Derita Anak Pertama
h, aku
u, tetapi dia tetap mengucap salam seperti biasa. Namun, tentu dengan nada rendah. Hanya sebagai penghormatan atas
butan secara halus, atau bahkan sekadar melihat kedatangannya setelah seharian mencari penghasilan. Mereka yang merasa terganggu karena suara Navier, menyik
ya. Hanya karena dia seorang Wanita, lantas sang ibu tidak memberi kasih sayang yang merata.
ang harus membantu kami menyekolahkan adik-adikmu. Adik-adikmu itu laki-laki. Mereka memiliki masa depan yang bisa diandalkan. Jadi, mereka butuh sekolah yang bagus dan biaya yang ti
rarna biru tuanya. Melihat hal itu, hati Navier seakan tercubit. Dia tahu berapa harga piyama itu. piyama yang dibeli dari hasil meramp
s oblong dan celana pendek yang dibeli di pasar-yang harganya bahkan hanya sebanyak uang saku adiknya sehari
da ketus. Hanya dengan melihat piyama mahal itu emosinya meledak. Beruntung yang dihadapinya
idur, jadi berencana untuk membuat susu ha
kasar padanya. Berbanding terbalik dengan sang adik pertama yang meski Navier tidak melakukan apa pun, Davian akan mengadu banyak hal, hingga N
awab Navier. Dia akan selalu mengingat kalau ibunya tidak suka saat Navier mengambil jatah adik
untuk membuat ibunya berbuat baik juga padanya. Navier hanya diizinkan makan sehari dua kali. Saat
. Kakak pasti lapar, kan? Tenang saja, aku sudah men
anya. Sebenarnya, hal ini bukanlah sesuatu yang baru untuknya. Hanya saja,
emberikan pengakuannya, bahwa hal itu bukan semata paksaan dari Navier. Namun, sang ibu tetap pada pendiriannya untuk tidak memberikan Navier kesempatan. Pukulan demi pukulan dilay
gi." Navier berlalu dan meinggalkan sang adik begitu saja. Padahal, jauh di lubuk hati Navier dia menginginkan mie instan itu. Makan
u banyak menyimpan trauma unt
k mau. Aku bisa me
ruang tempat istirahat Navier lebih layak disebut Gudang. Ruangan yang hanya sedikit lebih luas dari kamar mandi itu hanya berisi satu Kasur using nan sempit, dan satu lemar
keluarganya-lah yang dia miliki. Tidak ada teman atau rekan kerja yang benar-b
a dia ajak berbicara, membuatnya hanya bisa bergumam sambal berbaring di kamar sempitnya. Dengan
enarnya, dia sama sekali tidak percaya akan adanya Tuhan. Namun, jauh di lubuk hatinya dia berharap bahwa tihan akan mendengar keinginannya un
siapa yang mau dengannya, wanita yang berpendi