Gairah Liar Isteriku
/0/28438/coverbig.jpg?v=81cfddf254a092624bf7b50b0e32223e&imageMogr2/format/webp)
tangan terampil, ia menyisir rambut panjangnya, menyiapkan diri untuk menghabiskan malam yang dijanjikan penuh petualangan. Akan tetapi, sorot matanya
, sayang? A
etaran dan bayangan-bayabgan sensasi yang mendebarkan dari situa
bar malam ini kita akan kembali bertemu," gumam Nara dengan hati
n, Nara bahkan bisa membayangkan setiap sentuhan mema
i atas tempat tidur, yang tak pernah ia d
ncur seketika saat suara Rama, suaminy
dengan nada datar dan dibalut
n kegelisahan yang mulai mengintai. Ia berjalan ke
tanyanya seolah
ahnya menyiratkan rasa tidak senang. "Kamu mau ke mana, malam-malam begini dengan pen
butuh waktu untuk bertemu teman-teman. Lagipula kamu sibuk terus denga
beberapa inci dari ponsel yang tergeletak di sana. Panda
pan kamu punya 'teman' yang aku nggak tahu?"
h goyah. Jika ia menunjukkan rasa takut, Rama akan m
dengan nada mengeluh, "Aku hanya butuh waktu unt
awa yang penuh kebencian. "Kamu pikir aku bodoh,
ri meja rias. Gerakannya begitu cepat h
Jangan Rama!" serunya, tapi Rama sudah melangkah mundur,
rka segera m
ar 305, ya. Jangan
g
tis. Matanya yang sebelumnya gelap kini seperti api yang menyala-nyala. Ia mengangkat ponsel itu tinggi-tinggi dan memban
305?! Kamu mau ngapain di sana?!" Ben
Rama! Aku bisa jelaskan!" Nara mencob
ke dinding. "Kau SELINGKUH, kan?! Aku sudah lama mencium bau busuk ini, tapi aku terla
mu terlalu berlebihan!" potong Na
otel?! Jangan bodohi aku, Nara!" Rama semakin
ukan karena merasa bersalah,
rti aku. Kamu selalu sibuk dengan pekerjaan, nggak pernah p
da getir. "Aku banting tulang kerja buat apa? Supaya kamu b
sendirian selama ini!" balas Nara dengan emosi. "Aku hanya men
Ia menggebrak meja rias hingga segala benda di atasnya terjatuh. Botol parfum, si
segalanya! Jadi ini balasannya?!" teriak Rama lagi, su
amu nggak pernah hadir untukku. Kam
ada untuk kamu, untuk rumah ini, untuk hidup kita! Dan sekarang aku tahu, semua itu sia-sia!
ras. Tapi ia tidak mau kalah. Ia menggenggam ujunsalah siapa, Rama? Kam
a yang getir m
himu? Salah karena aku terlalu percaya sama wanita
a saat Rama keluar, kemudian ia membalikkan tubuhnya dan ..., "Aku nggak p
dengan keras, suaranya
terduduk di lantai, menatap kosong pada layar ponsel yang ki
gaunnya yang kini kusut karena dirisekali
di kamar, mencoba memahami apa yang sebenarnya salah dengan dirinya. Bukannya menyes
nya. Dengan perasaan yang benar-benar kacau
s? Ha-ha-ha..." Suara yang tak asing baginya t
a tahu kalau aku sedang ada masalah? Atau... argh!" gumamnya, frustrasi. Kepalany
intu. Jantungnya kembali berdegup kencang. Apakah itu Rama? Apakah ia
tangan terampil, ia menyisir rambut panjangnya, menyiapkan diri untuk menghabiskan malam yang dijanjikan penuh petualangan. Akan tetapi, sorot matanya
, sayang? A
etaran dan bayangan-bayabgan sensasi yang mendebarkan dari situa
bar malam ini kita akan kembali bertemu," gumam Nara dengan hati
n, Nara bahkan bisa membayangkan setiap sentuhan mema
i atas tempat tidur, yang tak pernah ia d
ncur seketika saat suara Rama, suaminy
dengan nada datar dan dibalut
n kegelisahan yang mulai mengintai. Ia berjalan ke
tanyanya seolah
ahnya menyiratkan rasa tidak senang. "Kamu mau ke mana, malam-malam begini dengan pen
butuh waktu untuk bertemu teman-teman. Lagipula kamu sibuk terus denga
beberapa inci dari ponsel yang tergeletak di sana. Panda
pan kamu punya 'teman' yang aku nggak tahu?"
