Lawon Abang (Kafan Merah)
ri telah meninggi, sinarnya terasa menyengat dan membakar kulit. Setelah malam yang beg
pulang dan lanjut tidur," seru seorang wanita yang tampaknya akan pergi ke sawah men
ga desa ini bisa hidup dengan tentram, tanpa perlu takut ratu iblis it
nci Mawar, tapi ndak adakah sedikit saja simpati sampean buat dia yang sudah menyatu den
ntas melenggang pergi begitu
n) kurang ajar!"
*
mulai terdengar dari Ibu-ibu muda yang sedang menggerombol di depan
i. Katanya, semalam Mbah Karso gedor-gedor rumahnya, minta Kardi buatin ma
ardi mau ndak?
ga yang berani berurusan sama ga
yang menggali mak
rumahnya, ada gundukan tanah merah. Mbah K
yo?" des
Eyang Putri, paceklik ini cuma sebagian kecil dari bala yang bisa dikirimkan si Ratu Iblis.
dengan desa ini. Aku yakin, si Mawar itu orangnya. Secara, matanya saja sama mera
naknya itu menghilang dari rumah di hari pembantaian si Dukun bejat itu! untung dia nd
g gangguin dia to? Hati-hati lho,
piye? Desa ini baru saja merasa tentram karena dia mati, masa mau
ampung ketiban sial! Padahal kan, dari dulu desa kita makmur yo, Yu? tapi
indakan!" seru Yu Kasih, perempuan yang suaminya bekerj
ean opo?" ta
Mawar, jadi mau siap-siap melayat! Monggo," Yu Kasih berjalan tergesa-ge
gkate Mbok Jumi?"
Mawar? Aku kok ndak paham maksudnya toh? M
kemarin sehat-sehat saja! Apa ini ada kaitanny
Wis ayo siap-siap melayat! Aku mau
ng setelah berjanjian akan bertemu di pos ronda sepulu
*
dan dengarkan, Nduk. Mereka tertawa suka cita, menjadikan kematian sampean jadi bahan olokan. Mereka berbahagia, s
n ke rumahnya. "Lucu sekali kan, sampean dan Pramono meninggal di malam yang sama, tapi seorangpun ndak ada yang bertandang kemari buat sekedar mengucap belas
ang yang biasa dia jadikan tempat lauk. Tanganny
Dia berbalik, mengambil cangkul lalu mu
bah yo, Nduk. Sepertinya Mbah harus lakukan ini. Ini demi mendapatkan kead
g terkubur di dalam tanah. Dia membersihkan tanah yang menempel
buka lembar demi lembar buku usang itu. Mata rabunnya berusaha
u sakit sekali, Mbok. Mereka membuat aku kehilangan, lagi..." lirihnya di iringi isak
u lagi yang Bapak titipkan sebelum kejadian itu
itu!" Serunya kemudian berjalan tergopoh-gopoh ke arah lemari tua tanpa pintu. Dia menurunkan sebuah kendi k
juga," gumamnya de