/0/26438/coverorgin.jpg?v=a62374ef56376f88395da900a2247285&imageMogr2/format/webp)
"Mas, kita perlu bicara!"pintanya kepada sang suami.
Tak langsung berkata, Bram justru melihat ke sisi kirinya ada Luna yang sedang bergelayut manja di lengannya. Kemudian,... "Luna, saya bicara dulu sama, Khanza."ujarnya.
"Tapi, mas,- ?"
"Sebentar saja. Setelah ini nanti selesai, saya janji akan balik lagi ke kamu."ujarnya memotong ucapan Luna.
"Jangan marah," sambungnya mengulas senyum terpaksa sambil mengelus pipi kanan Luna.
Hal itu, sontak saja membuat Khanza memalingkan muka dari keduanya. Hatinya hancur seperti diremas dan dihujani batu kerikil tajam di dalam sana.
Dia benar-benar kecewa dan tak menyangka jika suami yang dicintai dan yang sudah diberinya kepercayaan penuh mampu menduakan cintanya.
Melepaskan tangannya dari lengan Bram, Luna mau tak mau harus mengikhlaskan Bram bersama istri pertamanya dulu untuk sementara waktu.
"Ke kamar sendiri, ya. Nanti saya nyusul."titah Bram pada Luna.
"Baik mas," jawabnya mengangguk sambil sedikit memaksakan diri untuk tersenyum.
Melihat Luna sudah masuk ke dalam kamar, kini gilirannya memberi waktu untuk Khanza bicara empat mata.
Tak berkata apa-apa, Khanza langsung berlalu pergi begitu saja dari hadapan Bram dan masuk ke dalam kamar pribadi mereka.
Mengunci rapat-rapat pintunya, agar pembicaraan mereka tidak didengar oleh siapapun. Terutama Luna.
*
"Mas, sekarang ceritakan padaku! Kenapa kamu bisa menduakan aku dengan perempuan lain?" Tanya Khanza marah.
"Sementara selama ini, kamu tidak pernah mengatakan hal apapun padaku!"
"Termasuk tentang wanita." Sambungnya.
"Sedikitpun, kamu tidak pernah berbicara tentang wanita manapun di depanku. Tapi sekarang,...?"
"Sekarang kamu tiba-tiba saja datang bersama perempuan lain dan sekaligus, mengakuinya sebagai istri."
"Apa maksudmu, mas?! Hah?!"
"Di mana hati nurani kamu saat mengatakannya dengan lancar di depanku dan wanita itu?!"
"Apa sedikitpun, kamu tidak memikirkan perasaanku, mas?"
"Tega kamu, mas. Jahat sekali sama aku."
"Bahkan selama ini, seingat aku, kamu juga tidak pernah sekalipun meminta izin dariku untuk menikah lagi. Tapi kenapa,...?"
"Kenapa sekarang gak ada angin gak ada hujan kamu datang membawa kabar mengejutkan untukku?"
"Apa salahku, mas? Apa?!" Teriak Khanza bertanya.
"Aku benar-benar gak nyangka mas, kamu bisa sejahat ini sama aku! Kamu benar-benar keterlaluan, mas." Ucap Khanza dengan linangan air mata.
Diam sejenak, dia berkata lagi,.....
"Selama ini ... Aku tidak pernah berpikir jika kamu akan mendua, mas."
"Tapi nyatanya, sesuatu yang tidak pernah aku pikirkan dan aku bayangkan itu, justru terjadi padaku sekarang."
"Mengakui perempuan lain menjadi istri di hadapanku, sementara kamu tahu sendiri mas ... Jika aku lah istri sah kamu di mata agama dan hukum. Lantas kenapa...?"
"Kenapa bisa kamu menyakiti perasaanku seperti ini, mas? Kenapa?! Apa salahku?" Tanya Khanza hampir tak terdengar.
"Apa kurangnya aku selama ini di hadapan kamu, mas?"
"Apa?! Hingga kamu mampu menduakan aku dan mengkhianati pernikahan kita?" Tanya Khanza pelan dalam tangisnya.
Khanza tidak bisa menerima kenyataan ini. Dia sampai mendudukkan dirinya di atas tempat tidur sangking syok dan terkejutnya dengan kelakuan dan pengakuan sang suami kali ini.
Hatinya hancur, kecewa setelah mengetahui Bram berani mengkhianati dan berpaling darinya pada perempuan lain.
"Khanza sayang, tenang ya. Dengar penjelasan mas Bram dulu!" Ucapnya lembut melihatnya.
"Penjelasan apa lagi, mas? Sementara kenyataannya sudah jelas, jika kamu seorang pengkhianat."
"Jujur, aku benar-benar kecewa sama kamu mas. Aku benci perbuatan kamu kali ini!" Marahnya menjawab ucapan Bram.