h goyah. Jika ia menunjukkan rasa takut, Rama akan m
dengan nada mengeluh, "Aku hanya butuh waktu unt
awa yang penuh kebencian. "Kamu pikir aku bodoh,
ri meja rias. Gerakannya begitu cepat h
Jangan Rama!" serunya, tapi Rama sudah melangkah mundur,
rka segera m
ar 305, ya. Jangan
g
tis. Matanya yang sebelumnya gelap kini seperti api yang menyala-nyala. Ia mengangkat ponsel itu tinggi-tinggi dan memban
305?! Kamu mau ngapain di sana?!" Ben
Rama! Aku bisa jelaskan!" Nara mencob
ke dinding. "Kau SELINGKUH, kan?! Aku sudah lama mencium bau busuk ini, tapi aku terla
mu terlalu berlebihan!" potong Na
otel?! Jangan bodohi aku, Nara!" Rama semakin
ukan karena merasa bersalah,
rti aku. Kamu selalu sibuk dengan pekerjaan, nggak pernah p
da getir. "Aku banting tulang kerja buat apa? Supaya kamu b
sendirian selama ini!" balas Nara dengan emosi. "Aku hanya men
Ia menggebrak meja rias hingga segala benda di atasnya terjatuh. Botol parfum, si
segalanya! Jadi ini balasannya?!" teriak Rama lagi, su
amu nggak pernah hadir untukku. Kam
ada untuk kamu, untuk rumah ini, untuk hidup kita! Dan sekarang aku tahu, semua itu sia-sia!
ras. Tapi ia tidak mau kalah. Ia menggenggam ujunsalah siapa, Rama? Kam
a yang getir m
himu? Salah karena aku terlalu percaya sama wanita
a saat Rama keluar, kemudian ia membalikkan tubuhnya dan ..., "Aku nggak p
dengan keras, suaranya
terduduk di lantai, menatap kosong pada layar ponsel yang ki
gaunnya yang kini kusut karena dirisekali
di kamar, mencoba memahami apa yang sebenarnya salah dengan dirinya. Bukannya menyes
nya. Dengan perasaan yang benar-benar kacau
s? Ha-ha-ha..." Suara yang tak asing baginya t
a tahu kalau aku sedang ada masalah? Atau... argh!" gumamnya, frustrasi. Kepalany
intu. Jantungnya kembali berdegup kencang. Apakah itu Rama? Apakah ia
tangan terampil, ia menyisir rambut panjangnya, menyiapkan diri untuk menghabiskan malam yang dijanjikan penuh petualangan. Akan tetapi, sorot matanya
, sayang? A
etaran dan bayangan-bayabgan sensasi yang mendebarkan dari situa
bar malam ini kita akan kembali bertemu," gumam Nara dengan hati
n, Nara bahkan bisa membayangkan setiap sentuhan mema
i atas tempat tidur, yang tak pernah ia d
ncur seketika saat suara Rama, suaminy
dengan nada datar dan dibalut
n kegelisahan yang mulai mengintai. Ia berjalan ke
tanyanya seolah
ahnya menyiratkan rasa tidak senang. "Kamu mau ke mana, malam-malam begini dengan pen
butuh waktu untuk bertemu teman-teman. Lagipula kamu sibuk terus denga
beberapa inci dari ponsel yang tergeletak di sana. Panda
pan kamu punya 'teman' yang aku nggak tahu?"
h goyah. Jika ia menunjukkan rasa takut, Rama akan m
dengan nada mengeluh, "Aku hanya butuh waktu unt
awa yang penuh kebencian. "Kamu pikir aku bodoh,
ri meja rias. Gerakannya begitu cepat h
Jangan Rama!" serunya, tapi Rama sudah melangkah mundur,
rka segera m
ar 305, ya. Jangan
g
tis. Matanya yang sebelumnya gelap kini seperti api yang menyala-nyala. Ia mengangkat ponsel itu tinggi-tinggi dan memban
305?! Kamu mau ngapain di sana?!" Ben
Rama! Aku bisa jelaskan!" Nara mencob
ke dinding. "Kau SELINGKUH, kan?! Aku sudah lama mencium bau busuk ini, tapi aku terla
mu terlalu berlebihan!" potong Na
otel?! Jangan bodohi aku, Nara!" Rama semakin
ukan karena merasa bersalah,
rti aku. Kamu selalu sibuk dengan pekerjaan, nggak pernah p
da getir. "Aku banting tulang kerja buat apa? Supaya kamu b
sendirian selama ini!" balas Nara dengan emosi. "Aku hanya men
Ia menggebrak meja rias hingga segala benda di atasnya terjatuh. Botol parfum, si
segalanya! Jadi ini balasannya?!" teriak Rama lagi, su
amu nggak pernah hadir untukku. Kam
ada untuk kamu, untuk rumah ini, untuk hidup kita! Dan sekarang aku tahu, semua itu sia-sia!
ras. Tapi ia tidak mau kalah. Ia menggenggam ujunsalah siapa, Rama? Kam
a yang getir m
himu? Salah karena aku terlalu percaya sama wanita
a saat Rama keluar, kemudian ia membalikkan tubuhnya dan ..., "Aku nggak p
dengan keras, suaranya
terduduk di lantai, menatap kosong pada layar ponsel yang ki
gaunnya yang kini kusut karena dirisekali
di kamar, mencoba memahami apa yang sebenarnya salah dengan dirinya. Bukannya menyes
nya. Dengan perasaan yang benar-benar kacau
s? Ha-ha-ha..." Suara yang tak asing baginya t
a tahu kalau aku sedang ada masalah? Atau... argh!" gumamnya, frustrasi. Kepalany
intu. Jantungnya kembali berdegup kencang. Apakah itu Rama? Apakah ia