Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
FWB Between Love and Lust

FWB Between Love and Lust

Usagi

5.0
Komentar
2K
Penayangan
24
Bab

Setelah lima tahun menetap di Milan, Satria pikir dia sudah bisa melupakan Syera, ternyata dia salah. Justru saat dia kembali ke tanah air dan berada di tempat-tempat yang dia kunjungi selalu mengingatkan Satria pada gadis itu yang membuatnya kesulitan untuk move on. Sebuah kejadian di malam resepsi pernikahan Bima, Satria terlibat percintaan panas dengan seorang wanita cantik yang tidak dikenalnya dan membawanya ke dalam sebuah hubungan tanpa ikatan yang membuatnya jatuh sedalam-dalamnya pada gadis misterius itu.

Bab 1 1. Welcome Home Satria

Siang itu seorang pria berjalan dengan langkah tegap sembari menyeret kopernya menuju pintu kedatangan di bandara internasional Soekarno-Hatta. Di balik kaca mata hitamnya, matanya mulai memindai ruangan luas yang saat ini dipenuhi oleh pengunjung yang datang untuk menjemput teman, kerabat, atau kekasihnya.

“Satria!”

Pria itu menoleh ke arah suara teriakan yang memanggil namanya. Sudut bibirnya terangkat naik membentuk sebuah senyuman tatkala dia melihat seorang yang sangat dikenalnya.

“Akhirnya Lo balik juga!” seru pria yang tadi meneriakinya ketika mereka sudah berdiri saling berhadapan.

Keduanya pun saling berpelukan erat selama beberapa detik lalu mereka mengurai dekapan. Setelah lima tahun, dan akhirnya mereka bisa kembali bertemu, mungkin hubungan mereka saat ini sudah membaik dan tidak ada lagi gesekan yang memicu terjadinya pertengkaran atau pun kecemburuan di antara kakak beradik itu.

Satria melepas kaca mata hitamnya dan memindai sang adik dengan tatapan menyelidik.

“Gue gak nyangka kalau Lo bakal nikah duluan, Bim,” ujarnya.

Bima tertawa tanpa suara. Dia sendiri pun tidak menyangka kalau harus melangkahi kakaknya untuk menikah lebih dulu.

“Sorry, semua terjadi karena kecelakaan,” katanya enteng disertai dengan tawa tertahan.

“Gue tahu lo bukan ahlinya!”

“Brengsek lo!” umpatnya pada sang kakak.

Satria tertawa lepas. Dia sangat mengenal Bima, kalau adiknya itu sangat berbeda dengan dirinya. Bima lebih pendiam dan tidak suka dengan dunia bebas. Oleh sebab itu, dia terkejut ketika satu bulan lalu adiknya mengabari akan segera menikah karena sang kekasih sudah kadung mengandung anaknya. Satria yang memang sudah berniat kembali ke Indonesia pun mengurus segala keperluannya untuk pulang dan menyelesaikan urusannya di sana.

Bima melajukan kendaraannya meninggalkan area parkir bandara menuju apartemen kakaknya. Satria sudah mengatakan sejak awal kepulangan kalau dia tidak akan kembali ke rumah orang tua mereka. Dia masih kesal dengan ibunya, dan belum ingin menemuinya meski telah lewat lima tahun lamanya. Kabar kepulangannya ke tanah air pun sudah diketahui oleh seluruh keluarganya. Akan tetapi Satria tetaplah Satria, pria yang sangat keras kepala dan pembangkang.

“Apa rencana lo setelah pulang?” tanya Bima melirik ke arah sang kakak yang tengah duduk memejamkan mata di kursi sebelahnya.

“Hm?” Satria bergumam. Dia sedikit mengalami jetlag setelah kurang lebih lima belas jam berada di pesawat.

Satria menggerakan tubuhnya menjadi tegak dan membuang napas panjang.

“Gue akan buka cafe and restoran baru,” katanya memberitahu dan membuat Bima terkejut.

“Cafe lama lo gimana?”

“Ya, gak gimana-gimana. Cafe itu bakal di urus sama Rio, dia udah lama jadi orang kepercayaan gue dan selama dia ambil alih semua berjalan lancar. Di tambah cafe itu juga ...”

Cafe yang sudah banyak meninggalkan kesan manis untuknya. Tentang Syera dan cinta mereka. Satria mengembuskan napas pendek mengingat semua itu.

“Move on, Sat. Dia udah bahagia, sekarang giliran lo yang cari kebahagiaan lo sendiri!”

Satria tidak menyahut ucapan Bima dan memilih menatap jalanan di depan mereka. Sampai mereka tiba di apartemen pria itu, tidak ada lagi pembahasan yang keluar dari bibir keduanya.

“Welcome home, Satria!” ucap Bima seraya membuka pintu apartemen kakaknya.