"Aku gak nyangka, kamu bisa setega ini sama aku," sambungnya tersenyum miring melihat Bram. Senyum penuh kekecewaan yang mendalam.
"Khanza?"
"Jahat kamu, mas."
"Khanza, please sayang? Denger penjelasan mas Bram dulu!" Mohonnya.
"Sekarang tenang, ya. Mas akan cerita semuanya sama kamu." Ujarnya.
Mendengar penuturan Bram, Khanza langsung melihat Bram yang sekarang tengah berjongkok di depannya.
"Baik. Sekarang jelaskan pada Khanza apa yang sebenarnya terjadi!" Perintahnya menghentikan tangisnya.
"Sebelumnya mas minta maaf karena sudah mengkhianati kepercayaan kamu, sayang," ucapnya sambil menggenggam tangan Khanza"
"Dan jujur, mas juga tidak bermaksud menyakiti perasaan kamu. Semua ada alasannya, sayang." Lanjutnya.
"Tapi ini sangat menyakitkan, mas." Bantah Khanza.
"Mas paham, sayang. Mas sudah sangat menyakiti hati kamu sekarang. Tapi jujur, mas tidak bermaksud melakukan itu semua."
"Semua terjadi begitu cepat pada saat itu." pelan-pelan, Bram mulai mengungkapkan.
"Makanya mas, pikirkan dulu sebelum melakukan sesuatu!" Omel Khanza.
"Benar, sayang. Mas salah dan mas khilaf." Jawabnya mengalah.
"Mas minta maaf, ya."ucapnya.
"Berapa usia kehamilan wanita itu?"tanya Khanza ketus tanpa mau menyebut nama Luna.
"Empat bulan, sayang. Dan kami sudah menikah lima bulan lalu." Ungkap Bram menjawabnya.
"Astaghfirullah." Khanza menutup mulutnya rapat-rapat karena terkejut.
Matanya kembali berkaca-kaca dengan tubuh sedikit bergetar. Lima bulan pernikahan, itu sangat lama bagi Khanza. Tapi kenapa, dia bisa kecolongan sejauh ini. Pikirnya.
Menghitung perjalanan pernikahan sang suami dengan madunya selama lima bulan penuh, membuat Khanza tak sanggup membayangkan hubungan badan antara suami tercinta dengan perempuan lain.
Sungguh menyakitkan, menyayat hatinya.
/0/24997/coverorgin.jpg?v=20250907153212&imageMogr2/format/webp)
/0/2812/coverorgin.jpg?v=0213f1b1f2622bb3887b627a9a4b5dd0&imageMogr2/format/webp)
/0/16479/coverorgin.jpg?v=e86f6f23c39a5a1c962fd010f0c5691f&imageMogr2/format/webp)
/0/15719/coverorgin.jpg?v=04c774416462a5b042d2024508454c3d&imageMogr2/format/webp)
/0/13787/coverorgin.jpg?v=121d98164c9876436ea674a365810c70&imageMogr2/format/webp)
/0/28626/coverorgin.jpg?v=6aa2e2bd6d73cdfddde23323d98de3ff&imageMogr2/format/webp)
/0/16914/coverorgin.jpg?v=7d8a807bc586068f1c685c037a9eb1a5&imageMogr2/format/webp)
/0/3470/coverorgin.jpg?v=b4e4b68400d024c43edc280d29846d09&imageMogr2/format/webp)
/0/29163/coverorgin.jpg?v=c354ec2c6aed2db5390990818807a52d&imageMogr2/format/webp)
/0/27200/coverorgin.jpg?v=20250926002836&imageMogr2/format/webp)
/0/27225/coverorgin.jpg?v=afa14fbaade9b3a9d0c65a8433138a3b&imageMogr2/format/webp)
/0/27132/coverorgin.jpg?v=8a62a4074b9bfa878363e400e61cfb66&imageMogr2/format/webp)
/0/4862/coverorgin.jpg?v=df56744ad021a59f2b8fd13413dbca67&imageMogr2/format/webp)
/0/26710/coverorgin.jpg?v=b1cd94986537d9e613cddf067ac78116&imageMogr2/format/webp)
/0/29189/coverorgin.jpg?v=0833a9cb8133e62e2ac8bb4be13fef96&imageMogr2/format/webp)
/0/16078/coverorgin.jpg?v=c3990aa00c0bc5f2524051abfe2f061d&imageMogr2/format/webp)
/0/16886/coverorgin.jpg?v=c9265175ed17d54078e183f1c3216577&imageMogr2/format/webp)
/0/15510/coverorgin.jpg?v=dc3cc79b18515863a006a3df9c4993fa&imageMogr2/format/webp)