Mr. Tatto Wants Me
i musik yang Marra perdengarkan, tapi gadis itu memang tak bisa ekspresif seperti biasanya. Marra jarang tersenyum, ia terlihat tegang dan beberapa kali melihat ke sudut ruan
pikirannya, suara-suara pria itu terngiang di kepala dengan leluasa, bahkan terasa leb
erlalu berat ibarat Marra wajib melompati papan kaca dari satu ke lainnya sembari menebak papan mana yang bisa bertahan jika diinjak seperti sebuah permainan mempertaru
ka memutuskan turun dari altar dan beralih menuju toilet,
di dekat tangga menuju lantai dua, pria itu bersandar pada railing seraya menyimpan tangan-tangannya pada
memikirkan jawabannya, bukan? Aku yakin kau
an padamu nanti." Keangkuhan yang pernah ia perton
ikan boots hitamnya saat menginjak puntung roko
at ini, kita bisa b
an
kau pernah menolongku, t
n menunggumu h
menghadapi Denis menjadi terasa menakutkan, di balik sosok menjulang tinggi itu seakan menyimpan sesuatu yang me
dari belakang-sudah merambatkan rasa takut yang munculnya entah dari mana, tatapan
ga terjebak di dalam dimensi nan telah diatur seseorang sehingga ia kebingungan menca
*
rlari kecil menyusuri trotoar yang basah menuju gang sempit seperti perintahnya pada Denis, ketika melihat siluet m
nyerang, bahkan saat waktu mendekati tengah malam. Ia mendengar langkah seseorang mendeka
an intensitas rasa takut dalam diri Marra, ia meluruhkan penutu
n, aku ingin bertanya l
ak ada yang mela
h sakit, tentang kau akan membayar biaya sewa rumahku en
mbok bergambar ragam mural nan terlihat jelas jika matahari terbit. "Aku serius, kau m
ggeleng. "Aku akan mengisin
sel tersebut. "Jadi, kau
juga menunduk tak berani menatap
akan mela
, lebih cepa
ain yang ingin k
asih sudah menyempatkan waktumu untuk menunggu dan datang kemari, aku pe
aku lakukan, tapi demi menghancurkan keangkuh
*
ditambah menjadi dua kali lipat saja agar ia tetap bertahan di hari kemarin, bukan waktu ini. Semangat gadis itu su
mengaduk-aduk sedotan pada sebuah gelas lemon tea. Meski karakter cer
kaan meja. "Membayangkannya saja terasa sangat mengerikan, kenapa aku harus melakukan hal seperti itu, apa dia tak memiliki kompensasi ya
la, Luke datang mendekat dan duduk di sebrangnya, pria berapron cokelat itu me
memaksa tersenyum. "Apa ad
au, makan
ma ka
kabar ibu
bi Romel menjadi lebih ketat menjaga ibu, dia sangat ket
ah karena me
terlihat
mencemaskan ibumu. Jika begitu
pulang saat jam operasional seperti ini-tetap saja aku menyalahi aturan
percuma jika terlalu banyak pikiran, tapi kau tetap bekerja. Aku yakin k
rbohong
cat, Marra. Kau juga ge
ap
harus kupotong ua
itu. "Baiklah, aku akan pulang sekarang, tolong sampaika
melambai saat Marra berge
tapi hanya sebanyak 30%, ka
*
uren nan terlelap nyaman, gadis itu memiringkan tubuh dan menjadikan tangan kananya sebagai bantalan, ia puas memperhatikan wajah tenang Lauren dari jarak sedekat ini. "Aku benar-bena
erlu tahu, Marra sering melakukan hal seperti ini di depan sang ibu, tapi ketika wanita itu terlelap saja
ng demi kebaikan hidupnya, demi mengurus Lauren, jika saja sang ayah tak memilih pergi meningga
k tahu cara mengasihani diri sendiri, ia begitu s
ndekap Lauren, ia ingin dimanja seperti anak lain saat menyandarkan kepala di pangkuan ibunya, ingin berbagi cerita kesehariannya, ingin bepergian dengan sang ibu. Namun, untuk sekarang semua hal sederhana itu hanyalah sebatas angan semu, selalu melihat ibunya baik-baik saja saat ia pulang be
aku akan menunggunya, kita harus bersama-sama melakukannya. Aku menyayangimu, Bu." Sebuah kecup lembut mendarat di kening Lauren nan masih dililit perban,
*