Look at Me, Elle
ahari hampir tampak, kemungkinan besar membutuhkan waktu beberapa menit lagi untuk menampakkan diri secara kesel
t kamar. Tiga detik kemudian, mata birunya terlihat. Ke
erkejut dan terduduk dalam sekejap. Ia syok, mendapati sisi kirinya kosong, tid
tu begitu mengingat wajah c
adapannya dan memanggil, "Elle! Apa kau ada di dalam?!" Tak ada sahutan dan hanya terdengar suara ketukannya yang menggema dari dalam. Dibukanyalah pin
R
egitu melihat, ia menggapai dan mencari nama Alice di kontak. "Cepat angkat!" serunya begitu tak kunjung mendapat sapaan dari
ul. Bersama rahang mengeras, Leonathan berbalik, menghampiri kamar mandi lalu segera masuk. Tak lupa membanting pintu itu untuk kedua kali
lepas celana tidur hitamnya. Kedua tangan menempel pada dinding, kepala menunduk. Sepasang mata Leonathan terpejam, berhar
m. Walau sang empunya mengizinkan, namun Leonathan sadar betul bahwa Elle sudah terpengaruhi oleh m
m, lalu tangan kiri terkepal. Dua detik kemudian, kepalan tangan itu menghantam dinding dengan sangat keras. "Aku tidak bermak
a pun. Leonathan sudah bisa merasakan apa yang dirasa oleh Elle begitu sadar di pagi hari. Pasti perempuan itu lebih terkejut, atau kemungkinan terburuknya adalah
n penyesalan yang besar setelah meniduri seorang gadis. Selama hidup di dunia, ia sama sekali tidak pernah
ketika mereka semakin sering berbincang. Mendengar suara Elle saja, Leonathan mampu merasa tenang dan di dalam hatinya seak
mukul dinding kamar mandi dengan mata yang terbelalak
tu dari bawah kemeja hitam yang membalut tubuhnya. Begitu selesai, digulungnyalah kedua lengan panjang tersebut sampai siku. Leonathan juga menghampiri ponselnya yang tertidur
esudah itu memakai seatbelt. Ia mulai melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Tangan kirinya merogoh kantong
karena kesal. Satu yang ia sesali, dia belum sempat meminta nomor ponsel atau nama media sosial milik Elle. Jadi, jalan satu-satunya adalah memin
ari seberang. Terdengar jelas sekali bahwa perempuan itu baru bangun tidur. "Aku ingin
melakukan kesalahan?" tanya Alice sekaligus menebak. Wanita berambut pirang bergelombang yang
rintahku, secepatnya. Aku sedang di jalan menuju kafe. Kuharap, se
onathan mematikan sambungan telepon dan mempercepat laju kendaraan roda empatnya. Dengan pandangan
onathan dengan sungguh-sungguh sembari memandang ke arah langit yang sudah sangat cerah, karena sinar matahari begit
itu, meminta nomor ponsel Brielle dan mengatakan bahwa dia sangat butuh nomor Brielle dalam pesan tersebut. "Kenapa susah sekali menghubungi perempuan ini? Kenapa seolah-olah aku diper
lidiki nomor ponsel, alamat, bahkan data-data penting milik perempuan yang ia kenal dari klub. Biasanya, dia tidak pernah lupa akan
utusnya sembari menghembuskan napas lelah. Karena yang bisa m
lkan tangan. Tak habis pikir pada diri sendiri yang melupakan hal sepenting itu, data gadis yang menarik hatinya. Jika waktu bisa diputar kembali
ya jika memakai perasaan, ya, tidak mungkin aku berani berbuat jika perasaanku ikut andil."
endapatkanmu dan maaf darimu secara langsung, Elle." Kini ia hanya bisa berharap pada Tuhan agar Naomi cepat membaca pesan darinya dan segera memberi
ang aku bisa mendekapmu." Sesuatu yang disesalkan oleh Leonathan, lupa menany
pembeli meski statusnya sebagai pemilik kafe. Hanya membuat kopi hatinya meresa jauh lebih tenang dan berpikir jernih. Terlebih lagi aroma
ar dari bar cafe miliknya, Leonathan merogoh saku celana. Menempatkan benda pipih gelap itu di telinga kanan, sang penelepon memberitahu kabar yang m
u pikir hanya dirimu yang bisa memaksa?" Leonathan sampai mengacak-acak rambutnya karena Alice tak ingin datang ke kafe Mixture pimpinannya. "Aku bosmu, bukan kau yang mempekerjakan diriku. Kau yan
yaknya wanita yang pernah aku temui, hanya kau yang membuatku tertarik dan menyesal sudah melakukan hal itu padamu, Elle." Tiba-ti
upun Alice sudah berada di tempat duduk. Keduanya saling berhadapan, ditemani kopi Cappuccino di masing-masing
inggah sebentar di Bali. Kemungkinan besarnya, Naomi tidak ingin tan
rpikir begitu dengan
jika dia memiliki sifat seperti itu. Zaman sekarang in
mu?" Alice mengangkat bahu, kemudian menyesap kopi Cappuccino yang teramat kental, manis, dan sedikit pahit di lidah. "Apa pesan darimu juga belum dibaca Na
r sudah jatuh cinta
suk dirimu. Aku hanya ingin melihat tubuh mereka, tidak lebih." Alice begitu paham, keberengsekan Leonathan masih dibatas yang m
enjelek-jelekan kenalan atau mantanku
kau ini aku gaji, jangan
ri bejatnya perlakuan seorang pria. Kau pasti memahamiku." Sesudah itu melen
dua puluh tahun. Itu tandanya umur kafe Mixture pertama atau pusat kafe Mixture ini sudah menginjak umur lima tahunan. Berbeda dengan kafe Mixture kedua yang kini berada di bawa
ai mobil mahal itu ke arah rumahnya. Ketimbang lari ke klub, pikirannya tidak bisa teralihkan dari sosok
ek kantong celana yang kemungkinan ada barang tertinggal di sana. Benar saja, ia menemukan sesuatu. "Apakah ini salah satu petunjuk dari-Mu?" tanyanya dengan perasaan terkejut. Bagaimana ti
mulai aksi bersih-bersih badan secara kilat sebelum mencari alamat wanita itu. Ia p