Cinta Rahasia Berakhir Api Dendam
ita
Natalie memecah suasana. Darah merah pekat mulai merembes dari kepalanya, membasahi gaun mewa
, "dan itu untuk harga diriku! Jangan pernah lagi me
ku. Aku tidak peduli dengan teriakan orang-orang atau tatapan mata yang terkejut. Piki
nku. Raja. Wajahnya pucat, matanya menyala marah. Dia mencengkeram leng
teriaknya, suaranya rendah dan
i sekarang? Setelah semua yang kau lakukan padaku? Setelah
eperti ini!" katanya, suaranya semakin ker
ara? Bagus. Mungkin di sana aku akan menemukan
i?" Raja menuntut, matanya menatapku dengan
tertahankan. "Kenapa? Kau bertanya kenapa?! Kau tahu kenapa, Raja! Kau tahu semua yang mereka lakukan
ayahmu," katanya, suaranya sedikit melunak. Tap
enganku. "Kau tahu semua yang Natalie lakukan! Kau adalah dalang di balik
erlihat terluka, tapi aku tidak peduli. Aku tidak akan l
Kau mengambil segalanya dariku. Sekarang, apa lagi yang
melihat perjuangan dalam matanya, perjuangan antara kemar
akan membayar untuk ini, Sarita," katanya, suaranya rendah dan penuh
"Tangkap dia. Bawa dia ke kantor polisi. Dia meny
g. Aku tidak bisa mempercayainya. Dia akan me
aja, lalu menatap Natalie yang kini sedang dipapah, wajahnya masih pucat tapi dengan seringai keme
kan hawa dingin yang menusuk jauh ke dalam tulangku. Aku
in. Mereka menatapku dengan tatapan curiga. Aku men
ku. Dia memiliki tato di lengannya, dan matanya penuh anc
ku hanya menatapnya d
ndungan," katanya. "Atau
pahit. "Aku ti
? Kalau begitu, kau akan mem
maksudnya. Aku tahu apa
enganiaya aku, mereka melecehkan aku. Aku berteriak, aku menan
a untuk tetap kuat. Tapi aku tidak bisa.
rkan kotoran ke dalam makananku, mereka memukul
a Sarita," katanya, suaranya manis tapi matanya penuh kebencian.
inya. Raja. Dia adalah dalang di balik se
g. Aku tidak bisa menangis. Air mat
Aku tidak tahu mengapa. Mungkin Raja sud
dingin yang menusuk kulitku. Tubuhku terasa lemah
dingin yang menusuk kulitku. Aku merasa in
, merasakan sakit yang luar biasa. Aku mendengar sua
ihat perawat berdiri di sampingku. Dia terse
sudah sadar," kat
rbicara, tapi
nya. "Anda aman di sini. Irva
g. Mengapa dia selalu ada di
atapan kosong, tanpa emosi. "Kau sudah bangun," katanya, s
anya menatapnya dengan ta
dak akan pernah bisa melarikan diri dari takdirmu. Ka
menahannya lagi. Aku ingin berteriak, aku i