icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon

Please, Jangan Panggil Ibu

Bab 4 Pernikahan yang Tidak Normal

Jumlah Kata:3312    |    Dirilis Pada: 10/05/2022

da Al

gin copot, terus menarik napas dan mengeluarkannya perlahan, mencoba men

Aku memegang pinggang, berkacak karena merasa benar-benar bingung. Arghh! Apa yang aku pikirkan? B

ya Bu Tanika, guruku sendiri. Benar-benar gila, pikiranku mulai m

kan anak SMA,

ngat bingung. Belum lagi Bu Tanika sudah menghubungi orang tuanya. Aduh! Apa yang akan mereka katakan? Murid

i pernikahan itu? Karena pernikahan itu enggak seharusnya terjadi. Kebetulan sekali, ka

u kutaruh dekat jendela, kemudian aku naik ke sana. Untung saja aku masuk jendela

k berdarah. Ya, karena jendela nya juga tak terlalu tinggi. Aku menarik napas

*

ng tak dikunci tadi, lampu sepertinya juga sudah

rlah aku pulang dan enggak harus menikah denga

dan meminumnya, kemudian duduk lagi di sofa. Namun,

annya di sana? Apa yang akan orang tuanya bila

h, menyebalkan! Perasaan itu membuatku enggak tega jika harus meninggalkan Bu Tanika se

da mas kawin, ya? Duh, aku tidak punya apa-apa lagi. Otakku berkelana mencari bahan yang bisa dijadikan mas kaw

makanku sampai tiga hari kedepan. Tetapi, mau bagaimana lagi.

engan yang telah terjadi, meski aku memang merasa tak bersalah. Namun, aku enggak mung

hat mobil Avanza berwarna p

tu pasti orang tua Bu Tani

lanjutkan niat itu, aku kembali mengh

laikum," u

ang sedang mencariku. Langsung kubuka pintu yang tak dikunci

amuala

g menatapku yang ma

seru Pak RW. "Kemana a

nyaliku menciut, tapi aku berusaha men

enggak kabur," jawa

s kemudian menunduk sambil memijit dahinya. Mungkin, Bu Tan

muncul, ke mana kamu? Kalau bukan kabur apa itu n

" jelasku dengan polosnya, pasti wajahku mulai meme

ang tua Bu Tanika, nampak menahan tawa dengan apa yang kujelaskan. Apa Bu Tanika juga merasa malu

ak paruh baya memakai kopiah hi

k bersebelahan. Di hadapan kami ada Bapak penghulu juga seora

, Nak Faris. Betul namanya Faris?" Dia

dak dalam beberapa detik saja, plus tangan ini sudah berkeringat saja.

? Bu Tanika terlihat memandangku d

agi tangan ayah Bu Tanika. Beliau m

irik Pak Penghulu itu

kita segera mulai ijab qob

ikan diri, menjabat t

i. Pak Hadi siap?" tanya Pak

nika menga

apku. "Kamu siap, Nak Faris?"

jawabku dengan

an di usia yang baru menginjak tujuh b

ya. Ikuti saya, ya." Instruksi Pak

tri saya Tanika Kusuma Pratama dengan mas kawin uang sebesar seratus

sebesar seratus ribu rupiah dibayar tunai," sahutku yang jadi lantang entah

anya Pak Penghulu pada

membuatku lunglai. Tangan ini bahkan sampai

*

g tua Bu Tanika. Sementara orang tua Bu Tanika tengah berbincang di

nya saling diam setelah acara ijab qobul tadi. Sebenarnya, aku tak

k Bu Tanika yang ternyata se

tiba membuatku kaget.

