/0/25602/coverorgin.jpg?v=f78608e96138309796e790df68c40154&imageMogr2/format/webp)
"Saya terima nikah dan kawinnya Mentari Ayuningtyas binti Anshori Prasetyo dengan mas kawin tersebut dibayar tunai," ucap Pramudya dengan lantang dalam satu kali tarikan napas.
Setelah mendengar suara "Sah" yang di ucapkan serempak warga yang menyaksikan pernikahan spesial antara Pramudya dan Mentari, mereka berdua segera mengusap wajah dengan kedua telapak tangan sebagai tanda syukur.
Baik Mentari maupun Pramudya masih gugup dengan situasi ini. Mentari segera meraba-raba sampingnya seraya mencari tangan sang suami. Dia hendak mencium punggung tangan pria yang sudah menjadi suaminya.
Seakan mengerti dengan apa yang akan dilakukan sang istri, Pramudya meraih tangan wanita itu itu. Mentari sedikit terkejut merasakan tangannya ada yang memegang, dia mendongak ke arah Pramudya. Mentari tidak bisa melihat, dia mengikuti feeling saat tangannya di genggam. Segera dicium punggung tangan suaminya. Pramudya pun menyentuh bahu Mentari. Setelah itu dikecup puncak kepala istrinya sambil membacakan doa yang dia hafalkan secara mendadak tadi.
Pramudya sangat terpesona saat melihat mata coklat istrinya. Mata yang tidak bisa memandangnya, tapi Pramudya bisa melihat kecemasan dalam mata itu. Banyak pertanyaan yang ada di benaknya saat melihat Mentari. Apa hubungan dengan keluarganya baik-baik saja. Kenapa dia juga mau menjadi pengantin pengganti untuk saudaranya.
Saat ini Mentari tampak selayaknya seorang pengantin walau terlihat biasa. Dia mengenakan kebaya putih, kebaya sang ibu yang dulu digunakan untuk menikah dengan ayahnya. Dia juga dirias sang ibu dengan peralatan seadanya. Rambutnya pun di hair do sedemikian rupa. Walau serba dadakan dan apa adanya, gadis tuna netra itu tetap terlihat cantik. Apalagi sang suami yang tak berkedip melihatnya. Andai Mentari tahu bagaimana sang suami memandangnya, dia pasti tersipu malu.
Penampilan Pramudya pun sangat sederhana. Dia mengenakan kemeja putih polos dan celana bahan berwarna hitam, seperti out fit saat bekerja.
Tak berselang lama setelah ijab qobul, sepasang pengantin baru beserta keluarga pamit pulang. Mentari hanya datang dengan Pak Anshori, ayahnya. Sedangkan Pramudya datang dengan paman dan seorang supir pribadi keluarga Angkasa.
Saat hendak memasuki mobil masing-masing, Pak Anshori berhenti karena sang putri terus mengikutinya. Mentari berjalan sambil melamun karena pikirannya belum tenang. Dia belum bisa menerima kenyataan ini. Saat Pak Anshori berbalik, Mentari langsung menabrak ayahnya. Dengan sigap Pak Anshori meraih tangan putrinya dan menahannya agar tidak terjatuh.
"Tar, kenapa ikuti Papa? Sekarang kamu sudah menikah, sudah kewajiban seorang istri ikut suami kemanapun suaminya pergi," mata Pak Anshori berkaca-kaca saat mengatakan itu, tapi sayang Mentari tidak melihatnya.
Dalam benak gadis itu, ini adalah cara mengusirnya. Dia sadar selama ini hanya Mbok Jum yang sangat menyayanginya. Mungkin keluarganya sudah tidak menginginkan Mentari lagi. Mungkin Mentari selalu menyusahkan keluarga. Makanya mereka mengusirnya dengan cara halus yaitu menikahkan Mentari secara mendadak. Berkali-kali dia meminta penjelasan tentang pernikahannya, tapi tidak ada seorang pun yang menjelaskan. Tapi saat ijab qobul tadi, Mentari merasa kalau suaminya bukan orang jahat. Tapi kenapa suaminya mau menikahi wanita buta sepertinya.
