Viona, terpaksa harus membawa Hans ke rumahnya dan tinggal bersama karena pria itu ternyata tak tahu tentang posisinya sendiri seolah lupa diri. Namun, tak disangka - sangka kalau ternyata Hans memiliki kebiasaan buruk setiap tengah malam. Sehingga membuat Viona harus melayani Hans layaknya seorang istri. Lama - kelamaan, jati diri Hans terbuka. Ternyata Hans adalah salah satu anak dari pemilik perusahaan IT terbesar di dunia dan seorang tokoh buronan agen CIA karena Hans adalah orang yang berbahaya. Lalu bagaimanakah kelanjutan kisah Viona dan Hans? Akankah Hans bertanggung jawab atas apa yang sudah terjadi pada Viona yang rela mengorbankan keperawanannya demi Hans?
"Jangan lari kau! Dasar bedebah!"
Hans terus berlari kencang meski dia tak tahu sebenarnya sudah ada di mana. Sambil melepas pakaiannya dan membuangnya ke semak – semak, dia terus mencoba mencari jalan keluar agar orang – orang itu tidak bisa menangkapnya.
Sampai akhirnya dia melihat sebuah mobil yang terparkir sembarangan di pinggir jalan dan ada beberapa alat bengkel di samping mobil itu. Tanpa pikir panjang, tentu dia memanfaatkan kesempatan itu dengan memasukkan sebagian tubuhnya ke bagian bawah mobil.
Ya, dia berpura – pura menjadi tukang bengkel.
"Permisi, Tuan. Apa Anda melihat seorang laki – laki berlari ke arah sini?" tanya seseorang pada Hans.
"Maaf sekali, Pak. Saya sudah sejak tadi seperti ini. Jadi tidak melihat siapa pun." Hans menjawab dengan santai.
"Kalau begitu, terima kasih."
"Sama - sama."
Hans keluar setelah memastikan kalau orang - orang yang mengejarnya itu sudah benar - benar pergi.
Dia menghembuskan nafasnya panjang merasa lega. Sudah cukup jauh dan lama dia terus berlari hingga kakinya mulai merasakan sakit.
Diambilnya dan dibakarnya sebuah putung rokok. Dia masih menyandarkan tubuhnya di mobil entah milik siapa itu. Yang pasti, dia perlu berterima kasih dengan pemiliknya.
"Hei, ini mobilku," ucap seseorang yang tiba - tiba datang. "Apa kau pencuri?" lanjutnya.
Hans menoleh dengan wajah tajamnya. Ternyata seorang wanita berambut panjang mengenakan jaket hitam sambil membawa sebuah kantong kresek hitam di tangannya.
"Bisa - bisanya kau menuduhku seperti itu," balas Hans melangkahkan kakinya mendekat pada wanita muda itu.
"Aku bertanya. Jika memang bukan pencuri, kau hanya perlu menjawabnya bukan?"
Nada bicaranya benar - benar datar. Wajahnya juga tak menunjukkan ekspresi apa pun membuat Hans sedikit kesal sebenarnya. Tapi tetap saja, mobil itu sudah menolongnya.
Wanita itu merapikan alat - alat bengkelnya kemudian memasukkannya ke dalam bagasi mobil mengabaikan Hans yang masih berdiri di sana.
"Minggir," kilah wanita itu.
"Maaf, ini akan sangat lancang. Tapi, bisa tolong kasih tahu aku ini di mana? Dan tolong jangan bersikap terlalu dingin seperti itu." Hans menghentikan cewek itu agar tidak masuk ke mobil.
"Aku tidak ada urusan denganmu."
"Hei, tolonglah. Aku benar - benar tersesat."
Wanita itu sama sekali tak mengindahkan. Dia masuk ke mobilnya dan mulai menyalakan mesin mobil bersiap untuk melaju.
Hans langsung berdiri di depan mobil sambil merentangkan kedua tangannya lebar - lebar. Benar - benar berusaha mencari bantuan dari wanita itu.
