Ketika Cinta Tak Memilihku
n tangan satu lagi menggandeng an
Kirana meletakkan bung
u. Menyodorkan sebungkus es krim ke depan
ga. Mbak tadi beli es
is kecil berusia empat tahunan itu dengan sa
canggung sama sekali. Begitu juga Mas Tirta. Ia hanya memfokuskan diri d
ari, tak mengurangi antusiasnya
Tirta. Namun, ia acuh. Mendadak sibuk tanpa memerhatika
m buat Bagas? Namun, tidak lupa ketika membelikan bua
berseliweran begitu saja dalam benak ini.
erharap menemukan jawaban sebenarnya, karena
wa ketika melihat ana
pergi ke kota, ya? Aku nggak tau. Coba kalau tau, kan mending berangkat bareng, y
ega makan malam dulu? Mbak, diajak makan dulu," Pintaku
n kami yang kebetulan memang
emata wayangnya itu, es krim yang tinggal sedikit
nyang," Jawabnya sam
Tanyaku lagi pada bocah perempuan yan
." Anak itu menoleh ke wajah Ibunya, karena merasa tangannya digenggam o
t mengernyit, seperti ada ya
ya, jadi di bawa istirahat terus,
sa aneh, pusing? Padahal tadi sore baru sa
di rumah aku. Jangan lupa datang sekeluarga lho, ya," Ucap Mb
sen," Aku menyahut sekenanya. Tiba-tiba kembali te
ir dengan keadaan saudara kandung. Karena teman sekandung yang kupunya saat in
ama Mbak Kirana. Dia itu istrinya, ya pasti bertanggungjawab p
bentuk dari pembelaannya terhadap Mbak Kirana? Aku ti
an malam, kok," Katanya. Lalu perempuan itu
u pulang?
am, kami harus
m. Hingga berakhir dengan melihat TV bersama sampai jam sembilan malam. Selama
n, aku sudah menganggapnya itu hal biasa. Ia memang biasa melakukan itu tiap kali berkumpul
dengan menyandarkan kepala di pangkuanku
kamar sana," Perintah Mas T
oleh Mas Tirta, memohon pengertian. Namun, sayangnya i
as, tanpa melihat ke arah kami
ahan kantuk, kini mulai berkaca-kaca. Bib
ra Bagas terdengar parau. Ak
ibuk, Ayah pasti mau nemenin Bagas," Aku membujuk dengan berbisik. A
leh ke arah Mas Tirta. Mem
" Pin
lirih. Membuat dada ini terasa sesak akibat menahan nafas sejena
iam, dan netra Bagas terlihat semakin berat. Ia hanya
ju kamar Bagas. Tak sampai lima belas menit, bocah itu telah terlelap. Matanya
ga menutup badannya. Aku keluar menuju tempat k
lelap dalam pelukan selimut hangatnya. Aku membiarkan
gar suara orang mengetuk pin
yaku membera
gernyit mendengar suara itu, "Mas Ca
ntu belakang. Wajahnya semrawut seperti oran
saran, "tumben sekali, pagi-
lam nggak makan, di rumah nggak ada mak
lah anak dan istrimu yang main ke sini, makan juga di sini," C
h matang. Hanya sayurnya saja yang belum membuat, tetapi masih ada lauk sisa
u nggak masak?" Cecarku pada Mas Catra yang memulai makan di
h sore banget," Ia menjawab dengan suara tak jel
anakku semalam ke sini? Ngap
ama makan," Jawabku. Ia
dengar suara Mas Tirta berbicara den
aku janji akan ngajak k
*