Bayangan Mafia Mengintai Setiap Nafasku
jendela kamar, menatap langit abu-abu dengan perasaan campur aduk. Ada ketenangan, tapi juga kegelisahan yang terus menghantui.
cil. Namun saat ia keluar dari dapur, Kaelion sudah ada di sana, berdiri de
tegas. "Aku harap tidurmu nyenyak. Kita m
Aku... aku baik-baik saja," jawabnya, berusaha
enatapnya penuh perhatian. "Kamu akan baik-baik saja jika kamu belajar memahami dunia in
uh. Ia mengajak Nina ke ruang kerja pribadinya, tempat dokumen, peta, dan grafik memenuhi dinding. Ia mulai menjelaskan bagaimana sebuah keputusa
. Ia merasa kagum dan sekaligus takut. Dunia ini begitu kompleks, begitu ber
ko, dan membuat keputusan cepat. Awalnya, Nina merasa kewalahan. Setiap kesalahan kecil membuatnya merasa gagal, setiap ketidakpastian membuatnya takut. Nam
akan udara segar, merasakan kontrol atas dirinya sendiri meskipun sebentar. Namun langkahn
ia ini penuh jebakan. Bahkan di tempat yang terlihat aman, bahaya bisa muncul dari mana
tegas. "Aku... ingin belajar meng
emahami setiap gerak, membaca setiap tanda, dan selalu siap untuk bertin
aktif dalam permainan yang Kaelion ciptakan. Ia belajar membaca orang, memperhatikan gerak-gerik Kaelion, dan mencoba me
kon, memandangi hujan, ketika Kaelion muncul di sampingnya dengan dua cangkir teh hangat.
ini keras. Tapi aku percaya, jika kamu mau belajar, kamu b
penasaran, dan sesuatu yang sulit ia definisikan. "Aku
ulit diabaikan. "Kadang pilihan itu bukan milikmu. Kadang dunia memili
i Kaelion-baik sebagai musuh, guru, atau teka-teki yang harus dipecahkan. Dan di sanalah ia mulai menyadari bahwa kekuatan sejati buk
iri sendiri: "Aku akan bertahan. Aku akan belajar. Dan suatu hari, ak
alah ujian, setiap langkah adalah pertarungan, dan setiap detik adalah pe
uk menemukan cara agar bebas, meskipun dunia di sekitarnya terasa semakin g
di aspal basah. Nina baru saja keluar dari kafe tempat ia dan beberapa teman kuliahnya biasa berkumpul setelah kelas sore. Suara tawa masih te
g waktu dosen kamu sempat berhenti ngomong gara-gara semua orang nengok?" ucap Shania, salah satu sahab
nggak cuma sekali. Kayaknya dia nggak ngerti
k sekeren dia mau jemput aku di kampus,
it terangkat. "Tapi kamu nggak tahu dia kayak apa kalau sedang marah. Di
nya. "Kamu ngomong ka
ahami tentang Kaelion. Ia bukan sekadar pria dengan wajah sempurna atau kekayaan melimpah. Ada miste
a lain terdengar dari belakang. "Kamu ma
ang. Ia menoleh pelan, dan benar saja, Kaelion berdiri tak jauh di sana, mengen
ah. "Tuhan... di
n, aku baru keluar sama teman ku
ajam tapi wajahnya tetap tenang. "Aku
k minta d
tu yang berharga," balasnya ringan, seol
onton adegan dari film romantis yang menegangkan. "Oke
p Kaelion dengan nada setengah kesal. "Kamu sadar nggak kalau
in karena aku memang berasal da
lama. Entah kenapa, ia merasakan
Naiklah, Nina. K
pu-lampu kota tampak berkilauan di bawah langit malam. Kaelion memati
rlalu rapuh," ka
eran. "Kamu lag
inta, keluarga, kekuasaan. Mereka lupa, semua itu sementara. Di du
kan kepala, bingung. "Kamu bic
m samar. "Mungkin aku memang bukan
hembus masuk dari jendela, membawa arom
elemah. "Kamu menakutkan
jahat, Nina. Kadang, sesuatu yang menakutkan ju
hampir terlambat ke kelas. Di depan gedung kampus, ia
ah baca grup? Soal seminar nasional
gusap rambutnya yang masih berantaka
kumentasi. Kamu orang yang paling
pi jangan suruh aku wawancara oran
i ini bukan pejabat kampus
iuh dengan persiapan acara. Spanduk besar terbentang di depan
a. Ia menoleh ke arah pepohonan di belakang gedung, tapi tak ad
leponnya bergetar. Sebuah pesan dar
ina. Dunia Kaelion bukan tempat
coba membalas, tapi pesan itu sudah
Rania, saudara ibunya, datang tanpa pemberitahuan. Wanita
menelusuri ruang tamu. "Kecil sekali, Nina. I
yaman di sini, Tante. Aku nggak
i," desak Rania. "Kamu harusnya menikah, cari suami k
na sendiri, Tante. Aku nggak mau hidup cu
ar dari dapur mencoba menengahi, tapi Rania
. Jangan bilang kamu jatuh cinta pada seseo
m. "Kamu nggak tahu
ti dia. Berbahaya. Dan aku tidak akan diam kalau kamu
penilaian orang. Tapi lebih dari itu, ia mulai merasa takut-takut
agi. Kali ini tidak dengan mobil mewahnya, tapi berjalan masuk ke aula sepe
pa?" bisikn
ya," balas
Darel sebentar sebelum berkata pada
, aku la
l kesela
ngan seakan membeku. Nina akhirnya m
serius. "Ada yang mengikuti lan
pa
manusia biasa. Me
mong seolah dunia itu n
Kaelion nyata, Nina. Dan sekarang, kamu s
aneh. Seperti bergetar halus, seolah ada ge
lain berdiri di depan rumahnya-bermata perak s
gi?" suara itu menggema tanpa suar
ing Nina dalam sekejap
nya, Kaelion. Siapa pun yang terlibat dengan
. Ia tak tahu apa yang sedang terjadi, tapi sah ke arah Nina. "Mulai malam ini, kau tidak sendirian lagi,
gan yang menakutkan, sementara bayangan du