Dinar adalah seorang Ibu rumah tangga yang tertipu oleh sahabatnya sendiri. Sifat Dinar yang polos, dimanfaatkan oleh Ismi sahabatnya untuk mengajukan pinjaman online. Dinar tidak menyadari jika kepercayaannya telah di khianati dan dia semakin terjerumus ke dalam pusaran hutang. Saat dia kehilangan segalanya, barulah dia menyadari kesalahannya. Namun semuanya terlambat, saat dia kehilangan rumah tempat tinggalnya dan orang yang dicintainya. Apakah Dinar menyerah dan mengakhiri hidupnya? atau malah bangkit dari keterpurukan?
"Mbak Dinar, itu si Dani memangnya gak di undang ke acara ulang tahunnya si Kevin?" tanya Mbak Wiwit tetanggaku.
Ditangan kanannya terlihat sebuah kado berukuran cukup besar. Sementara di tangan kirinya menuntun Raka, anak laki-lakinya yang sudah rapi dengan setelan kemeja dan jeans.
Baru saja Aku akan menjawab pertanyaan Mbak Wiwit, Mbak Tina yang berada di belakangnya mendahului.
"Enggak di undang atau memang enggak punya duit buat beli kadonya?" cibir Mbak Tina.
"Iya bener, jangankan buat beli kado. Buat makan aja susah hahaha," sambung Mbak Beti yang berada di sebelah Mbak Tina.
Mereka bertiga begitu kompak kalau urusan menjulidi orang lain. Aku yang tadinya akan menjawab, jadi berubah fikiran. Aku melayangkan sebuah senyuman kepada mereka bertiga, biar mereka puas sekalian. Tak heran, mereka bertiga mendapat julukan Trio Barokah di Kampungku. Tidak ada gunanya meladeni mereka, yang ada hanya menguras emosi dan akan menambah dosa.
Julukan Trio Barokah di sematkan karena perkataan mereka yang selalu tidak bisa menghargai orang lain dan juga membuat sakit hati siapapun yang menjadi bahan gunjingan dan kejulidan mereka.
Aku sudah terbiasa menjadi bahan julidan mereka, karena kebetulan tinggal berdekatan dengan kontrakan mereka. Jadi Aku tidak menanggapi sikap mereka kali ini.
Aku berlalu masuk ke dalam rumah, menghampiri Dani yang sedang menemani adiknya Dina yang baru berusia satu setengah tahun bermain mobil-mobilan.
Biasanya pada jam segini, Dani bermain di depan rumah bersama teman-temannya. Akan tetapi hari ini Aku sengaja melarang Dani untuk bermain diluar rumah. Alasanku melarang nya bermain diluar rumah agar dia tidak melihat teman-temannya berangkat memenuhi undangan acara ulang tahun Kevin temannya.
Sepertinya Dani lupa kalau acara ulang tahun Kevin jatuh pada hari ini. Padahal sebelumnya, dia begitu antusias ingin datang ke acara itu. Dia sampai membongkar lemari pakaian, mencari pakaian yang cocok untuk dia gunakan nanti. Dani sedikit kecewa, karena tidak mendapati pakaian yang menurutnya bagus. Kata teman-temannya, harus memakai pakaian bagus untuk datang ke acara ulang tahun Kevin nanti.
Memang sudah beberapa tahun terakhir ini, Kami tidak pernah membeli pakaian baru. Jangankan membeli pakaian baru, untuk makan sehari-hari saja sudah sulit.
"Kakak lagi main apa sama Adik?" tanyaku berbasa-basi seraya duduk bergabung menemani mereka yang sedang bermain.
"Ini Kakak lagi ajakin Adik main mobilan" jawab Dani, anak sulungku yang berusia hampir menginjak enam tahun.
"Mobilannya bagus ya," timpalku seraya tersenyum kepada kedua anakku.
Mereka tampak bahagia walaupun hanya bermain mobilan balap yang sudah tidak memiliki roda. Hanya itu satu-satunya mainan yang Dani miliki. Mainan yang di bawa Mas Dito sepulangnya mengojek. Katanya dia menemukannya di pangkalan Ojek di tempatnya biasa menunggu penumpang. Walaupun sudah tidak memiliki roda, tetapi kondisi badan mobil masih nampak bagus.
Sementara Dita, dia belum mempunyai mainan satu pun. Seharusnya anak perempuan seusianya sudah bisa bermain boneka. Tetapi apa mau dikata, Allah belum memberikan Kami rezeqi yang lebih untuk membelikannya sebuah boneka.
Beberapa kali kulihat Dita menguap, menandakan dia sudah mulai mengantuk. Aku menggendongnya dan beranjak menuju kamar.
"Dani, Kamu tidak boleh main keluar rumah dulu ya. Tunggu sebentar lagi Ayahmu pulang. Ibu mau menidurkan adikmu dulu" pesanku pada Dani.
Dani hanya menganggukkan kepalanya karena dia sedang fokus bermain mobilan.
Aku melangkah memasuki kamar dan meletakkan Dita di tempat tidur, kemudian Aku pun menyusul berbaring di sampingnya.
"Embu..Nenen..nenen" ucap Dita dengan nada cadelnya. Dia menarik-narik ujung daster yang Aku kenakan.
Aku segera memberinya Asi sambil mengusap lembut punggungnya. Sampai akhirnya dia tertidur tetapi mulutnya masih menghisap Asi. Perutku mulai berbunyi, menandakan minta di isi. Sejak pagi perutku belum terisi makanan sama sekali. Karena hari ini Aku tidak kebagian sarapan, nasi goreng yang Aku buat dari sisa nasi kemarin hanya cukup untuk sarapan kedua anakku dan juga suamiku.
Aku meremas perut, berharap rasa lapar yang mendera segera berkurang. Perlahan mataku terasa berat, pertanda mulai mengantuk. Akhirnya Aku pun tertidur dalam keadaan perut lapar.
Aku terbangun dari tidur, ketika mendengar suara orang menangis. Aku menajamkan pendengaran, untuk memastikan siapakah yang menangis. Aku mengucek mata yang terasa masih lengket dan segera beranjak dari tempat tidur menuju arah suara tangisan berasal.
Dari kejauhan nampak Dani sedang berjongkok sambil menangis tersedu di pojokan rumah. Aku segera menghampirinya dengan perasaan khawatir.
"Dani sayang, Kamu kenapa Nak?" tanyaku seraya mengusap punggungnya dengan lembut.
Dani sedikit tersentak dan spontan menggelengkan kepalanya, bahunya bergerak-gerak karena menahan isak tangis.
"Tidak mungkin Kamu menangis kalau tidak ada sebabnya. Ayo cerita sama Ibu, Nak?" Aku tetap berusaha mencari tahu alasannya menangis.
Dani anak laki-lakiku yang kuat. Dia jarang sekali menangis, jika tidak ada hal yang membuatnya sakit hati.
"Kenapa Dani tidak datang ke acara ulang tahunnya Kevin, Bu? apa karena Dani miskin, makanya Dani enggak bisa beli kado buat Kevin?" Dani mengungkapkan alasannya menangis.
Aku terkejut mendengar ungkapan hati Dani. Darimana dia tahu kalau hari ini adalah hari ulang tahun Kevin? sepertinya tadi ketika Aku tertidur, dia pergi keluar rumah dan bertemu temannya yang baru pulang dari rumah Kevin.
"Memang hari ini Kevin ulang tahun ya? kok Ibu bisa lupa ya? lain kali kalau ada yang ulang tahun, Dani ingetin Ibu ya. Maklum, Ibu udah tua dan mulai pikun hehehe!" ucapku berbohong, bermaksud untuk menghibur Dani yang sedang bersedih.
Aku merasa gagal menjadi orang tua. Karena tidak bisa membahagiakan anak-anakku. Penghasilan tukang ojek pangkalan yang tidak seberapa, membuat keluargaku sering kekurangan hanya untuk makan setiap harinya. Bahkan Dani yang seharusnya sudah masuk Taman Kanak-kanak pun terpaksa Aku ajari mandiri di rumah karena tidak adanya biaya.
"Dani selalu berdoa supaya Ayah dapat rezeqi yang banyak, tetapi kenapa Allah tidak mengabulkan doa Dani, Bu? Dani ingin seperti teman-teman yang lain. Bisa sekolah, bisa jajan dan bisa makan setiap hari. Allah gak sayang sama Kita ya Bu?" teriak Dani. Dia menghambur ke pelukanku.
Air mataku yang sejak tadi kutahan, akhirnya luruh juga. Aku bukannya tidak bersyukur dengan keadaan keluargaku saat ini. Tetapi Aku paling tidak tahan melihat anakku bersedih. Hatiku terasa tersayat-sayat sembilu. Aku terbiasa menahan lapar setiap hari, asalkan kedua anakku jangan sampai merasakannya. Setiap Ibu di belahan dunia manapun pasti menginginkan kebahagiaan untuk anaknya. Bahkan nyawa sekalipun akan di berikan untuk anak tercintanya.
"Dani gak boleh ngomong seperti itu ya, sayang. Itu tandanya Allah sedang menguji kesabaran Kita. Sampai sejauh mana Kita bisa sabar menerima ujianNya, Insya Allah Kita akan di naikkan derajatnya kalau bisa melewati semua ujianNya!" Aku masih berusaha menghibur Dani.
Tidak biasanya Dani bersikap seperti ini, biasanya dia selalu menerima dengan ikhlas keadaan Kami.
"Benar Bu? Allah akan mengangkat derajat Kita? Dani bosan di buli terus sama teman-teman, mereka bilang Dani miskin karena enggak bisa sekolah. Sekarang, Dani juga enggak bisa beli kado buat Kevin!" ujar Dani meluapkan semua kekesalan yang ada di hatinya.
Aku hanya bisa mengusap dada dan beristigfar dalam hati. Jadi itu alasannya Dani bersikap tidak seperti biasanya. Dia sudah berada di puncak kesabarannya, karena sering di ejek dan dibuli oleh teman-temannya....