icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Dikejar Mantan Suami

Dikejar Mantan Suami

icon

Bab 1 Diam-diam

Jumlah Kata:1634    |    Dirilis Pada: 15/04/2022

i pojokan sana!" Faiz berkata pada Ningsih. Perem

gambil dua mangkuk kecil berisi air untuk mencuci tangan juga memberikan dua gelas air putih kepada bapak-bapak itu. Begitu selesai

-laki berusia 35 tahun itu terlihat sedang repot

a Ningsih. "Satu ayam go

Ningsih lantas menyiapkan gulai nangka di dua piring kecil, kemudian mengambil ayam goreng untuk piring nasi yang satu dan meletakkan ayam bakar di pi

ri ujung kepala hingga ujung kaki. Dia sudah terlampau biasa melihat

Ningsih merasa, walaupun usianya kini sudah me

da. Hanya cap janda tanpa anak yang membuatnya merasa sudah beg

nya Ningsih sudah tak perlu mengingat-ingatnya kembali. Terlebih, status janda sudah melekat padanya selama

apak itu!" Faiz menunjuk seraya berkata ag

mereka yang sama-sama meninggi, itu sudah biasa untuk keduanya. Kalau tidak dengan c

rgerak ke ruangan kecil. Tempat membuat es dan berbagai minuman. Dengan cekatan per

a bekerja berdua saja. Faiz Wibisono sebagai pemilik dan Ningsih Widyastuti sebagai karyawan. Sebetulnya Bu Narti-ibu Faiz-kadang iku

terletak di dekat pasar. Satu tahun yang lalu, setelah sebelumnya hanya dapat m

lu saat Ningsih baru-baru bekerja di warung makan miliknya, perempuan itu belum tahu apa-apa. Dia bekerja apa adanya. Dalam artian, Ningsih bekerja sesuai apa yang diperintahkan ole

a pengunjung yang datang. Ningsih tanpa lelah melayani mereka. Dia memang

pi, Ningsih bersiap untuk mencuc

Kamu makan siang dulu saja gih. Nan

ngnya dulu ya, Mas, biar n

ir jam dua

ga, kan, sudah sarapan nasi uduk yang Mas Fa

pala. Kalau katanya A, ya tetap A, susah untuk mengubahnya menja

au sudah mencuci piring,

a,

seabrek banyaknya. Tanpa mengeluh, perempu

Laki-laki itu lantas mengangkat piring dan gelas kotor, me

cian piringmu hari

ni juga sudah jadi

saya nggak b

Ningsih. Mas Faiz sebaiknya be

, N

isinya cabai hijau, gulai nangka, juga sederet hidangan lain, serta dengan telaten membersihkan cipratan bekas bumbu rendang dan cabai yang me

ingsih. Perempuan itu tengah meniriskannya

kan dulu

da pengunjung yang datang l

ring dan menyendok nasi putih beserta lauk. Siang ini Ningsih ingin makan ikan bakar kembung,

Begitu es teh selesai, dia langsung memberikannya untuk Ningsih

t, Mas, Ningsih bisa m

n, kan, nggak papa," uc

sihan juga melihat Ningsih giat bekerja tanpa mau minum apa pun. Lagi pula siang ini

itu, dan sekonyong-konyong melih

lam dibawa ke dokter saja," kata Bu Narti,

Narti," k

Narti t

ya, Bu?" tanya F

, tapi Ara rewel

a sudah, biar Faiz bawa d

lantai atas. Sementara Faiz kembali menghampiri Ningsih yang kini sud

am bisa minta ba

ingsih, Ningsih tentu saja nggak punya." Nings

. "Nanti sore, kan, kamu pulang. Pas nanti malam, kamu tolong kembali ke sini lagi, ya. Teru

di mal dekat sin

n. Nanti soal sayur-mayur atau lauknya, biar saya seperti biasa belanja

maklum. Jam be

atap sepasang mata perempuan itu dalam-dalam. "Ning, ka

gsih kerja lembur. Hehehe." Ningsih terkekeh, hing

i kamu istirahat dulu bentar, b

reka dengan baik, tanpa mau menyuruh Ningsih seperti tadi. Karena Faiz tahu Ningsih terlihat sudah beg

piring-piring bersih hasil cuciannya. Diam-diam Faiz merasa kagum pada perempuan ini. Perempuan yang dikenalnya ini begitu rajin, tidak banyak tingkah, juga selalu

rpikir, apa kesalahan dirinya pada istrinya sampai i

nak jatuh padanya. Ratna-mantan istrinya-tak dapat berbuat apa-a

h itu baru bisa belajar ngomong. Gadis kecil itu memiliki sifat pendiam. Tak beda dengan ayahnya yang tidak terlalu banyak bicara. Dan benar-benar perjuangan bagi Faiz saat merawat Ara. Tubuh gadis keci

ke arah Ningsih, dan tanpa sada

rupa. Untuk mengalihkan semuanya, pandangan Faiz jatuh pada TV yang kini sedang menayangkan sebuah aca

*

Buka APP dan Klaim Bonus Anda

Buka