Rahasia di Balik Cinta Kita
/0/28595/coverbig.jpg?v=cc370ef253bdb5c2636bd21d34393e13&imageMogr2/format/webp)
yam bakar yang baru matang menyelinap ke udara, berpadu dengan wangi bunga melati dari pot di teras. D
at sederhana, beberapa helai jatuh di sisi wajahnya. Ada kelembutan dalam set
uara riang Aila, putri kecilnya yang baru ber
u Ayah pulang dulu, say
eras. Rayhan muncul dengan setelan kerja yang masih rapi, dasinya sed
ari menghampiri d
"Aila cantik nungguin Ayah, ya?" ta
sebelum Ayah pulang!" ujar A
a. "Aturan Bunda meman
Rayhan lebih lama dari biasanya. Ada gurat lelah di su
"Iya, lumayan. Tapi lihat kalian berdua, rasan
ain, dan tetangga baru di ujung jalan. Suasana itu hangat-nyaman. Seperti potongan kecil kebahagiaan yang membua
kan piring, mendengar tawa mereka dari dapur. Sesekali ia melirik: Rayhan m
tapi karena belakangan ini, ia sering menangkap Rayhan menatap kosong ke luar jendela, atau memandangi
cangkir teh hangat. Udara malam membawa aroma tanah basah setelah hujan s
kursi rotan sebelahnya.
angkir padanya. "Kamu kelihatan makin s
ya mepet." Jawabannya sederhana, tapi nadanya hati-hati
ang bikin kamu capek... atau gelisah,
erawang. "Aku nggak nyimpen apa-apa
an, tapi entah kenapa, Aruna merasa ada sesuatu
ur, memandangi langit-langit. Rayhan sudah terlela
getar pelan. Sekali. Dua kali. Layar menyala
ya atau mengambilnya. Ia menoleh ke arah Rayhan-suaminya tetap tidur, nap
bicara. In
usan kantor, mungkin. Ia memutuskan tak menyentuh ponsel itu
-
ut kamar. Aruna bangun lebih awal, menyiapkan sarapan.
-pagi banget?" tanya A
gang. "Iya, mendadak. Nanti aku pulang ag
ya Aruna, nada suaranya
" Ia tersenyum-senyum manis yang kini ter
pi Aruna, lalu menunduk mencium keni
erdiri di ambang pintu, melihat punggung su
Ayah terus?" tanya g
putrinya. "Nggak apa-apa, sayan
? Atau ia sedang berusaha meyakinkan dirinya sendiri bah
-
bar di ruang tamu. Namun pikirannya terus melayang pada nama yang muncul semalam. Maya. Ia m
rumah. Ia mencoba mengingat setiap percakapan terakhir mereka-nada suara Rayhan, tatapan
k datang dengan ledakan besar, melainkan dengan hal-hal kecil-sebuah senyum yan
Di dapur, Aruna menyiapkan makan malam, sendirian. Suara jam dindi
ng. Aruna menatap layar ponselnya, mempertimbangkan untuk menelepon, tapi me
amun kosong di hadapannya, Aruna sadar satu hal-kadang, sesuatu yan
-tiga wajah tersenyum di bawah langit biru
a... aku siap mendengarnya. Tapi
tirai. Seolah rumah kecil bercat putih itu ikut meny