Perjalanan Menjadi Dewa
Penulis:Green
GenreFantasi
Perjalanan Menjadi Dewa
Potongan terakhir dari kertas emas yang kecil terbang menembus kulit kepalanya dan masuk ke dalam otak Zen. Zen merasa seolah-olah dia habis dipukul oleh palu besi yang berukuran besar. Seluruh tubuhnya bergetar hebat saat pecahan kertas emas kecil-kecil itu bergabung menjadi satu sebelum memancarkan cahaya terang.
Setelah cahaya keemasan berangsur-angsur memudar, pecahan emas kecil ini menembus masuk ke dalam seluruh tubuh Zen. Beberapa ingatan yang bukan miliknya, seketika muncul dari kehampaan.
"Metode Pemurnian Senjata Agung..."
"Metode Pemurnian Senjata Kuno Pertama..."
"Gunakan daging sebagai senjata. Gunakan tubuhmu sebagai jiwa, tempa dan berlatihlah secara menyeluruh, bersihkan tubuh untuk vitalitas yang besar..."
'Apakah ini yang disebut metode pemurnian senjata?'
Meskipun Zen sama sekali tidak tahu tentang cara memurnikan senjata, tapi dia jelas tahu bahwa menjadi master pemurnian senjata adalah karir yang sangat berguna. Terlepas dari Klan Luo memiliki semua sumber daya keuangan yang kuat, tetapi mereka bahkan tidak bisa menyewa master pemurnian senjata dari tingkat yang paling rendah. Hal itu sudah cukup untuk menunjukkan betapa menguntungkannya untuk menjadi master pemurnian senjata.
Tapi tadi dikatakan untuk menggunakan daging tubuh sebagai senjata? Apa artinya kata-kata itu?
'Apakah metode ini menunjukkan bahwa aku perlu memperbaiki diriku dulu untuk menjadi senjata yang efektif?'
Begitu pikiran itu terlintas di benak Zen, sesuatu yang luar biasa terjadi pada tubuhnya.
Suhu tubuhnya tiba-tiba meningkat tajam. Dia menarik napas dalam-dalam karena terkejut saat pertama kali merasakan panas, lalu dingin, lalu panas lagi.
Sangat panas! Zen merasa tidak nyaman saat suhu tubuhnya naik seperti itu. Tak butuh waktu lama untuk dia merasa seolah-olah tubuhnya sedang terbakar dari dalam ke luar.
Dia bergegas berjalan ke arah tangki air di ujung ruang bawah tanah. Di sinilah mereka meninggalkan air untuk digunakan Zen untuk rutinitas sehari-harinya.
Dia langsung melompat ke dalam tangki tanpa berpikir dua kali.
Dia menutup matanya saat tubuhnya masuk lebih dalam ke dalam tangki itu. Air yang ada di sekitarnya mulai mendesis.
Tangki mulai bergetar saat air menggelegak dan berbuih. Tak lama kemudian, uap panas mulai mengepul keluar dari dalam tangki. Semua air di dalam tangki telah menguap sebelum tubuh Zen bisa mendinginkan dirinya sendiri di dalam tangki tersebut. Seluruh ruang bawah tanah diselimuti kabut.
Air gagal menurunkan suhu tubuh Zen. Sebaliknya, Zen malah merasa seolah-olah suhu tubuhnya tetap naik drastis. Dia menggeliat di dasar tangki yang sekarang kosong karena tidak tahan lagi dengan rasa panas itu. Perlahan retakan muncul dan merambat di kulit Zen dan cahaya merah gelap seperti sepotong besi panas merah menerobos kulitnya.
Dia meronta-ronta dan memukul bagian bawah tangki saat kabut berputar di sekelilingnya.
Tidak hanya tubuhnya, pikiran Zen juga mengalami perubahan yang luar biasa.
Tiba-tiba ada sebuah tungku hitam besar dengan sembilan ukiran naga di dinding muncul di dalam benaknya.
Setiap naga dicat dengan warna yang berbeda-beda, termasuk cyan, hitam, putih, ungu ... Masing-masing naga telah memamerkan taring mereka dan tampaknya sedang mencakar udara di sekitar mereka.
Delapan dari naga itu memejamkan mata mereka, sementara naga yang di bawah membuka matanya dan menatap ke arah Zen.
Naga itu memandang Zen tanpa emosi dengan mata yang dalam yang mencerminkan pengalaman dan kebijaksanaan karena telah hidup dan bertahan selama puluhan juta tahun, atau mungkin ratusan juta tahun. Dia bisa merasakan kekuatan besar yang berasal dari naga itu.
"Klatak kletek klatak kletek ..."
Jiwa Zen bergetar di bawah tatapan intens dari sang naga. Sesaat kemudian dia merasa seolah-olah jiwanya akan terbelah dan terbuka lebar.
Zen mendengar bisikan datang dari naga saat dia merasa seolah-olah setiap inci dari dirinya akan hancur berkeping-keping. Kemudian tungku raksasa itu terus menerus berputar, dan terlihat api menyala dari dalam tungku.
Api hitam raksasa muncul dari dalam tungku.
Zen belum pernah melihat sesuatu seperti ini sebelumnya. Nyala api berkelip-kelip dengan ganas di ruang bawah tanah yang gelap dan sunyi. Untuk sesaat, Zen merasa bahwa api itu seolah-olah akan membakar semua yang ada di seluruh dunia!
