Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
ALUR CINTA TIAN DAN ARLYN

ALUR CINTA TIAN DAN ARLYN

lyns_marlyn

5.0
Komentar
1.2K
Penayangan
45
Bab

Love is true, Do you believe that? Only people who have a heart, who know what true love means. "Jika kamu terlahir kembali ke dunia fana ini, apa yang paling kamu inginkan?" tanya seorang pria tersenyum manis menatap lekat wajah gadis berponi yang ada di depannya. "Aku?" "Iya. Apa yang kamu inginkan Arlyn?" Dengan tersenyum manis, Arlyn mengelus lembut pipi kekasih yang sangat dicintainya. "Hanya satu keinginanku." "Apa?" "Jika terlahir kembali, aku hanya menginginkan jatuh cinta kepadamu lagi, lagi dan lagi," jawab Arlyn tersipu malu. Cinta yang begitu indah, Cinta yang begitu sempurna, Cinta yang begitu menggelora, Mampukah seorang Bastian Pisceso dan Arlyna Virgolin menghadapi setiap badai dalam mengarungi kisah cinta mereka? Karena Cinta tidak seindah yang kita bayangkan. Karena Cinta tidak selalu mudah untuk didapatkan.

Bab 1 ARLYNA VIRGOLIN

Suara langkah kaki terdengar berirama ketika seorang gadis berambut panjang menyusuri lantai lorong yang nampak lengang. "Ke mana orang-orang? Biasanya di sini menjadi ajang tempat nongkrong, tapi sekarang tak ada satupun batang hidungnya yang terlihat."

Langkah kakinya berhenti ketika mendengar suara cempreng memanggilnya dari belakang. "Arlyn! Arlyn! Woi ... Arlyna!"

"Silvi."

"Kamu baru datang?" tanya Silvi dengan napas tidak beraturan berdiri depan Arlyn.

"Iya," jawab Arlyn.

Silvi mengatur napasnya. "Pasti kamu tidak tahu dengan apa yang terjadi di kampus kita pagi ini?"

Arlyn menggelengkan kepalanya pelan. "Bagaimana aku bisa tahu? Baru juga datang."

Silvi menarik tangan Arlyn. "Ayo, ikut denganku!"

"Eh, ada apa ini?!" Arlyn kaget, Silvi menarik tangannya kemudian mengajaknya berlari. "Aduh, ada apa sih kamu ini?! Nanti bukuku jatuh."

Silvi berhenti lalu mengambil buku yang ada di tangan Arlyn. "Sini bukumu! Biar aku yang bawa."

"Ada apa sih?!" Arlyn bingung dengan tingkah Silvi tidak seperti biasanya.

"Nanti juga kamu tahu. Ayo!" Silvi kembali menarik tangan Arlyn.

Mau tidak mau, Arlyn mengikuti langkah Silvi yang begitu tergesa-gesa.

Sampai di depan halaman ruang perpustakaan, nampak beberapa mahasiswa sedang berdiri berkerumun. Arlyn mengernyitkan alisnya, semakin bingung dengan apa yang terjadi.

Silvi menyeruak masuk ke dalam kerumunan mahasiswa agar bisa melihat dengan jelas apa yang sebenarnya terjadi tanpa melepaskan pegangan tangannya dari tangan Arlyn. "Minggir, minggir. Air panas, air panas. Minggir!"

Arlyn tertegun ketika melihat apa yang terjadi di depannya. "Apa itu?"

Silvi menutup bibir dengan kedua tangannya. "Ya Tuhan."

Di depan Arlyn dan Silvi nampak seorang mahasiswi dalam kondisi pingsan sedang diberikan pertolongan oleh beberapa rekan sesama mahasiswa dan juga dosen.

Arlyn melihat orang yang disampingnya. "Kenapa dia Sisi?"

"Tadi dia jatuh dari lantai dua, katanya sih terpeleset," jawab Sisi.

"Jatuh dari lantai dua? OMG." Silvi terkaget. "Tapi yang aku dengar dari si Doni katanya dia bukan jatuh, tapi memang sengaja lompat. Katanya baru bertengkar dengan cowoknya."

"Hush! Jangan sembarangan bicara," tegur Arlyn menyenggol lengan Silvi. "Nanti jadi fitnah!"

Arlyn dan beberapa mahasiswa yang lain hanya bisa menonton tanpa bisa menolong, karena mahasiswi yang jatuh itu pingsan dan juga nampak kakinya ada yang patah. Jika salah menolong, takutnya malah akan semakin memperburuk kakinya yang patah.

"Kita ke kantin," ajak Silvi setelah semuanya selesai dan membubarkan diri.

"Ngapain?" tanya Arlyn dengan polosnya mengambil buku dari tangan Silvi.

"Berenang!"

"Hah?" Arlyn melihat Silvi bingung.

Silvi menoyor kepala Arlyn pelan. "Bodoh banget! Ke kantin kalau tidak makan atau minum terus ngapain lagi?"

"He-he-he." Arlyn terkekeh setelah menyadari kebodohannya.

"Aku belum sarapan, Naga-naga kecil di dalam perutku yang mungil ini dari tadi bernyanyi terus menerus." Silvi mengelus perutnya.

"Bukan Naga kecil itu mah, tapi Dinosaurus! Sudah sarapan atau belum, perutmu selalu lapar." Ledek Arlyn.

