Hingga Menjadi Kita
u gitu, sa
an wanita itu terjengkang ke lantai. Aku dan Bu Wina menahan t
kaligus
ng yang suka caper.
I B. Memantapkan diri untuk bertemu gadis itu. Bukan apa, masal
i melangkah. Para siswa yang tadinya bergem
nak!" sapaku yang lang
ng, maka saya yang akan menggantika
k!" Kompak me
ak bisa Bah
ilik suara. Tanpa melihat pu
adu dialog
ntusias, menyetu
u, N
. Kalahin k
Tunjukkan
empat menciut. Namun, buru-buru kuyakinkan diri. Mas
re you?" Nisa m
rapakah
than 23
etapi aku harus waspada kalau nanti ada p
favorite foo
dan minuman k
fried rice and
nasi goreng d
ak SD kalau itu. Sem
is your s
jawab, "I'm an In
u Bahasa
ing to be my
sedia menjadi pas
ind of quest
anyaan mac
. mela
nswer when you're ready," lanjut ga
b sekarang, boleh jawa
etelah dibawa terbang, dihempas begitu saja. Awas kalau ul
question, right now." Kutarik napas sedalam mungkin. "T
anak! Saya akan menjawab per
g hidup ketika masih masi
rsorak-sorai, seakan-akan meng
apa, gur
an terkait materi yang diberi Bu Wina. Bukan hal sulit karena di kampus terbia
*
tinya, siang ini terasa sangat lelah. Untuk berjalan ke
di ketula
suara, telah berdiri gadis berpipi
ngalihkan pandangan dari ta
marin semobil sama
Apa urusan dia menanyakan itu? Atau jangan-jangan mereka saling k
jak. Hobi sekali
uan itu
saya." Aku
emburu? Sedalam apa cintanya padaku kalau sampai cemburu? Harusnya seorang
atanya, menampi
lasku sambil
sih mani
i depanku malah tertawa puas sambil memegang perutnya. Aku berusaha te
ndiri untuk bangkit. Tak ada yang mendampingi, eh, mak
tar motor ke arah jalan keluar. Menaikinya per
nti, memandangk
dulu menancapkan gas motor sebelum ia protes. Sebelum belok, aku sempat meliri
ah siapa kepo den
*
ng menari di awang-awang, juga angin yang berembus menenangkan. Halaman kompleks ini sepi, tetapi penataan y
menyalakan musik, aku mulai menstater mobil menuju alun-alun. Untuk apa l
ternyata penjual cilok yang kemarin kubeli. M
kenapa
, lalu menyodorkan uang lima
a dengan halus. "
tu, Mas. Saya j
kpapa. Buat
terlukis senyum di waja
Mas. Semoga cepat
u, siapa lagi kalau bukan Nisa. Aku, kan, memesona. Tidak bisa dipungkiri ketampananny
h berpindah di tanganku, lalu mulai memakannya satu per satu. Setelah merasa cukup, aku berg
engaja menangkap sosok gadis di bawah pohon rindang yang berada di tengah-tengah
u mendekatinya melalui sisi samping. Makin dekat, detak jantungku mak
rlihat jelas bahwa yang duduk di sana a
ang duduk di sebelahnya tanpa memberi ampun. Berani-be