Teratai Abadi
uk bersila. Ia memutuskan untuk menunggu wanita itu saja meng
dalam-dalam. Ia mendapat panggilan seperti itu bukan berarti dia masih gadis, itu disebabkan wajah dan bentuk tubuhnya itu, meskipu
eski bibirnya hampir tidak bergerak sama sekali, namun
tersenyum,
udahi semadinya. "Kau sama sekali tidak berubah, p
yuman. Bagaimanapun, suara dan gaya ucapan wanita yang satu itu sama seka
gin aku tanyakan
ita?" ujar Sabai Nan Manih. "Kita sudah berjanji han
iak Mudo. "Hanya saja, sudah beberapa
kau maks
anku. Terkadang, seperti suara bayi yang menangis. Tapi, ada yang aneh dengan bayi itu yang
"Selama ini, kau tidak pernah berce
saat aku tidur pun aku berasian, memimpikan hal yang sama pula. Tapi, tetap saja semuanya sama
alus sembari menggeleng kecil. "Jadi, hanya karena ka
nyum-senyum. "Hanya kau seorang ya
yang kau
selalu tepat dalam
namun ada sedikit senyuman di sudut bibir Inyiak G
i ini pen
eng-geleng kecil. "Dasar laki-laki! Sela
moh
ih akhirnya turun dari batu it
ki ukuran tubuh yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Inyiak
asing-masing di atas sebuah bongkahan batu besar, dipisah sebuah mej
dah berdebu pertanda telah lama tidak digunakan oleh Inyiak Gadih.
dari pancuran bambu itu mengalir pelan dan kecil saja, ditampung sebuah gentong tembikar beruk
ah kau memberi tahu padaku, Sabai
am-dalam, tatapannya terlihat b
i ada hubungannya dengan kekacauan yan
ar menatap wajah di hadapannya itu.
ku mendapat penglihatan bahwa akan ada banyak nyawa yang melay
lus di tubuhnya seolah merangkak dengan cepat. "Apa yang sesungguhnya akan t
a muda, hemm..." Inyiak Gadih mengusap-usap dagunya seraya be