Lagipula, jika bukan wanita itu, siapa lagi yang bisa dia mintai pertolongan di tempat seperti itu.
"Aku yakin dia masih di sekitar sini."
Hans melotot mendengar suara itu. Itu adalah suara orang - orang yang mengejarnya.
Seketika dia langsung mengetuk - ketuk kaca mobil wanita itu sambil berteriak memohon. Dia sangat berharap kalau orang - orang itu tidak sampai menangkapnya. Sayangnya, tak ada reaksi apa pun dari cewek itu.
Bahkan, mobil mulai bergerak maju dan menjauh.
Hans langsung melompat ke selokan dan bersembunyi di sana. Dengan penuh rasa khawatir akan tertangkap. Baginya, tidak masalah kalaupun akhirnya dia akan tetap berada di daerah tak kenal itu.
Tapi, setidaknya dia selamat dulu dari orang - orang yang mengejarnya.
"Permisi, kalian mencari apa?"
Hans mendengar suara wanita muda itu lagi. Dengan hati - hati, dia mengintip dan benar saja. Mobil wanita itu kembali mundur dan bertanya pada wanita itu.
Masalahnya, wanita itu orang asing. Jadi, bisa saja Wanita itu mengatakan di mana keberadaan Hans.
"Kami mencari seorang pria tinggi, bola matanya sedikit berwarna kelabu," jawab salah seorang pengejar Hans.
"Ah, aku melihatnya berlari ke ujung jalan ini. Kalian bisa mencarinya ke sana." Wanita itu berbohong untuk Hans?
Benarkah? Hans bahkan sempai menganga mendengar kebohongan itu. Maksudnya, dia sudah mencoba mempersiapkan diri kalaupun pada akhirnya dia tertangkap karena wanita itu memberi tahu keberadaannya.
Tapi ternyata dia salah. Wanita itu ternyata malah menyelamatkannya bahkan rela berbohong. Padahal jelas, dia melihat Hans melompat ke selokan tadi.
"Aku akan memberimu tumpangan sampai depan. Kau bisa menolaknya," kata wanita itu.
Hans langsung melompat keluar dan masuk ke mobil wanita itu dengan rasa lega.
"Terima kasih. Siapa namamu?" tanya Hans.
"Apa itu penting?"
"Barangkali kita berjodoh."
"Aku tidak suka pria buronan."
Hans menyeringai kecil, "Kau itu sadis sekali."
"Aku Viona."
Hans mengangguk mengerti. Namanya indah. Dan lagi, sepertinya Viona bukan wanita yang buruk. Faktanya, dia benar - benar mau memberi tumpangan pada Hans.
Mobil terhenti di jalanan yang sudah cukup ramai, "Turun. Aku hanya menerima tumpangan sampai sini."
"Apa aku boleh menumpang di rumahmu? Setidaknya dua atau tiga hari?"
"Hah?! Tentu saja tidak. Selain aku tidak memiliki kamar lebih, aku bukan orang kaya. Jadi -"
Hans menyodorkan beberapa lembar uang kepada Viona. Membuat Viona terkejut karena itu bukan uang Indonesia. Itu seperti uang dari luar negri.
Dia menerimanya dan memperhatikan dengan seksama. Benar itu bukan rupiah melainkan euro. Uang dari eropa.
"Kau cukup kaya ternyata," gumam Viona.
"Itu uang terakhirku kurasa."
"Baiklah. Tetap saja, kau memiliki aturan selama tinggal di rumahku."
Hans mengangguk setuju. Ya, tidak masalah dengan peraturan. Rasanya aman saja dia bisa memiliki tempat tujuan untuk rasa amannya selama di sana. Entah kenapa, sejak ke Indonesia dia mendapatkan begitu banyak masalah.
Dia bahkan tidak tahu di mana tempat tinggal saudaranya.
"Uang itu cukup banyak. Aku bisa mendapat semua fasilitas yang ada 'kan?" tanya Hans memastikan.
"Tentu."
"Termasuk kebutuhan malamku?" [ ]