Saat ijab qobul pernikahan putri sulungnya tadi, pintu hati Pak Anshori seperti ada yang membuka paksa. Dia menangis dalam diam saat menyerahkan Mentari, salah satu putrinya pada seorang pria lewat ikrar ijab qobul tadi. Dia baru menyadari betapa cantiknya sang putri yang selalu disia-siakan. Dia menyesal selalu menganaktirikan Mentari. Tapi semua sudah terlambat. Dia sudah tidak mempunyai hak lagi pada putrinya itu. Ada suaminya yang lebih berhak atas putrinya saat ini.
Pramudya berjalan mendekati sepasang ayah dan anak itu. Sebenarnya dia ingin mengajak Mentari berjalan-jalan terlebih dahulu. Supaya mereka bisa lebih kenal satu sama lain. Semakin mendekat terdengar suara isak tangis sang istri.
"Apa salah Tari, Pa? Andai bisa memilih, Tari juga tidak ingin buta. Tari juga ingin seperti Bulan yang bisa melihat," kata Mentari disertai isak tangis.
/0/16486/coverorgin.jpg?v=34ad0f647000aa76ff52d6f02460b85f&imageMogr2/format/webp)
/0/17428/coverorgin.jpg?v=2cc6f1713c4b54b04a5081d42c17c767&imageMogr2/format/webp)
/0/13021/coverorgin.jpg?v=ec43d33d2e3b5300094f0312a3a61c05&imageMogr2/format/webp)
/0/5274/coverorgin.jpg?v=6c0468ae171a01ff8164588e81f7dc7f&imageMogr2/format/webp)
/0/16695/coverorgin.jpg?v=49123be41f7ee72bdbc5bab43fb08273&imageMogr2/format/webp)
/0/3531/coverorgin.jpg?v=72d3cabea25da2ff51c0cb0a8bec0cae&imageMogr2/format/webp)
/0/6716/coverorgin.jpg?v=aa47d8853cb4fc2d190f699a4e96e89a&imageMogr2/format/webp)
/0/13040/coverorgin.jpg?v=df3bb57e7a690203159e06e2277418f4&imageMogr2/format/webp)
/0/13167/coverorgin.jpg?v=fbe3725e71f0b9d903e30a34735feaff&imageMogr2/format/webp)
/0/24410/coverorgin.jpg?v=30f6326ee82a632700fc03ebabc4fe71&imageMogr2/format/webp)
/0/19442/coverorgin.jpg?v=514b8f74f4a80f5752760ff512d8e672&imageMogr2/format/webp)
/0/5718/coverorgin.jpg?v=8a810f1f6341293bfe26070b3b2d6fbc&imageMogr2/format/webp)
/0/8338/coverorgin.jpg?v=810c2c2a05cc4ef5f8d2ddd2f58f704c&imageMogr2/format/webp)
/0/18416/coverorgin.jpg?v=d0f75179b592122a3b9ae1b844a4c2d0&imageMogr2/format/webp)
/0/21446/coverorgin.jpg?v=e02a252874b7853dd06b9ea106a9b3da&imageMogr2/format/webp)
/0/7035/coverorgin.jpg?v=08f94b955ab4bf159a5e20c66c5b0f5a&imageMogr2/format/webp)
/0/15282/coverorgin.jpg?v=bbcb851a570e3b69dcb8e61c95dc2b60&imageMogr2/format/webp)
/0/26880/coverorgin.jpg?v=165175708f82a45bd73a4941c748956c&imageMogr2/format/webp)
/0/9358/coverorgin.jpg?v=28d336118bc83a1659dea43871a2e5af&imageMogr2/format/webp)