Shadow Under The Light
mpilanku yang sangat seksi. Mata-mata kurang ajar melempa
auh. Ya ... kombinasi dari gaun merah mencolok dan baju seseksi ini, siapa yang tidak me
a langkah lamat-lamat. Tahu dengan pasti
sa kubantu?" ucapnya sambi
manggilku seperti ini. Panggilan ser
n suara, "kurasa ... aku tersesat," tam
ng aku tahu hanya sebatas ini. Itu pun berasal dari drama percintaan yang kutonton di televisi. Ke
a-pura tersesat. Bodohnya aku, siapa yang sengaja tersesat di pasar
rikan apa saja sebagai balasan terima kasih
lukan, batinku. Andai aku bisa s
jangan memanggilku bapak, panggil nama saja, namaku Januar. Di mana
u, berusaha melepa
yang serupa misai tikus. "Ah, jangan m
ng a
is. Otot dada tampak menyembul dari balik kaus putih polos ketat yang ia kenakan bersama jas biru langit. Gayanya pu
geser menjauh cukup sopan. Kami mulai menelusuri jalanan pasar malam menuju ru
mpang lagi, kami akhirnya tiba di rumah Axel. Rumah normal di komplek sunyi, rumah par
ahku!" t
mangat, entah pikiran kotor apa
langkahnya. Januar mengernyit tak
kan dia mati begitu saja, bagaimanapun juga
sudah be
nya di telingaku, berbisik perlahan, "Sebenarnya ... aku sudah punya istri dan dua orang anak yang lucu." Ia ter
nuar! Sebaiknya kamu memikirkan ist
?" hardik
endiri, kalau tidak ...
ma kasih sudah mengantarku pulang," ucapku sambil membalikkan
... kumohon ... kasihani keluargamu sendir
itu sudah pergi, ketika tiba-tiba sebuah tangan m
Apa di
xel. Telapak kulitnya kapalan, Axel tak memilik
riku menggapai-gapai, berusaha menekan tombol lampu di samping sofa. Tanganku
u!
i, tangannya yang besar mengunci l
akan di
u di telingaku. Dengan berat tubuh dan tangan kekar berototnya, aku bena
ng a
semakin kuat.
" Ia menjulurkan lidah, me
. tolong
cuti pakaiannya sendiri dengan tangan kiri, sambil masih mengunci kedua
ng aku!" jeritk
K!
i bawah sofa. Ia menggeleng-gelengkan kepala sebent
xel menjulang tinggi di atasku. Wajahnya sanga
menyentuh sesuatu yang menjadi milikku." Axel kem
dengan lengannya. Segera saja terdengar bunyi kere
menghantamkan stick itu berkali-kali; ke pun
a membabi buta, bahkan terus menyerang mangsanya bertubi-tub
ia itu tidak menjerit lagi setelah mendapat serangan bertubi-tubi. Axel menurunkan stick-nya sambil terengah
tai Axel membalikkan tubuh pria itu, darah mulai merembes dari luka terbuka di kepala. Genangan merah menodai
besarnya menatapku lekat-lekat. Aku ha
Tubuh Axel terbanting ke sa