Ketika Cinta Tak Memilihku
menerima telepon di si
sebelum menutup sambungan telepon. Hanya
am kamar. Berusaha menguasai diri untuk bersikap biasa saja, seperti t
sebelumnya. Aku menyambut, meski benak mulai bertanya. Apa penye
ebih dahulu. Semakin menguatkan pikiran negatif ini, sejak ka
ai yang sejak sore tadi tergeletak begitu saja di atas meja. Menggu
di bawah foto profil itu tertera tulisan, online. Apa? Aku mendelik,
n WhatsAppnya? Pertanyaan ini, menggiringku untuk membuka akun lain. Mbak Kirana, wanita
andi tebuka, dan Mas Tirta keluar dengan wajah lebih segar. Ia mendekat
badan kami. Netra ini menatap awas pada wajah berbias bahagia itu, membuat
ng mancung itu menyentuh lembut kening ini. Aku terkes
as membawa bahu yang masih bersandar d
ke atas yang tak terlihat jelas karena lampu tidur redup kebiruan. Mas Tirta sebenarnya m
ningku. Semakin lama, deru nafas itu semakin berge
*
kamar, menatap penuh tanya pada Mas Tirta yang sudah rap
Mau kemana?" Tan
dadak," Jawabnya sambil merangkul pundak i
epan meja makan. Wajahnya berbinar memandangi tiga piring nasi goreng yang masih diselimuti asap. Sengaja pagi
Mas Tirta sambil menarik kur
m aku berbalik arah untuk melangkah, sempat terlihat tan
a tahun itu masih meringkuk memeluk guling dengan botol susu memenuhi mulut mungilny
lu menciumi keningnya. Bocah polos itu hanya menggel
ngnya. "Aku dimasakin apa?" Tanya Bagas tak jelas karena mulutnya mas
kaan Bagas. Tuh, Ayah u
tas kasurnya. Lalu duduk dengan cepat, "Ayah?" Ia berseru, seperti b
eloncat, berlari keluar kamar menuju dapur. "Ayah!" Ma
letakkan gawai di atas meja, ketika ak
n mata ini melihat pemandangan langka yang tersaji di pagi hari. Jika saja pemandangan indah
u membuka mulutnya lebar-lebar ketika sendok di tangan Mas Tirta mendekatinya. Namun, bert
ulang lagi. Ia berteriak kencang akibat dikerjai Bapaknya,
melihat kedua jagoan terpenting dalam hidup itu. Pagi ini, kami hanyut o
n. Usai meminum air putih, nampaknya bocah itu baru
Tanya Bagas denga
s pengen dibelikan apa?" Mas Tirta membujuk. Setelah agak tertegun karena mendengar b
ru sambil mengacungkan te
lnya, lalu mencolek hidung bangir m
umbo. Tapi Bagas harus di
rseru dengan berhormat,
dulu,
i Mas Tirta yang ada di atas meja meraung keras. Ia menoleh
n. Tak terdengar suara apapun, meski telinga ini berusaha
hkan gawai dari telinganya. Lalu kembali
k menjawab ucapan dari bapaknya. Mas Tirta berjalan men
Lalu bergerak keluar pekarangan rumah. Ketika kami hendak berbal
baru datang itu. Ia membawa wajah se
ama sekali di wajah teduh dan penyabar itu. Aku yang semula mendelik dengan pertan
" Jawabku enteng. Namun, wajah Mas Catra nampak semakin tak
siap
*