TWIN FLAME
that. A sense of belonging to a place I never knew I wanted but
kki
oleh keramaian cafe. Ya, Kumba tidak begitu menyukai keramaian, dan bahkan hingar bingar musik. Namun, ia merasa nyaman di cafe tersebut. Ada sebuah kehangatan abstrak yang ia rasakan be
sap Coklat hangatnya, ia mencoba merangkai mimpi-mimpinya dan kenangannya tentang masa lalu. Setiap hal tentang mimpi dan masa lalunya hadir, ia akan merasaka
u kurus. Dari sekian hal yang ia ingat mengenai gadis itu, yang sangat melekat dalam pikirannya adalah tatapan penuh kasih dari mata bulatnya. Begitu menggetarkan hati dan
kuh dan tak akan ia lepaskan lagi. Ia ingin melakukan apa pun agar bisa membahagiakan gadis itu. Tiba-tiba ia memegangi kepalanya, ada rasa sakit yang
a, serta berbagai bau minyak angin yang membaui indera penciumannya. Bahkan ada juga yang berdoa agar ia segera sadar. Ah...perasaannya campur aduk antara sakit, cemas juga mena
sih sayang. Dan...wangi itu...ya wangi itu adalah wangi gadis yang ia puja dalam mimpinya. "Oh Tuhan, ini dirinya!" pekik Kumba dalam hati, kegirangan juga merasa frustasi karena badannya masih lemah
n dimasukkan ke ambulance, karena ia mencium bau khas obat obatan. Segera mobil itu meluncur dan diperjalanan Kumba merasakan sakitnya berangsur mereda. Ketika ia tiba di rumah sakit, ia justru sudah sadar
epat ya, Pak. Ngebut aja!" pintanya dan supir itu pun mengangguk mengiyakan. Sesampainya di cafe, ia pun bergegas mencari gadis misterius itu. Pandangannya
Jawab kasir itu singkat. "Maaf Pak, ada yang mau bayar" Kasir tersebut meminta Kumba menyingkir dengan sopan karena ada pelanggan lain yang membutuhkan jasanya. Kumba menyingkir dengan rasa penyesalan. "Ini" ia menyerahkan kartu namanya ke kasir sebelum meninggalkan cafe. "Kalau gadis itu mu
a rasa nyaman yang seolah menandakan ia pulang ke tempat yang semestinya. "Huf.." Kumba memendam rasa sedih sekaligus kekecewaannya. Rasanya sakit hatinya lebih membuatnya kacau dibandingkan sakit kepalanya tadi. "S