Camelia Sinesis
at bersinar keemasan menerobos melalui sela-sela jendela yang tidak tertutupi dengan benar oleh tirai. Cahaya tersebut membias membuat selarik sin
idengarkan makin mirip dengan suara ayunan kapak yang sedang digunakan untuk membelah kayu-kayu gelondongan. Suara itu jelas bukan jenis suara yang
n J
bangkit dari ranjang dengan senyuman manis yang terukir dibibirny
kasih
untuk menatap lurus kearah pria yang tengah membelah kayu di ujung halaman. Tumpukan kayu tersebut telah dibe
t andalannya sajal, sungguh makin dilihat secara seksama memang benar rupanya
ngnya yang pucat. Perutnya yang rata dipadu dengan sepasang lengan yang kuat lagi kencang juga tampak berpeluh ketika dia menaruh kayu gelondongan di atas tungg
endela dan berjalan menuju kearah pintu belakang. Jean menoleh saat mendeng
Camelia,"
dak pernah menyuruh kamu untuk melakukan ini. Kamu belum resmi bertanggung jawab atas ini," sambung Nyai Camelia terlihat menyesal menatap kear
aya karena Nyai Camelia membiarkan saya sudah
ana cara kerja hubungan kita. Sampai saat itu tiba, tolong ja
terusan berwarna biru laut sebatas mata kaki yang memperlihatkan jelas bentuk perutnya. Rambut hitamnya te
el si batita menggemaskan adalah putranya, begitu pula dengan bayi yang masih berada dikandungan Camelia adalah darah dagingnya.
tasi mengenai hal yang mustahil terjadi. Banyak hal besar di dalam hidup yang dia lewati begitu
h siapa-sia
luruh hal yang mengganggu isi kepal
dahulu. Setelah itu baru kita bicara," sahut Jean yang me
kasih sudah membantu meringank
a. Benda itu cukup berat dan sedikit tajam sehingga menggores permukaan kulitnya yang tidak tertutup apa-apa. Anehnya dia merasa senang dan lega ketika merasakan rasa sakit dan perih yang mengiris kulitnya. Pa
ibuat diatas tungku perapian. Entah sudah berapa kali dia bolak-balik, tapi yang pasti dia merasa
res oleh kayu. "Sekarang kamu tidak perlu kerepotan untuk sementara waktu karena saya sudah membantu sedikit dan
entara kedua tangannya cukup sibuk menyatukan helaian rambut hitam panjangnya menjadi sebuah kepangan. Gerakan tersebut sedikit membuat pakaiannya terangkat dan menyingkap bagian atasan paka
ang kamu liha
an reaksinya sendiri ketika berhadapan dengan Nyai Camelia. Ketika dia pura-pura sibuk dan mulai mengorek-ngorek perapian untuk membesarkan nyala api, tetap saja pikirannya tidak bisa mengenyahk
an? Wanita itu sedang hamil dan buncit seper
ia seraya sibuk mengiris d
Nya
tolong untuk mem
rah s
sejak dia tidak tertawa selepas ini. "Saya sudah bilang semalam kalau Madam itu nama sapi betina saya. Memangnya kamu k
kekeh. Agak malu dengan pikirannya yang agak kotor, karen
h Madam dan dia tidak akan menanggapi kalau dipanggil dengan sebutan lain," terang Camelia d
kah- "... Madam." Jean terbatuk sedikit dan mendengus p
us yang pernah Camelia lihat. Begitu indah ketika tersenyum dan menghilangkan garis keras dan kaku dari wajahnya yang memang sudah tampan. "Wah, wah ... apa yang saya l
berapa detik mereka saling bertatapan saat itu pula Jean berdehem membersihkan tenggorokannya yang mendadak jadi kering. Dia cepat-cepat pergi
man menuju ke kandang tempat dia tidur s
an!" pan
, N