"He-he-he."

Di kantin banyak mahasiswa sedang makan, hampir semua meja terisi penuh. Silvi dan Arlyn kebagian meja yang berada ditengah-tengah.

"Aku pesan makanan ya. Kamu mau makan apa?" tanya Silvi menaruh tasnya di meja.

"Pancake sama susu coklat," jawab Arlyn.

"Ok! Tunggu di sini, biar aku yang traktir." Silvi segera pergi untuk memesan makanan.

Arlyn mengedarkan pandangannya ke sekeliling, nampak beberapa meja terisi penuh. Tatapannya berhenti ketika seorang pria berkulit putih tersenyum manis padanya, dengan cepat Arlyn segera mengalihkan pandangannya. "OMG."

Tidak lama kemudian, Silvi datang dengan membawa nampan berisi penuh pesanan mereka berdua.

"Sering-seringlah kamu punya hati bagai malaikat seperti ini. Sudah traktir aku, dibawain pula makanannya," ucap Arlyn mengambil susu coklat miliknya.

"Enak saja! Kamu yang enak, aku yang bangkrut! Uang kamu itu lebih banyak dariku!"

"He-he-he. Banyak dari Hongkong! Uang jajan saja, aku minta sama bokap," jawab Arlyn.

Silvi tidak memperpanjang obrolannya, pancake yang ada di depannya langsung dilahapnya dengan cepat sehingga hanya dalam hitungan menit, pancake yang begitu banyak sudah habis berpindah ke dalam perutnya.

Arlyn geleng-geleng kepala. "Gila kamu ya! Kelaparan atau apa? Pancake begitu banyak sampai ludes."

"He-he-he. Sudah kubilang, aku ini lapar. Nggak percaya sih." Silvi kembali meneguk susu coklatnya sampai habis tidak bersisa.

Arlyn hanya bisa menghela nafas melanjutkan acara makan pancakenya sambil melihat Silvi yang sekarang sibuk dengan ponselnya yang tidak berhenti berdering.

"Mau apa sih nih orang? Nelepon aku mulu?!" gerutu Silvi melihat layar ponselnya.

"Angkatlah! Berisik tau."

"Malas." Silvi menaruh ponselnya di atas meja.

Arlyn melihat ponsel Silvi yang terus berdering. "Bisa nggak sih ponselnya jangan kasih suara, berisik tahu! Lihat, kita jadi tontonan orang gara-gara ponselmu itu!"

"He-he, sorry." Silvi langsung memasang mode silent pada ponselnya. "Kamu seperti emak-emak komplek yang lagi beli sayur, rewel!"

Arlyn mencibir. "Sembarangan!"

Setelah selesai menghabiskan semua pancake dan susu coklatnya, Arlyn mengajak Silvi untuk masuk kelas karena sebentar lagi mata kuliah Dosen yang berpredikat sebagai Dosen killer akan segera dimulai.

Waktu terus beranjak, detik ke detik, menit ke menit hingga tiba saatnya Arlyn selesai mengikuti semua mata kuliah. Wajah kusut dan tubuh lelah menghiasi semua mahasiswa yang satu kelas dengannya.

"Arlyn," panggil Silvi. "Kamu pulang dijemput atau naik umum?"

"Pulang naik taksi," jawab Arlyn. "Mobilku mogok nggak ada bensinnya."

"Itu mah bukan mogok, tapi mobilmu tidak ada tenaga, tidak dikasih makan."

"He-he."

"Pulang bareng aku," ucap Silvi. "Aku bawa motor."

"Siapa takut?!"

"Tapi kamu yang bawa motornya ya." Silvi menaik turunkan alisnya melihat Arlyn.

"Let's go!" Arlyn bergegas pergi ke luar dari kelas diikuti Silvi dari belakang.

Ditempat parkir, Arlyn dan Silvi sedang sibuk memakai helmnya ketika seseorang menyapa keduanya.

"Hai Arlyn! Silvi! Mau pulang?"

Wajah Silvi langsung sumringah begitu melihat siapa yang menyapanya. "Hai Budi! Iya nih, kita mau pulang. Kamu mau pulang juga?"

"Iya," jawab Budi melirik Arlyn masih sibuk dengan helmnya.

"Sendirian?" tanya Silvi.

"Iya."

"Cewekmu mana?" tanya Silvi semakin memperlebar bahan obrolan.

"Cewek darimana? Aku tidak punya cewek, jomblo," jawab Budi melihat Arlyn bersiap naik ke atas motor.

Senyum Silvi melebar. "Yes! Yes! Kesempatan untukku. OMG!" Hati Silvi bicara sendiri.

Arlyn telah siap dengan sepeda motornya. "Ayo, Silvi! Naik!"

Silvi dengan berat hati naik ke atas motornya dibelakang Arlyn. "Budi, aku pulang duluan ya. Sampai ketemu lagi. Kapan-kapan main ke rumahku, pintu rumahku selalu terbuka untukmu."

Budi tersenyum mengangguk. "Iya, tentu saja. Sampai bertemu lagi Arlyna!"

Tanpa bicara, Arlyn langsung melajukan sepeda motornya ke luar dari area parkir.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Buku lain oleh lyns_marlyn

Selebihnya
Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku