Kembalinya Arsitek Hebat Bernama Diah
h (
terasa seperti neraka yang dingin dan kosong. Aku tidak ingin bertemu Bara
idak menyalakan lampu, hanya membiarkan cahaya bulan menyusup lewat
. Lalu suara langkah kakinya yang berat di aula. Ia p
di mana?" Suarany
iak pada para pelayan. "Di mana Diah
ih dulu. Dia bilang merasa tidak enak badan,"
?! Cari dia! Cari dia sekarang!" t
angan, memanggil namaku berulang kali. Aku bisa mendengarnya membuka pintu
i depan pintu kamar ta
ebih lembut, tapi masih ada nada panik. "S
. Aku hanya duduk
uatku khawatir," katanya, m
k-acakan, matanya dipenuhi kekhawatiran yang nyata. Untuk sesa
a, langsung memelukku erat. Pelukannya terla
lah, Bara. Aku pulang lebih
na-mana," katanya, melepaskan pelukannya, menatapku
kut kehilangan pro
anggumu. Aku pikir kau sibuk dengan urusa
epenting dirimu." Dia membelai pipiku. "Kau tahu, Diah, kau
is. Sebuah senyum yang
bisik hatiku. 'Dan aku sudah terla
Aku hanya ingin pulang," kataku, berbohong. Aku pulang, t
ng. Betapa mudahnya aku berakting. Seolah-olah ak
ini lebih lembut. "Aku tahu, sayang. Aku ta
,' pikirku, senyum sinis tersungging di bi
untukmu, Bara," kataku, mel
kan tes kehamilan positif lagi. Tapi sebuah cincin pernikahan kami, yang
kan kotak it
tanya dipenuhi rasa ingin tahu. "Apa ini,
araku mantap. "H
it terkejut. "Hadiah perpisaha
sa membukanya nanti, B
ning. "Pergi? Kau
menatap matany
. "Baiklah. Aku akan menyimpannya.
op putih itu ada surat cerai yang sudah kutandatangani, dan sebuah pesan s
dupmu, Bara,' pikirku. 'Hadi
dan berulang kali. Bara dan aku saling
tu utama, aku mengik
asi, matanya bengkak karena menangis. Gaun tidurnya yang tipis basah kuyup, men
uaranya serak dan pu