DICERAI KARENA MANDUL
menuhi hampir separuh dinding bagian kanan yang sengaja tidak terhalang rak tinggi. Senyum yang terlukis, begitu menawan ditambah bola matanya yang sunggu
kali membaca laporan yang ia sodorkan beberapa menit lalu. Kala sesekali menahan na
uat kamu r
tanyaan yang majikannya ajukan. "Sama sekali
tang Sheryl di sekolah
orang Andaru Aria di depannya. Laporan yang ia buat sudah sesuai
ak Kala menceritakannya pada saya." Daru m
ikatakan. Menghadapi banyak meeting, bertemu beragam klien dan mengurus satu perusahaan membuatnya fasih dan paham, mana yan
penuh, lalu dengan lancar ia bercerita mengenai keseharian Sheryl. Lancar sekali tiap kata yang
u tampak berpikir. Dagunya ia topang dengan kedua tangan. Matan
udnya
an menyangga sebagian tubuhnya di samping meja. "B
yang Bapak maksud." Kala memberanikan diri mengangkat pandanganny
sudah minta ma
Non Anka belum masu
stikan Sheryl minta maaf. Biar bagaimanap
memili
n juga Sheryl enggak menolak
jutkan kata-katanya. "Acara keluarga. Sheryl tahu d
ik,
*
, Tari
ar dengan sembarang. Belum lagi boneka yang rapi tersusun sudah berantakan di bawah. Mood Sheryl anjlok,
semua orang di rumah ini, dapat tegur ramah dan senyum merekah dari sang nona muda. Bahkan untuk kali perta
. Sepatu dan dress itu kem
" Sheryl segera menutup
sama Papa b
g enggak mau ikut
apas mencoba bersabar. Entah suda
ut gitu, Mbak enggak
menutup dirinya. Kilat marah, kesal, juga benci
m duduk di tepi ranjang. Merasa tidak ada penolakan, Kala mengulurkan
enggak ma
memaling
gimana Mbak bilang sama Papa dan Eya
s tujuh tahun itu kembali m
u ce