Selama Satria berada di Milan, Bima yang dengan baik hati menyewa cleaning service untuk mengurus apartemen ini. Dia bahkan sempat ingin menyewakan apartemen ini pada temannya, tetapi langsung mendapat larangan dari Satria. Entah apa alasannya.

“Thanks, Bim. Baiknya lo pulang gue mau tidur," usir pria itu pada adiknya.

Bima berdecak mendengar usiran kakaknya.

“Acaranya lusa, Sat, jangan sampe gue ingetin lagi," katanya mengingatkan.

“Oke!”

Bima pun berjalan ke arah pintu dan hendak keluar, kemudian dia ingat sesuatu.

“Sat, jangan lupa hubungi Mama dan papa, mereka sudah menunggu.”

“Ya!”

Sosok Bima pun menghilang dibalik pintu apartemennya yang tertutup. Satria membuka tirai jendela dan seketika cahaya siang menerobos masuk ke ruangan apartemen miliknya. Pria itu berjalan ke arah kamar dan memindai isi di dalamnya. Semua masih tampak sama, tidak ada yang berubah sama sekali.

Matanya menatap lama pada ranjang tidurnya. Bayangan lima tahun lalu di mana dia dan gadis itu menghabiskan malam bersama berbagi peluh di atas ranjang itu kembali menyergapnya. Suara erangan dan desahannya masih sangat terdengar merdu di telinganya. Satria memejamkan matanya.

“Brengsek!” umpatnya pada dirinya sendiri. Setelah lima tahun dan semua sia-sia.

Satria memilih melangkah ke dalam kamar mandi dan membersihkan dirinya.

***

“Abang sudah pulang, kenapa mama gak suruh ke sini?” tanya Meira yang saat ini sedang bersama ibunya menikmati tayangan televisi di depannya.

Karina menoleh ke arah putri bungsunya.

“Kenapa kamu gak tanya aja sama abang kamu sendiri," balas Karina dengan nada datar.

Meira memutar bola matanya malas. Kemudian dia mengeluarkan ponselnya dan menghubungi kakak sulungnya. Namun, panggilannya tidak tersambung. Meira pun memilih menghubungi Bima, kakak nomor duanya dan langsung tersambung.

“Abang, sudah jemput Bang Sat?” tanyanya pada sang kakak.

“Sudah, kenapa?”

“Gak ke rumah? Kenapa aku telepon gak tersambung ya?” tanyanya lagi.

“Dia belum beli nomor baru. Nanti Abang kirim ke sana.”

“Oh, oke.”

Meira mematikan panggilan teleponnya dan mendapat lirikan dari sang ibu.

“Apa kata Bima?” tanya Karina yang penasaran juga.

“Gak ada apa-apa, Bima cuma bilang kalau dia udah jemput Abang.”

Karina hanya memandang putri bungsunya dengan tatapan yang sangat berbeda.

“Udah, ah! Mei mau ke cafenya Abang, pasti dia ke sana nanti. Satu-satunya tempat yang akan dia datangi pertama kali!” tebak gadis itu yakin.

Meira sudah berdiri dari duduknya dan hendak meninggalkan ruangan itu.

“Mei!” panggil Karina.

Meira menoleh ke ibunya dan menaikan alis seolah bertanya.

“Ajak Abang mu pulang. Katakan Mama sangat merindukannya.”

Meira menghela napas pendek lalu mengangguk.

***

Satria baru saja sampai di cafe miliknya, dia melangkah masuk ke dalam dan memindai ruangan yang sedikit berbeda. Sebelum melakukan renovasi ulang satu tahun yang lalu, Ario meminta izinnya terlebih dahulu, mengatakan mereka membuat beberapa perbaikan di ruangan. Dan, hasilnya dia sangat menyukainya. Membuat cafe ini lebih hidup.

“Satria!” Ario lantas keluar dari meja konter dan langsung berlari ke arahnya.

Keduanya saling berjabatan tangan ala pria. Beberapa pegawai lainnya pun ikut bersalaman dengan Satria menyadari kalau owner mereka sudah kembali setelah lima tahun menetap di luar negeri.

Satria memilih mengambil duduk di bar stool dan meminta di layani. Ario membuatkan pria itu minuman racikannya. Mereka mengobrol santai dan belum membahas tentang pekerjaan.

“Abang!”

Satria tidak menoleh ke arah belakangnya ketika mendengar suara teriakan itu. Dia sangat mengenal siapa pemilik suara tersebut.

“Adek lo, Sat!” tunjuk Ario ke arah belakangnya.

Satria hanya bergumam dan menyesap minumannya.

Pria itu merasakan punggung belakangnya ditubruk dan sepasang lengan melingkar pada tubuhnya.

“Kangen ...,” ucap suara itu dengan nada manja di balik punggungnya.

Satria hanya tersenyum mendapat perlakuan seperti itu dari adik bungsunya yang masih saja belum berubah sejak dulu bila seda

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Buku lain oleh Usagi

Selebihnya
Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku