PERHIASAN TERKUTUK

PERHIASAN TERKUTUK

Endah Wahyuningtyas

5.0
Komentar
1.3K
Penayangan
27
Bab

Satu persatu orang yang memulasara jenazah Budhe Sastro dihantui oleh hantu Budhe Sastro, bahkan sampai ada yang menjadi gila dan meninggal. Ah, sebenarnya kenapa Budhe Sastro menghantui mereka? Apakah mereka bersalah kepada Budhe Sastro?

Bab 1 Bagian 1 : Sebuah Permulaan

Bu RT menyeka keringat di dahinya. Kain kafan itu sudah tidak bisa dipanjangkan lagi. Bu Nur memperhatikan dengan seksama ketika Bu RT sedang berfikir bagaimana caranya memanjangkan kain kafan itu.

"Waduh, bagaimana ini?" tanya Bu Sas kebingungan.

Malam dingin terasa panas di ruangan sempit tertutup itu.

Bu RT, Bu Nur, Bu Sas dan Mbak Tum hendak mengkafani jenazah budhe Sastro yang meninggal tadi sore. Tetapi entah kenapa kain kafan yang hendak mereka gunakan jadi seperti kurang panjang, padahal mereka menggunakan kain yang sudah disediakan oleh RT dan sudah diukur dengan teliti.

Mbak Tum menelan ludah. Dari empat orang di ruangan itu, Mbak Tum lah yang mengenal Budhe Sastro luar dalam. Dia tahu pasti seperti apa keseharian Budhe Sastro.

"Gimana, Tum?" tanya Bu RT.

Mbak Tum menggelengkan kepalanya.

"Saya nggak tahu, Bu RT. Biasanya gimana?" Dia malah balik bertanya.

Mereka berempat berpandang-pandangan. Mereka harus bekerja cepat karena sebentar lagi jenazah Budhe Sastro hendak dimakamkan.

"Ya sudah, begini saja," kata Bu Nur memecah kesunyian, "kain mori, kan bisa ditarik biar agak molor, kita tarik ujungnya sampai ujungnya bertambah panjangnya. Kalau nanti belum berhasil kita harus minta bantuan Pak Modin," kata Bu Nur, suaranya terdengar tidak yakin.

Mereka sepakat dan melakukan apa yang diperintahkan Bu Nur, dan berharap semoga berhasil sehingga tidak ada orang lain yang tahu kejadian ini. Karena mereka tahu setiap ada kejadian aneh pada orang yang meninggal pasti menjadi gosip di kampung mereka yang masih kolot dan penuh kepercayaan mistis ini. Untunglah usaha mereka berhasil, walaupun terlihat agak aneh, tapi mereka berhasil mengkafani budhe Sastro juga. Sekilas tidak terlihat keanehan itu, kalau benar-benar diperhatikan bagian bawah kafan itu sangat pendek. Mereka berharap tidak ada yang memperhatikan kejanggalan itu.

*

Pagi itu tidak seperti biasanya. Tukang sayur di depan rumah Bu Sas terlihat ramai sekali dikelilingi ibu-ibu. Bu Sas melongok dari dalam pagar rumahnya. Ada apa gerangan kok ramai sekali. Dengan rasa penasaran dia segera bergabung.

"La, ini ada Bu Sas!" kata Bu Wiwik dengan penuh semangat.

"Ada apa, Jeng? Kok pagi-pagi sudah heboh?" tanya Bu Sas keheranan.

"Wah, Bu Sas ini ketinggalan berita. Tadi malam ada kehebohan," kata Bu Wiwik yang ditanggapi dengan persetujuan ibu-ibu yang lain.

Bu Sas keheranan.

"Heboh apa, sih?" tanyanya, dia benar-benar penasaran.

"Tadi malam Bu RT dikeloni Budhe Sastro!" jawab Bu Wiwik penuh kemenangan.

Ibu-ibu yang mengelilingi tukang sayur langsung bergidik, termasuk Bu Sas.

"Dikeloni?" tanya Bu Sas dengan kebingungan.

"Iya, bu. Dikeloni. Dikira guling sama Bu RT, ternyata pocongnya Budhe Sastro. Bu RT langsung teriak-teriak heboh. Bener-bener satu RT heboh semua. Emang Bu Sas nggak denger?" cerita Bu Wiwik berapi-api. Bu Sas menggelengkan kepalanya. Diam-diam dia merasa ada rasa dingin yang merayapi punggungnya. Dia gemetar. Pandangannya kosong tidak memperhatikan cerita Bu Wiwik lagi.

*

Tum bernama lengkap Tumini. Seorang wanita bersuamikan buruh pabrik di kota besar sana. Sehari-hari dia sendirian di rumahnya karena belum memiliki momongan. Dia pernah dua kali hamil dan melahirkan, sayangnya kedua anaknya itu sudah terlebih dahulu dipanggil Tuhan. Dulu Budhe Sastro kasihan dengan Tumini. Dia menawari Tumini untuk bekerja bersih-bersih rumah dan menemaninya.

Tumini yang biasa dipanggil Tum setuju, karena dia merasa perlu perubahan.

Setahun, dua tahun semua berjalan normal. Tapi pada tahun ketiga ada sedikit kejanggalan pada diri Budhe Sastro. Menurut Tum, Budhe Sastro seperti terlihat lebih sehat dan seperti lebih cantik. Tetapi Tum menyimpan itu semua dalam hati. Dia tidak banyak berkomentar. Dia tahu dia hanya teman kesepian Budhe Sastro.

Dan kemudian pada suatu sore Budhe Sastro meninggal mendadak.

Siang sebelum meninggal Budhe Sastro berpesan kepada Tum agar dimasakkan sayur lodeh dan sambal bawang. Dan tidak seperti biasanya, budhe Sastro meminta Tum untuk membuatkan kopi pahit untuknya. Dua gelas lagi!

Setelah semua siap, Tum diminta pulang dan kembali sorenya untuk menyetrika baju. Tum patuh melaksanakan semua kehendak Budhe Sastro. Tetapi sore itu, sebelum Tum datang sudah terdengar pengumuman Budhe Sastro meninggal.

Apakah Tum sedih?

Iya, ada sedikit rasa sedih teman sepinya itu kini telah pergi. Tapi sebagai seorang yang terbiasa efektif dalam bekerja dia mengesampingkan semua emosi itu. Dia sudah terbiasa menunda menangis untuk nanti. Sekarang saatnya menolong Budhe Sastro untuk yang terakhir kalinya.

*

Pintu kamar mandi Tum diketuk dari luar.

"Tum... Tum..." Tumini yang sedang mandi menghentikan kegiatannya.

"Ya, siapa?" tanyanya mematikan air keran.

"Masih lama nggak, Tum?"

Tumini bersungut-sungut, pasti Mbak Dilah tetangga sebelahnya, yang kadang menumpang kamar mandinya yang memang berada di luar rumah.

"Bentar lagi, Mbak lagi mandi."

"Oh, ya udah. Kalau udah selesai aku dibuatin kopi pahit, ya. Aku mau tiduran dulu."

Di dalam kamar mandi Tumini terhenyak. Kok, seperti suara Budhe Sastro. Apa iya Mbak Dilah minta dibuatin kopi? Bulu kuduk Tumini meremang.

*

Bu Nur membuat kopi seperti biasa untuk suaminya. Suaminya sedang sibuk memandikan burung kesayangannya. Bu Nur melengos melihatnya. Bu Nur masuk lagi ke dapur.

"Eh, siapa itu?" Teriak Bu Nur ketika melihat kelebat bayangan ke luar dari dapurnya.

Bu Nur mengejarnya. Pasti kucing garong lagi. Di luar sepi tidak ada tumbuhan atau daun yang bergoyang karena ada hewan atau manusia yang lari. Bu Nur masih penasaran dan melihat berkeliling. Hanya ada pohon-pohon yang cukup tinggi karena kekurangan cahaya matahari. Selebihnya semua normal seperti biasa. Sepi. Bu Nur masih penasaran. Apa iya, ada orang yang masuk ke rumahnya, ya?

"Lagi apa, Nur?"

Langkah Bu Nur terhenti. Dia tidak berani menoleh. Bulu kuduknya meremang, karena dia tahu pasti ada yang tidak beres. Rumah tetangganya berjarak hampir lima ratus dari rumahnya. Rumah mereka dibatasi kebun dan tanah kosong yang terbengkalai. Jarang sekali mereka saling berkunjung.

Dan tiba-tiba dia mendengar suara itu. Tanpa ragu Bu Nur langsung mengambil langkah seribu. Entah kenapa dia tahu yang memanggilnya itu adalah Budhe Sastro atau arwahnya.

*

Entah kenapa Bu RT selalu dicekam ketakutan. Entah siang entah malam dia selalu merasa merinding sejak kejadian memeluk pocong Budhe Sastro itu. Mengingat wujudnya, mengingat baunya, dia menggigil ketakutan. Bu RT langsung ke luar rumah. Mencari panas matahari sambil mencari teman agar tidak sendirian. Anehnya pagi itu rasanya lebih sepi dari biasanya. Biasanya ada orang lalau lalang, atau ada anak-anak berlarian ke sana kemari. Kali ini terasa sepi.

Bu RT bergidik ngeri.

Akhirnya dia memutuskan untuk pergi ke musholla saja. Dia memutuskan untuk sholat Dhuha dan membaca al Quran agar hatinya tenang. Dia berwudhu dan masuk musholla, menunaikan sholat dhuha dua rakaat dan berdzikir, memohon agar diberi perlindungan kepada Allah. Suasana musholla yang sejuk dan sunyi membuat Bu RT tenang dan merasa geli sendiri kenapa mesti takut siang-siang begini.

Tiba-tiba ada orang yang duduk di sampingnya dan menowel tangannya.

"Bu RT, minta bantuannya. Mbok nitip pesen buat si Sas biar minta maaf sama saya, saya sedih, lo!" kata orang itu seperti hendak menangis.

Bu RT menoleh. Menelan ludah. Dan langsung pingsan.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Endah Wahyuningtyas

Selebihnya

Buku serupa

Dilema Cinta Penuh Nikmat

Dilema Cinta Penuh Nikmat

Juliana
5.0

21+ Dia lupa siapa dirinya, dia lupa siapa pria ini dan bahkan statusnya sebagai calon istri pria lain, yang dia tahu ialah inilah momen yang paling dia tunggu dan idamkan selama ini, bisa berduaan dan bercinta dengan pria yang sangat dia kagumi dan sayangi. Matanya semakin tenggelam saat lidah nakal itu bermain di lembah basah dan bukit berhutam rimba hitam, yang bau khasnya selalu membuat pria mabuk dan lupa diri, seperti yang dirasakan oleh Aslan saat lidahnya bermain di parit kemerahan yang kontras sekali dengan kulit putihnya, dan rambut hitammnya yang menghiasi keseluruhan bukit indah vagina sang gadis. Tekanan ke kepalanya Aslan diiringi rintihan kencang memenuhi kamar, menandakan orgasme pertama dirinya tanpa dia bisa tahan, akibat nakalnya lidah sang predator yang dari tadi bukan hanya menjilat puncak dadanya, tapi juga perut mulusnya dan bahkan pangkal pahanya yang indah dan sangat rentan jika disentuh oleh lidah pria itu. Remasan dan sentuhan lembut tangan Endah ke urat kejantanan sang pria yang sudah kencang dan siap untuk beradu, diiringi ciuman dan kecupan bibir mereka yang turun dan naik saling menyapa, seakan tidak ingin terlepaskan dari bibir pasangannya. Paha yang putih mulus dan ada bulu-bulu halus indah menghiasi membuat siapapun pria yang melihat sulit untuk tidak memlingkan wajah memandang keindahan itu. Ciuman dan cumbuan ke sang pejantan seperti isyarat darinya untuk segera melanjutkan pertandingan ini. Kini kedua pahanya terbuka lebar, gairahnya yang sempat dihempaskan ke pulau kenikmatan oleh sapuan lidah Aslan, kini kembali berkobar, dan seakan meminta untuk segera dituntaskan dengan sebuah ritual indah yang dia pasrahkan hari ini untuk sang pujaan hatinya. Pejaman mata, rintihan kecil serta pekikan tanda kaget membuat Aslan sangat berhati hati dalam bermanuver diatas tubuh Endah yang sudah pasrah. Dia tahu menghadapi wanita tanpa pengalaman ini, haruslah sedikit lebih sabar. "sakit....???"

Penipuan Lima Tahun, Pembalasan Seumur Hidup

Penipuan Lima Tahun, Pembalasan Seumur Hidup

Gavin
5.0

Aku adalah Alina Wijaya, pewaris tunggal keluarga Wijaya yang telah lama hilang, akhirnya kembali ke rumah setelah masa kecilku kuhabiskan di panti asuhan. Orang tuaku memujaku, suamiku menyayangiku, dan wanita yang mencoba menghancurkan hidupku, Kiara Anindita, dikurung di fasilitas rehabilitasi mental. Aku aman. Aku dicintai. Di hari ulang tahunku, aku memutuskan untuk memberi kejutan pada suamiku, Bram, di kantornya. Tapi dia tidak ada di sana. Aku menemukannya di sebuah galeri seni pribadi di seberang kota. Dia bersama Kiara. Dia tidak berada di fasilitas rehabilitasi. Dia tampak bersinar, tertawa saat berdiri di samping suamiku dan putra mereka yang berusia lima tahun. Aku mengintip dari balik kaca saat Bram menciumnya, sebuah gestur mesra yang familier, yang baru pagi tadi ia lakukan padaku. Aku merayap mendekat dan tak sengaja mendengar percakapan mereka. Permintaan ulang tahunku untuk pergi ke Dunia Fantasi ditolak karena dia sudah menjanjikan seluruh taman hiburan itu untuk putra mereka—yang hari ulang tahunnya sama denganku. "Dia begitu bersyukur punya keluarga, dia akan percaya apa pun yang kita katakan," kata Bram, suaranya dipenuhi kekejaman yang membuat napasku tercekat. "Hampir menyedihkan." Seluruh realitasku—orang tua penyayang yang mendanai kehidupan rahasia ini, suamiku yang setia—ternyata adalah kebohongan selama lima tahun. Aku hanyalah orang bodoh yang mereka pajang di atas panggung. Ponselku bergetar. Sebuah pesan dari Bram, dikirim saat dia sedang berdiri bersama keluarga aslinya. "Baru selesai rapat. Capek banget. Aku kangen kamu." Kebohongan santai itu adalah pukulan telak terakhir. Mereka pikir aku adalah anak yatim piatu menyedihkan dan penurut yang bisa mereka kendalikan. Mereka akan segera tahu betapa salahnya mereka.

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku