La Tahzan, Miss Lemot
harus mengetuk pintu tersebut atau kembali pulang ke rumahnya dengan menahan lapar. Gadis itu sangat malu karena harus datang ke rumah ini setiap hari ha
ya? Tapi kalau nggak diketuk, nant
umah Fernan hanya untuk sebuah makanan. Malu? Sebenarnya dia malu, tetapi mau bagaimana lagi? Gadis itu tidak punya pilihan lain, daripada terserang maag a
n harga dirinya seakan hilang saat itu juga. Saat di mana Fernan se
ng banget. Ketuk jang
sar seperti orang yang baru saja bisa bernapas. Mengetuk pintu saja rasanya sangat berat seperti sedang berhadapan dengan dosen killer. T
ain aja. Apa mereka lagi makan? Masa sih? Biasanya mereka belom makan, karena Ta
nan. Dan bagaimana mungkin orang di dalam rumah akan membukakan pintu untuknya? Bayangkan saja. Suara pintu yang menurutnya kencang, tetapi tidak
pintunya, apa kurang ke
u ke rumah dia itu harus ketuk pintu sambil ucap salam tiga kali. Karena k
lamu'alaikum, Tante. Ines datang lagi, nih, mau bantuin Tante buat bikin makan malam, tapi Ines juga sekalian numpang ya, Tan.
yang terus berbicara sendiri di depan pintu rumahnya. Hingga tiba-tiba sang
gadis mama, cepet," titah mama
s sakit. "Ma, lepasin dong. Iya, Fernan
ak orang gila. Anak orang kasihan itu nanti lumutan," ce
t," titah Vi
a mau ke buka
bukanya dan menyuruh tuan putri masuk. Fernan terkadang kesal pada mamanya, kenapa dia
ta makan, kayak orang susah aja. Oh iya, dia kan emang su
lo ke sini?" tanya Ferna
*
anya Ines ingin mendobraknya. Namun, kalau didobrak? Apa om dan tante tidak aka
. Fernan nggak sayang Ines, ya?"
ti dibukain pintunya. Tapi ... kok sampai sekarang pintunya belum juga dibukain. F
ini?" tanya Fernan, membuat Ines
lisnya. "Kenapa lo senyum-
yum dibilang anemia? Ada juga orang suk
pingsan disebut anemia terus? Siapa tahu dia l
ira yang punya anemia muntah paku, baut, d
mah, gue harus stok
makanan
nget! Gue pusing den
erfaedah. Ujung-ujungnya malah berdebat tidak karuan. Jangan salahkan Fernan, salahkan Ines.
s minta maaf, deh." In
"Iya, ini udah. Lo mau apa ke s
asil, jadi lebih baik dia mengubah nada bicaranya menjadi lembut. An
a. "Hm ... I-nes boleh nggak numpang lagi di sini?
ya Fernan dengan p
es bilang yang sebenernya. Soalnya Ines juga terpak
s pelan, lalu mengan
an, ya. Tadi mau maka
tahu segalanya tentang Ines, tetapi dia sering mengejek dan menghinanya itu hanya sebatas candaan.
ka. "Gue bakal buat lo menderita, seperti apa yang Bunda lo lakuin sa