Cinta yang Tersulut Kembali
Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Sang Pemuas
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
Siapa yang memperbolehkan membawa anak ke dalam kantor ini!" teriaknya di depan wajah Rania, membuat Rania tersentak dan sedikit memundurkan tubuhya. Di belakang Rania, si anak bungsu yang sibuk memegangi pergelangan tangan bunanya dan mengajak untuk pulang.
"Aku sudah diberi kebebasan membawa anak jauh sebelum kau kembali kesini," jawab Rania masih dengan penuturan kata yang sopan.
Raihan mengusap wajahnya dengan kasar. "Kau membuat kantor ini seolah-olah milikmu."
Rania menggeleng. "Tidak. Aku sadar siapa aku disini, aku hanya memberitahu bahwa aku diberi kebebasan untuk membawa anak-anakku."
"Cih! Aku ingin sekali menyayat bibirmu itu! Lihat apa yang telah anak sialanmu itu perbuat!"
Rania mengepalkan kedua tangannya menahan emosi atas makian yang dikeluarkan dari mulut laki-laki itu. "Anakku terlahir suci, bukan anak sialan," balasnya dengan sedikit dingin.
"Anak mana yang sangat nakal dan tidak tahu diri berkeliaran di saat semua orang sedang bekerja. Lalu, menumpahkan kopi di atas dokumen-dokumen penting yang telah aku tanda tangani."
"Aku akan ulang untuk print-nya serta aku minta maaf dan tolong jangan memarahi anakku." Kini, mata Rania sudah mulai berkaca-kaca.
"Aku tidak butuh air matamu!"
Gres!
Renan meremat kaleng minumannya yang telah kosong dan melemparkannya mengenai tempat sampah. Matanya yang tajam menatap nyalang si sulung, Raihan.
"Rania, selesaikan pekerjaanmu, ini perintahku sebagai atasanmu," kilah Renan, lalu tangannya bergerak mengambil lengan Vano kecil.
"Siapa yang berani menyuruh wanita sialan ini untuk pergi! Aku masih ada perlu dengan dia!" Raihan menunjuk-nunjuk Rania bagai sampah.
"Kenapa! Aku juga anak ayah Haru, bukan kau saja. Walau kau yang akan menggantikan ayah nanti, tetap saja kau hanya seorang manager sekarang. Dan yang berhak mengatur Rania disini adalah aku." Renan menggendong Vano yang gemetaran.
"Bunaaaaa ...," panggil Vano lagi sampai mengangkat tangannya agar Rania melihat.
"Ano sama Handa Renan dulu, ya. Buna akan pergi bekerja ...," bujuk Renan pada Vano kecil yang malang. Anak itu tidak sengaja menyenggol kaki Raihan yang sedang berdiri, membuat Raihan oleng dan menumpahkan cangkir kopinya ke dokumen-dokumen pentingnya.
"Cih!" desis Raihan saat melihat bagaimana Renan menyayangi anak Rania.
"Rania, pergilah, aku atasanmu," titah Renan sekali lagi.
Rania pun membungkukkan badannya pada Renan. Lalu, pergi dari sana. Membiarkan anak bungsunya bersama dengan pria itu.
***
"Mas! Tidak baik ah membuat orang-orang menunggu ...," bisik Jihan yang sedang duduk dipangkuan calon suaminya. Pria itu hanya terkekeh dan asik mencium punggung tangan Jihan dengan lembut. Matanya masih fokus dengan katalog di hadapannya. Memilih baju pengantin bersama calon istri.
Rania yang berada disitu sesekali menggigit bibir bawahnya. Sudah sekitar 15 menit dia berdiri bersama Ardila, membuat kaki mereka berdua pegal. Selama itu pula, mereka menjadi saksi kisah percintaan salah satu makhluk Adam dan Hawa yang sedang berbagi kemesraan.
"Baiklah, demi ratuku ...," balas Raihan sembari mendongak menatap Rania dan Ardila yang wajahnya sudah mulai memucat.
Rania reflek menaruh dokumen yang telah di-print ulang di hadapan Raihan dan diikuti oleh Ardila. "Ini Pak, dokumen baru. Maaf atas kesalahan anak saya. Lain kali saya akan mendidik anak saya dengan baik lagi."