Tungku raksasa itu lalu menutupi tubuh Zen dan tak lama kemudian, dia merasakan api yang berkobar membungkus jiwanya. Semua itu terjadi begitu cepat sehingga Zen tidak punya waktu untuk mengagumi apa yang telah dilihatnya.
Setiap orang biasa pasti akan dilahap oleh api itu. Hanya seseorang yang sangat istimewa yang mampu menahan rasa sakit dari jiwa mereka yang membara. Zen tidak boleh kehilangan kesadaran akan rasa sakit yang tak tertahankan ini karena itu adalah jiwanya yang menderita dan ini semua terjadi di dalam pikirannya. Satu-satunya hal yang bisa dia lakukan saat itu adalah menggertakkan giginya dan berharap siksaan itu akan segera selesai.
"Ah ah ah, biarkan aku mati saja!"
Tak lama kemudian, Zen telah mencapai batasnya dan dia pun berteriak kesakitan. Dia bersedia melakukan apa saja, bahkan merangkul kematian, untuk membebaskan dirinya dari rasa sakit yang sedang dia rasakan.
Tapi kematian adalah kemewahan baginya. Seseorang tidak bisa melakukan apa-apa dalam keadaan ini, bahkan menggigit lidahnya untuk bunuh diri saja tidak bisa dia lakukan.
Begitu jiwanya tidak dapat menahan rasa sakit dan hampir hancur, tungku itu memancarkan cahaya warna-warni untuk segera memperbaiki jiwa Zen.
Membakar, menghancurkan, memperbaiki dan kemudian membakar, menghancurkan dan memperbaiki, dan berulang terus seperti itu.
siklus yang menyiksa tampaknya berulang tanpa henti.
Zen tidak tahu berapa lama rasa sakit yang mematikan ini berlangsung. Akhirnya siksaan itu berhenti.
Dia menarik napas panjang dan menyambut waktu istirahatnya. Dia hampir tidak punya waktu untuk melupakan pengalaman yang barusan dia alami ketika dia menemukan jiwanya memancarkan cahaya keemasan.
Zen akhirnya perlahan kembali sadar setelah waktu yang cukup lama.
Tungku raksasa itu telah berhenti berputar di dalam benaknya, tetapi api hitam di tungku terus menyala dan tidak pernah padam. Tetapi api itu sekarang sudah lebih terkendali dan tampak tidak terlalu mengerikan.
Zen telah mengerti bahwa jiwa dan tubuhnya telah disempurnakan di dalam tungku itu.
Keajaiban tidak pernah berhenti terjadi di dunia yang besar ini. Beberapa master pemurnian senjata menggunakan segala macam cara aneh untuk memurnikan senjata mereka. Beberapa master bahkan melakukan pembunuhan yang tak terhitung jumlahnya untuk mengumpulkan darah manusia demi melakukan pemurnian. Yang lebih buruknya lagi adalah beberapa master bahkan mencuri jiwa manusia untuk dijadikan bahan bakar senjata mereka, sehingga membuat mereka menjadi semacam senjata jahat.
Namun, teori pemurnian senjata ini menganjurkan pemurnian tubuh seseorang dan mengubahnya menjadi senjata magis. Zen belum pernah mendengar tentang hal seperti ini sebelumnya. Semua ini terdengar sangat gila...
Kemalangan bisa menjadi berkah tersembunyi, begitu juga sebaliknya. Setelah berhasil menenangkan dirinya, Zen berpikir bahwa apa yang terjadi padanya mungkin bukan hal yang buruk!
Senjata magis harus melewati lima tahap di dunia ini, dengan yang pertama adalah tahap senjata misterius. Setelah itu, senjata ini akan menjadi senjata spiritual, senjata peri, senjata suci, dan yang terakhir adalah senjata dewa. Masing-masing dari tahap ini dibagi lagi menjadi kelas atas, menengah, dan bawah. Semua tahap memiliki nilai yang sangat tinggi.
Tubuh Zen baru saja disempurnakan menjadi senjata magis. Zen merasa dirinya kuat meskipun masih berada pada tingkat terendah dari senjata misterius.
Itu merupakan hal yang aneh untuk menganggap dirinya sendiri sebagai senjata magis. Zen menunjukkan senyum pahit di wajahnya.
Zen melihat fajar menyingsing saat dia membalikkan badannya untuk melihat keluar dari satu-satunya ventilasi yang ada di ruang bawah tanah. Dia telah begitu termakan oleh pengalamannya sampai-sampai dia lupa akan waktu.
Zen tidak merasa lelah meskipun dia baru saja melewati malam tanpa tidur dan pengalaman yang aneh dan mengerikan ini. Sebaliknya, jiwanya terasa seperti diistirahatkan, bahkan terangkat.
Dia menjadi tenang setelah menarik napas dalam-dalam. Semua kecemasan yang melanda dirinya di malam sebelumnya telah hilang begitu saja. Ternyata apa yang dikatakan buku itu benar sekali, semuanya akan terjadi sesuai takdir. Bahkan makan dan minum pun sudah ditentukan sebelumnya. Seseorang dapat mengatasi setiap kesulitan hanya dengan pikiran yang stabil.
Setelah dia dengan hati-hati membersihkan tumpukan abu dari buku yang terbakar dan memindahkan tangki air kembali ke tempat asalnya, terdengar suara kunci pintu ruang bawah tanah yang dibuka dan mengisi keheningan yang ada di dalam ruang bawah tanah. Zen mengerutkan keningnya. Sudah waktunya untuk menerima pukulan lagi.