BELENGGU CINTA MANTAN
ru meninggalkan tempat itu. Masih terdengar tawa geli Dion mengiringi langkah seribu gadis itu. Andini benar-benar takut mem
ju rumahnya yang berjarak sekitar satu kilo meter dari rumahnya Ardi. Tanpa disadarinya, airmata mengalir begitu saja di pipinya, begitu mengingat pria ya
dicintainya itu, Ardi benar-benar sudah menghilang dan lari dar
hnya. Ia melihat pintu tempat tinggalnya itu terbuk
alam rumah. Matanya langsung menatap seorang laki-laki dewasa ber
menjawab. "Kok, lama perginya, Din? Kamu bilang jam setengah sepuluh sudah nyampe ru
dua minggu yang lalu akan datang bertamu untuk menentukan hari pernikahan mereka. Andini memaksa pergi karena ingin memastikan sikap Ardi setelah peristiwa minggu lalu.
lihat tampan di usianya yang ke-40 tahun itu tersenyum lembut kepada gadis mu
ah-ibunya Andini memanggil anaknya
amu sebelah ibunya. Ia tak mengangkat kepalanya sama sekali, h
a dengan Nak Andini." Paman dari Hendra itu berhenti sejenak, menatap dua orang wanita berbeda usia yang duduk di depa
nggu lagi?" Matanya membulat me
in? Lebih cepat 'kan lebih baik." Sarinah yang
, ia hanya ingin mengulur sedikit waktu. Ia takut seandainya perbuatan Ardi padanya minggu lalu akan membuahkan hasil. Ia tidak ingin nanti bingung menentukan siapa ayah biologis
ahmu juga gak saling kenal, buktinya pernikahan kami awet sampai aya
lagi." Tanpa mengindahkan ucapan sang ibu, Andini langsung bicara kepada p
tanya sang paman k
an berusaha, agar kita bisa lebih akrab sebelum hari pernikahan nanti." Hendra
an senyum menawan dari pria dewasa yang
ni dengan berat hati memberikan penawaran terakhirnya. Lima minggu ke d
a minggu lagi, tapi dengan syara
ran. Matanya membulat menatap
ang ke rumah ini. Kamu yang ingin kita lebih akrab sebelum menika
jawab pelan sembari menun
an di ruang tamu yang sempit itu. Tawa ceria pria yang sudah setahun menduda itu, disambut dengan senyum senang oleh pamannya Hendra dan ibunya Andini
di pembaringan yang sama, tempat di mana Ardi mengambil miliknya yang berharga minggu lalu. Air mata Andini kembali mengalir deras di pipinya. Hatinya terasa sakit sekali, kala
*
menangis sedih di kamarnya setelah keluar dari kamar mandi. Meski lega, ia tidak hamil di luar nikah, tapi ini artiny
bari mengetuk-ngetuk pintu kamar yang sengaja ia kunci. An
engan suara serak. Ia kemudian berj
datang." Sarinah menatap penuh selidik wajah anaknya yang pura-pura menggar
atang bulan, terus juga sedikit pilek." Andi
u di belakang," ujar Sarinah seraya menjauh dari kamar anaknya menuju ke bagian belakang rumah.
ke teras depan rumah. Di sana, terlihat calon suaminya sedang duduk se
a yang tampak lebih muda dengan baju kaos warna putih berkerah yang sedik
atap wajah wanita yang terus saja menghantuinya selama sebulan ini. Meskipun And
tahun tersebut. Andini yang semakin pendiam membuat Hendra terkadang bin
jalan-jalan, mau gak?" H
ini menjawab tanpa menoleh kepada calon suaminya. Ia
abang antar berobat?"
itu kalau lagi datang bu
berambut sedikit cepak
ihat lesu tidak bergairah. "Hm ... mungkin ada yang ingin kamu tanyakan pada abang? Bagaim
Andini semakin resah. Sebenarnya, ia ingin jujur saja atas kondisinya yang sudah tidak gadis lagi, tapi bibirnya tak sa