sambil geleng-geleng kepala,

atang kedua orang tua Bu Tanika. Mobil pun

na, Nak?" tanya

kebun, Pak. Lurus saja nanti be

gitu

itu, mobil itu terus melaju di

ah kami sampai. Aku juga menunjukkan rumah

rhenti dan k

yang hanya diam sedari tadi. Dia terlih

dulu di sini?" Ayah Bu

in sama Faris," jelas Bu Tanika s

a, ya? Ah, jangan-jangan dia mau skor a

baik di sini, ya?" Ayahnya Bu Tanika menepuk pun

ra, Ibunya Bu Tanika menghampiri ka

mu jaga anak saya, ya? Mau bagaimana pun sekarang kamu suaminy

kup lama aku dan Bu Tanika melihat mob

uru Cantik itu tiba-tiba, kemudian tan

elakukan apapun selain menurut. Seperti akan dima

nika sudah duduk di sofa. Lalu, aku mel

dulu!" pintanya m

saja duduk d

esepakatan," jelas ny

akatan apa, Bu?" ta

kahan kita itu enggak normal. Emangnya kamu mau gitu ni

umam, mungkin inilah takdir. Bu Tanika juga cantik dia pintar, p

kaya kamu," papar Bu Tanika, memudarkan pikiranku, juga

elas sebelas." Jawabanku itu sedikit kesal sambil aku melingkarkan kedua tangan

rsikeras membuatku memberengut kesal. " Ya udah, jangan

sepakatan, ini!" Bu Tan

Aku mengambil pulpen itu juga kerta

menolak kalau kesepakatan itu enggak sesuai, nanti kita negoisasi

bilang aku kecil. Aku bisa memberi dia nafkah apalagi nafkah batin. Di

pintu rumah sakit. Dia menggendong anak perempuan yang kaki dan

pria itu berlari dengan tangan gemetar. Wajahnya nampak begitu panik

dua jam

ng dari Singapura berniat untuk pulang ke k

itu. Dia terjebak hujan hingga akhirnya harus

npa menghiraukan sebuah peringatan disepanjang jalan. Peringat

licin. Tetapi, ketika melewati sebuah jalan belokan mobil Faris t

di. Pandangannya tertuju pada kepulan asap dibali

elihat sebuah mobil yang sudah tertindih. Pohon besar menindih mobil

n apa-apa, tangannya tiba-tiba gemetar. Di mobil sepasang nenek kakek nampak dalam keadaan mengenaskan. Kepala si Kakek terben

terperanjat. Faris mencoba mencari, ponsel itu ternyata ada di saku celana si kakek.

ngarkan dengan seksama s

jalan biasa, Yah! Hujannya gede lho, Yah, aku takut

lo,

ni siapa? Ayah saya mana, y

cemas kemudian melihat ke arah mo

ama Arista gimana kabarnya? Mereka baik baik aja

ka saya akan bawa mereka ke rumah sakit te

saya nyusul." Terdengar sua

e saku celananya. Ia lalu membuka pintu belakang mobil itu dan matanya membulat seketika, tak k

lalu menggendong gadis kecil itu ke dalam mobil miliknya. Tak lupa setelah itu,

isu hanya bisa terduduk lesu, menunggu di depan ruang UGD. Dia menunggu gadis kecil yang tadi ia selam

ndapati kejadian yang di luar dugaan. Sementara si wanita tadi, setelah diberit

tuk menunggu si gadis kecil sadar, dan ternyata d

p tangan bekas lumuran darah yang baru saja dia bersih

angsung

a pasien?" ta

a kondisi nya, Dok? Dia baik baik saja, ka

i masa kritis. Kita hanya tinggal me

begitu. Apa saya boleh mel

hkan,

Dok. Saya aka

ersenyum lalu pergi meninggalkan Fari

ng gadis kecil yang sedang terbaring lemah den

han dan sedih melihat kondisinya. Faris duduk di samping gadis

Sebentar lagi ibumu akan dat

aris begitu merasa terluka saat melihat gadi

s memanggil dokter dengan tombol otomatis yang ada di sana. Beb

i akan memeriksanya dulu. Mohon bapak tu

ikl

Ia pun keluar dan kembali menunggu

ans menghampiri Faris dan langsung menepuk bah

mberanikan diri bertanya pada Fa

itu. "Dia ...." Kalimat Faris terhenti ti

nita itu pun malah kaget. Menata

nik

n bertemu dengan ibunya" Tiba tiba sua

g menghampiri dokter di depan pint

bertemu dengan Ibu. Silahkan masuk." Dokt

anika berjalan cepat m

mematung karena tak percaya

tu di SMA. Guru yang tidak lain dan ti

aman, tapi Faris masih selalu memikirkan wanita yang telah menjadi mantan i

sedih? Haruskah dia bahagia karena bisa bertemu lagi dengan Tanika, atau sedih kar

k terhanyut dengan perasaan. Semua sudah berlalu

a. Hingga saat Faris memutuskan untuk beranjak, kakinya baru melangkah beb

ar

enoleh. Tanika berlar

enjadi penyelamat untuk Ari

sama. Oh, ya. Kondisi Ayah--eh ma

mereka menghembus napas terakhir, bahkan sebelum sampai kesini. Mungkin itu yang terba

Maaf, karena aku terlambat datang k

elamat. Aku sangat berterima

lau kita ngobrol dulu atau kamu mau langsung pulang?

Dia dapat melihat sinar mata memilukan di kedua mata T

sibu

ggak ko

Tanika berusaha tenang di tengah gejolak hati yang masih bergemuruh. Rasanya perih sekali di sana. Begi

pi

ucapan terima kas

aris ikuti k

tapi, hatinya masih merepih ketika melihat Tanika yang hanya diam saja. Bahka

B

ka sedikit

Kenapa Ibu enggak makan

gak lape

iya, Bu. Ibu sendiri aja? Ayah Arista, Ibu tidak menghubunginy

atas pertanyaan Faris. Ia menelan ludah, lalu

bagaimana lagi? Tanika merasa tidak mungkin dan tidak

kecewa Faris terdiam. Ia meraih teh ha

ku enggak be

an kamu wajar kok." Tanik

lagi dia sudah memiliki anak. Meskipun tatapan Tanika menunjukkan kekecewaan

Buka APP dan Klaim Bonus Anda

Buka