Dikejar Mantan Suami
i pojokan sana!" Faiz berkata pada Ningsih. Perem
gambil dua mangkuk kecil berisi air untuk mencuci tangan juga memberikan dua gelas air putih kepada bapak-bapak itu. Begitu selesai
-laki berusia 35 tahun itu terlihat sedang repot
a Ningsih. "Satu ayam go
Ningsih lantas menyiapkan gulai nangka di dua piring kecil, kemudian mengambil ayam goreng untuk piring nasi yang satu dan meletakkan ayam bakar di pi
ri ujung kepala hingga ujung kaki. Dia sudah terlampau biasa melihat
Ningsih merasa, walaupun usianya kini sudah me
da. Hanya cap janda tanpa anak yang membuatnya merasa sudah beg
nya Ningsih sudah tak perlu mengingat-ingatnya kembali. Terlebih, status janda sudah melekat padanya selama
apak itu!" Faiz menunjuk seraya berkata ag
mereka yang sama-sama meninggi, itu sudah biasa untuk keduanya. Kalau tidak dengan c
rgerak ke ruangan kecil. Tempat membuat es dan berbagai minuman. Dengan cekatan per
a bekerja berdua saja. Faiz Wibisono sebagai pemilik dan Ningsih Widyastuti sebagai karyawan. Sebetulnya Bu Narti-ibu Faiz-kadang iku
terletak di dekat pasar. Satu tahun yang lalu, setelah sebelumnya hanya dapat m
lu saat Ningsih baru-baru bekerja di warung makan miliknya, perempuan itu belum tahu apa-apa. Dia bekerja apa adanya. Dalam artian, Ningsih bekerja sesuai apa yang diperintahkan ole
a pengunjung yang datang. Ningsih tanpa lelah melayani mereka. Dia memang
pi, Ningsih bersiap untuk mencuc
Kamu makan siang dulu saja gih. Nan
ngnya dulu ya, Mas, biar n
ir jam dua
ga, kan, sudah sarapan nasi uduk yang Mas Fa
pala. Kalau katanya A, ya tetap A, susah untuk mengubahnya menja
au sudah mencuci piring,
a,
seabrek banyaknya. Tanpa mengeluh, perempu
Laki-laki itu lantas mengangkat piring dan gelas kotor, me
cian piringmu hari
ni juga sudah jadi
saya nggak b
Ningsih. Mas Faiz sebaiknya be
, N
isinya cabai hijau, gulai nangka, juga sederet hidangan lain, serta dengan telaten membersihkan cipratan bekas bumbu rendang dan cabai yang me
ingsih. Perempuan itu tengah meniriskannya
kan dulu
da pengunjung yang datang l
ring dan menyendok nasi putih beserta lauk. Siang ini Ningsih ingin makan ikan bakar kembung,
Begitu es teh selesai, dia langsung memberikannya untuk Ningsih
t, Mas, Ningsih bisa m
n, kan, nggak papa," uc
sihan juga melihat Ningsih giat bekerja tanpa mau minum apa pun. Lagi pula siang ini
itu, dan sekonyong-konyong melih
lam dibawa ke dokter saja," kata Bu Narti,
Narti," k
Narti t
ya, Bu?" tanya F
, tapi Ara rewel
a sudah, biar Faiz bawa d
lantai atas. Sementara Faiz kembali menghampiri Ningsih yang kini sud
am bisa minta ba
ingsih, Ningsih tentu saja nggak punya." Nings
. "Nanti sore, kan, kamu pulang. Pas nanti malam, kamu tolong kembali ke sini lagi, ya. Teru
di mal dekat sin
n. Nanti soal sayur-mayur atau lauknya, biar saya seperti biasa belanja
maklum. Jam be
atap sepasang mata perempuan itu dalam-dalam. "Ning, ka
gsih kerja lembur. Hehehe." Ningsih terkekeh, hing
i kamu istirahat dulu bentar, b
reka dengan baik, tanpa mau menyuruh Ningsih seperti tadi. Karena Faiz tahu Ningsih terlihat sudah beg
piring-piring bersih hasil cuciannya. Diam-diam Faiz merasa kagum pada perempuan ini. Perempuan yang dikenalnya ini begitu rajin, tidak banyak tingkah, juga selalu
rpikir, apa kesalahan dirinya pada istrinya sampai i
nak jatuh padanya. Ratna-mantan istrinya-tak dapat berbuat apa-a
h itu baru bisa belajar ngomong. Gadis kecil itu memiliki sifat pendiam. Tak beda dengan ayahnya yang tidak terlalu banyak bicara. Dan benar-benar perjuangan bagi Faiz saat merawat Ara. Tubuh gadis keci
ke arah Ningsih, dan tanpa sada
rupa. Untuk mengalihkan semuanya, pandangan Faiz jatuh pada TV yang kini sedang menayangkan sebuah aca
*