dan masih melajang, akan lebih baik jika dia menikah denganmu," papar Sagara, tak mau menyerah.

"Bohong. Aku tidak percaya!" Entahlah, Ishvara reflek saja saat mengeluarkan perkataan itu.

Apa yang dilontarkan Sagara semakin tak masuk akal. Merasa alasan tentang surat wasiat terlalu klise dan kuno. Ishvara masih belum percaya.

"Sungguh. Kemarilah, akan kutunjukkan padamu." Sagara merogoh sesuatu dari dalam tas yang dibawanya, menyedot perhatian Ishvara yang penasaran.

Sebuah kertas yang dilipat rapih ia serahkan pada gadis itu, biar Ishvara sendiri yang melihat dan membacanya. Mencoba menunjukkan bahwa dirinya sedang tidak bermain-main dan berbohong.

"Cukup sulit untuk mememuimu, Ishvara. Keluargamu pindah ke desa ini tanpa aku tahu. Karena usahaku tidak mau terbuang sia-sia, aku harus memastikan kalau kamu ikut denganku. Kehidupanmu akan kujamin lebih baik dari yang sekarang." Sagara terus mengoceh di saat Ishvara sedang fokus membaca.

"Tapi aku tidak mencintai Kalandra," terang Ishvara setelah membaca surat wasiat tersebut, ekspresinya nampak tidak senang.

"Cinta datang karena terbiasa," sahut Sagara yang masih saja berusaha membujuk.

Ishvara membisu di tempat. Menggigit bibir bawahnya sambil meremat surat wasiat di tangannya. Bingung, rasanya sangat campur aduk.

Sagara berjalan mendekati Ishvara, perlahan menyentuh bahunya. "Sekarang kau ikut saja denganku. Berkemaslah. Hari ini juga kita akan berangkat. Tinggal di desa ini membuatmu sulit, bukan? Karena sekarang orang tuamu sudah tiada dan kamu tinggal sendirian, mengapa kamu sangat sulit membuat keputusan?"

Menunjukkan tatapan gamang, Ishvara bertanya, "Aku takut. Sudah lama kita tidak bertemu dan rasanya ini terlalu mendadak. Apa kamu tidak bisa memberiku sedikit waktu untuk berpikir?"

Kepala Sagara menggeleng tegas. "Aku cukup sibuk untuk mendatangimu dua kali, Ishvara. Aku punya banyak jadwal padat yang tidak bisa aku tinggal. Jika tidak sekarang, maka kesempatan ini tidak akan datang dua kali."

Sebenarnya jika Ishvara diajak untuk tinggal di kota tanpa harus menikah dengan Kalandra, mungkin dirinya tak perlu berpikir sangat lama. Dalam lubuk hati paling dalam, Ishvara memang sudah lama mengidamkan kehidupan di kota.

Tapi jika dirinya menyetujui, bukan hanya kehidupannya yang berubah. Tapi statusnya yang sudah melajang selama 30 tahun ini akan berganti menjadi seorang istri dari pria bernama Kalandra- teman sewaktu dirinya masih kecil.

Menarik nafas dalam-dalam, Ishvara berharap keputusannya ini tidak akan dirinya sesali suatu saat nanti. "Baiklah. Aku berpikir mungkin ini bagian dari jalan hidupku. Menunggu waktu cukup lama untuk melepas masa lajang, aku tidak menyangka aku akan menikahi seseorang di masa lalu."

Sagara langsung mengembangkan senyum antusias, manik berwarna abu gelap miliknya terlihat berbinar. Lalu jarinya menjentik sambil berujar, "Itu yang ingin aku dengar darimu!"

Ishvara terkekeh canggung. "Baiklah, aku akan berkemas sekarang."

"Silakan. Cukup membawa pakaian yang kamu butuhkan, tidak perlu banyak-banyak. Sebab aku yakin kakakku itu tidak akan sungkan membelikan banyak pakaian untuk calon istrinya," balas Sagara dengan membubuhi tawaan singkat.

Menunggu sampai Ishvara masuk ke dalam, kemudian Sagara berjalan sedikit menjauh untuk mengangkat telepon yang terus bergetar sejak tadi.

"Bagaimana? Apa kamu berhasil membujuknya?" tanya sang penelepon dengan tak sabaran.

Sagara tersenyum penuh kemenangan, ekspresinya jauh berbeda dengan apa yang ia tunjukkan pada Ishvara sebelumnya. Persis seperti manusia dengan sifat bermuka dua.

"Tentu saja aku berhasil! Aku akan membawanya padamu hari ini juga."

***

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Nona Bulan

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku