Lawon Abang (Kafan Merah)
nta berlingkar hitam di bawahnya. Sinar mentari menerobos masuk dari celah gedek
rapat. "Bapak, ternyata jadi orang lemah itu menyakitkan, karena kelemahanku ini, aku g
ng telinga Mbah Karso. Mbah Karso celingukan menc
erdiri dari jongkoknya, sesekali tangan
, Mbah Karso kembali memindai sekitar, namun lagi-la
lalak. "Nyai?" ujarnya dengan bibir bergetar. "Jadi disini selama ini engkau terlelap?" gumamnya lagi
perti Kau membantu Bapak,
a tak berwujud itu. Mbah Karso menatap nyalang, amarah tampak berkobar-
luka, aku terima. Tapi mereka semakin menjadi sampai nekat menghilangkan nyawa. Aku ndak terima! Aku mau mereka
da batu permata ini! Dengan begitu, kita akan t
as menggores ujung jari telunjuknya hingga mengeluarkan darah segar. Dia l
u permata itu bergerak-gerak dan mengeluarkan sinar kemerahan. Mbah Karso mundur
jadi setelahnya. Asap merah mengepul keluar dari batu. Mbah Karso m
wanita dengan paras jelita yang memakai pakaian ala kerajaan Jawa lengkap dengan selendang merah yang melilit pinggangnya. Sebuah mahkota
rmata merah di tengah keningnya itu mendekat. "Berlutut!" titahnya. Sepersekian detik kemudian, tubuh Mbah Karso seak
bangkit!" titah
mbut namun tegas secara bersamaan. Mbah Karso mengangkat waj
muanya. Sekarang, fokus pada misi balas dendam ini terlebih dahulu. Malam nanti, siapkan seekor ayam cemani, semb
Karso. Dia gelap mata, imannya terkikis s
i nampan bersama hati ayam cemani dan juga
, Nyai?" Mbah Karso kemb
tengah berbisik. Suaranya yang bagai tersap
ak tau bacaannya," s
uliskan apa yang dia tau untukmu," titah Nyai Larapati tak terban
ian dia masuk ke dalam batu permata. Batu permata itu memendarkan cah
ulit. Aku harus cari dimana yo
l. Kalaupun aku beli ayamnya, selain uangku ndak akan cukup, Kardi juga pasti berpikir yang n
i dengan Nyai Larapati, otak Mbah Karso yang biasa bersih jadi rusak ternoda. Dia merencanakan hal yan
tak layak karena bagian depan surau sudah nyaris ambruk. Meski begitu, warga desa itu tampaknya sama sekali tak tergerak untuk sekedar membenahi surau itu. Mereka bisa saja menarik sum
ntuk melancarkan aksi oleh Mbah Karso. Dia berjalan dengan langkah seringan mungkin, menyatu dalam gelap mala
apai kandang. Dia membuka pintu kandang itu pelan
Kok K
nyaman dengan kehadiran Mbah Karso. Mbah Karso gelagapan, tak mun
terdengar berderit. Tak lama, Kardi keluar dengan membawa sebuah obor di tangan. Jantung Mbah