Please, Jangan Panggil Ibu
da Al
begitu lembut dari sini. Aku menaikan bola mata, meliriknya yang
n pandang, saat sada
Tanika, "kamu pucet bang
yang lemah. Benar, aku memang merasa benar-benar let
Akhirnya, aku pun pasrah saja ketika Bu Tanika membantu tubuh in
sya. Terpaksa aku pun berhenti. Bu T
" Dia me
jenguk Anatasya. Saya belum izin sama Bu Mira,
Mira --wali kelasku--, Rama, juga Banu. Kami ke rumah
tahu aku ke toilet. Namun, untuk pulang, tentu saja dia belum tahu. Ras
udah, kamu tenang aja, nanti saya yang kirim
asih
lihat mengutak-atik ponselnya. Sepertinya dia sedang mengirim pesan pada Bu Mira. Baiklah
warna hitam itu. Sungguh, tubuh ini terasa begitu letih,
ain sakit ini cepat hilang. Ras
embut. Suaranya membuatku diam. Wajah mulus da
pengaman untukku. Aku tahu itu karen
terucap di hati. Kelu bibir ini untuk memujinya secara gamblang seperti i
an ini. Aku pun melihat Bu Tanika perla
angunin kalau udah sampe." Bu Ta
rjalanan. Suara musik jazz yang lembut ny
rang menyentuh pipi ini. Aku pun membuka mata pelan, ya bukan me
Tanika dan wajahnya kembali k
nya yang tidak kujawab, karena rasa
anika kelua
yang awalnya enggak mau ngomong malah refleks terngan
" tanyaku penasaran sa
rlaku," jawab Bu Tanika, kulihat dia m
mbali mengajak masuk. Ah, rumah itu sangat bagus, apa aku benar-benar boleh ting
udah bisa jalan sendiri, kan?" Bu Tanika be
Enggak apa-apa, Bu. Saya
kan. Enggak mungkin aku minta Bu Tanika memapahku lagi, m
Tanika setelah kami di dalam. Dia jug
um-kagum dengan nuansa rumah yang bisa dibilang m
nti saya bawain makan." Suar
kaca. Terlihat di luar itu ada pepohonan hijau. Em, indah sekali rumah ini. Aku kembal
Bu," uca
. Kubuka pintu dan betapa aku terkesan dengan kamar berga
, pikirku dalam hati. Ini benar-benar
buhku sudah kembali merasakan hawa panas dan entahlah bercampur dingin juga.
*
ar kudengar su
ali. Itu Mama, ya? M
ma. Aku tidak tahu itu siapa, mataku susah untuk dibu
h ini diguncang tangan seseorang. Tunggu se
wanita cantik itu. Bu Tanika menatapku, lalu p
akan sentuhan Bu Tanika. Tapi, k
-apa?" Bu Tanika
depanku itu. Bu Tanika tampak khawatir, dia meraih ma
ulu!" pintanya menyodo
karena benar perut ini terasa melilit dan
itu tampak begitu cemas. Ya Allah, Bu Tanika benar-benar mengingatkanku pada
Tanika kali ini menyodorkan
u, tapi apa, ya? Mungkin memastikan dia masih manusia,
. Satu sampai lima suap mungkin, aku bisa makan. Namun, sete
ah. Akhirnya, sendok yang Bu Tanika
ku, "aku enggak m
a?" tanyanya m
bisa menga
enaruh mangkuk lalu merogoh sesuatu dari saku bajunya.
nya. Bu Tanika bahkan memba
, dia benar-benar mirip dengan Mama. Dulu, kalau aku
ingga, saat Bu Tanika akan beranj
mau sesuatu?"
erharu, namun tangan ini
balas senyumku yang membuatku
sesuatu, Bu?" ta
Tanika kembali dudu
getin saya dengan sosok ibu yang udah lama pergi ninggalin saya." Hatiku tidak bisa berbohong. Akhirnya, aku meng
etapi, tak apa, Bu Tanika di sini. A
balas mengenggam tanganku. Bu Tanika ters
in kamu sampai kamu ti
sur membaik, obat itu pasti mulai bereaksi. Perih di la
embuat aku merasa nyaman. Sungguh, aku ingin terus seper
begini. Biarlah tentang kesepakatan. Entah kenapa, aku jad
•
baca, boleh vote