/0/26439/coverorgin.jpg?v=ecd29a2007477a657f9164537df95b96&imageMogr2/format/webp)
Seharusnya, Nala tidak membantah ketika ibunya melarang. Seharusnya Nala diam di rumah. Namun, yang Nala lakukan malah bertanya, sekali lagi.
"Ibu, izinin Nala ke bukit ya?" mohon Nala dengan wajah memelas.
Nala meminta izin pada kedua orangtuanya untuk ke bukit yang cukup jauh dari rumah mereka. Ia ingin memilih sendiri bunga segar dan terbaik untuk pernikahannya. Dua hari lagi, adalah hari kebahagiaan yang dia impikan bersama pria dan jodoh terbaik menurut Nala.
"Mas-mu Dharma, kan bisa dimintai Nala," Marini, sang ibu berusaha melarang.
Nala Sundari tersenyum syahdu. Wanita yang masih sangat muda, cantik dan Nala berusia 19 tahun.
"Harusnya, mau menikah itu diem di rumah. Jangan macem-macem!" Bibinya ikut memperingatkan.
"Bibi ... Nala cuma sebentar."
Bibi hanya menggeleng. Kembali sibuk di rumah, menyiapkan persiapan pernikahan. Nala beranjak dari rumah dan berjalan sendirian menuju bukit.
"Nala, ke mana kau?" tanya Siti teman sepermainannya.
"Ke bukit," jawab Nala tersenyum.
"Hari sudah mulai sore. Besok saja diteruskan Neng."
"Tanggung," jawab Nala tertawa kecil.
Siti harus mengakui, Nala wanita yang sangat mandiri dan berani meski hanya seorang diri. Perkampungan mereka pun masih dikatakan aman dan nyaman.
Jalanan setapak yang cukup sunyi, kicauan burung berkicau dan hembusan angin menerpa rambut hitam panjangnya yang lurus dan terawat. Mengenakan baju terusan bunga-bunga dikombinasi dengan selendang ia kenakan menutup kepala membuatnya terlihat persis gadis desa yang sederhana.
Ia memetik bunga segar tersebut, menghirup wewangian dari bunga-bunga dan memasukkan ke keranjang. Menatap hari mulai menyentuh semakin sore, Nala pun memutuskan kembali ke rumah.
Berjalan dengan santai sesekali tersenyum tidak pernah menyangka ia akan segera menikah. Hanya tinggal hitungan hari.
Di hadapan sebuah lahan yang telah kosong, siap untuk didirikan sebuah property telah dia rencanakan. Dia-lah seorang pria yang baru saja selesai meninjau binisnya dan itu berada di sebuah desa terpencil. Hingga ponselnya berdering, segera ia tatap layar ponselnya dengan tatapan tanpa ekspresi. Hingga tercetaknya senyum tipis tidak tertarik.
"Kau serius ingin meninjau ke perkampungan tentang bisnis property barumu?" Pertanyaan pria itu langsung menyerbu.
"Tentu saja, kenapa kau ingin menawarkan sesuatu?"
"Mungkin seorang wanita desa," Fahmi tertawa.
Di belakang Fahmi, tak lain kawanan mereka Denis ikut tertawa.
"Kalian sedang bergabung?"
"Denis, Johan, aku dan Andi."
"Nich, di desa ada gadis juga."
Nicholas mendengar kata wanita saja, langsung tersenyum. Mereka tahu jika, Nich sehabis lelah bekerja akan menikmati dengan wanita malam.
"Kami jemput! Naik mobilku saja," Fahmi menawarkan.
"Baiklah, akan aku perintahkan pengawalku untuk pulang."
"Kami meluncur ke sana."
Fahmi tertawa, mengakhiri telepon.
Akhirnya, mereka ber-lima bertemu di area perkampungan. Para pria-pria itu memiliki jabatan yang cukup baik di kantor mereka masing-masing kecuali Nicholas Lyman. Dia terkaya di antara mereka, memiliki banyak aset dan perusaahaan yang ia kelola sendiri.
"Aku denger, di desa ini ada seorang wanita yang mau dibayar." Andi berkata.
"Serius?" Denis menimpali.
"Iya, Fahmi pernah ke mari."
Mobil garang berwarna hitam milik Fahmi tersebut masih terus melaju dengan kecepatan lumayan meski jalanan cukup terjal.
Beberapa ratus meter, arah bersamaan dengan Nala mobil yang membawa Nicholas juga hendak kembali ke kota.
"Fahmi, beneran bohong kau. Mana gadisnya?"
"Iya, aku juga lagi berusaha menelphone dia. Nggak angkat dia," ucap Fahmi berusaha.
"Dia bilang apa memang?" tanya Andi gelisah karena sudah berharap.
Nicholas tetap memasang wajah santainya, ia terlihat datar dan mengabaikan ucapan para kawanannya.
Denis yang berada di belakang, melihat seorang wanita tengah berjalan dan matanya langsung bersinar.
"Itu dia!" ujar Denis.
Mata mereka serempak melihat, senyuman keempat pria itu pun tercetak puas.
"Pinggirin mobilnya!" Seruan mereka bergantian.
Andi segera turun dari mobil, mendekati wanita tersebut.
"Neng, geulis pisan."
Nala merasakan debaran jantungnya tidak stabil, ia berusaha berjalan cepat dan perasaannya mulai tidak tenang.
"Ke mana?" Johan berjalan cepat dan berdiri di depan Nala.
Nala menatap Denis, Johan, Andi bergantian.
"Saya mau pulang, tolong berikan saya jalan." Nala bersikap tegas.
Denis menyentuh tangan Nala, dengan cepat ia melepaskan tangan Denis. Membuat pria itu murka.
"Fahmi, wanitamu ini kok beringas bener."
"Sok jual mahal!" Andi mencengkram pundak Nala.
Apa ini?
"Lepaskan!" Nala menolak.
Fahmi yang masih berada di mobil bersama Nicholas hanya tersenyum cuek. Menyaksikan rayuan ketiga teman mereka yang masih berusaha merayu wanita yang mereka anggap murahan.
"Lepaskan!" Nala semakin marah.
Plak!
Denis menampar keras karena selalu ditolak dan direndahkan oleh Nala.
"Kau ini! Wanita murahan nggak tahu diri sekali, masih bersyukur ada pria kota yang mau merayumu. Udah kucel, penampilan pas-pasan malah bertingkah." Denis berkata dengan nada merendahkan.
"Ikat tangannya," ucap Johan.
Andi menangkap Nala dan menahan tubuhnya.
"Nggak! Lepaskan!" Nala berusaha menolak.
Dengan cekatan, mereka bertiga menahan tubuh Nala dan menyeretnya masuk ke dalam mobil hitam garang mereka.
/0/16241/coverorgin.jpg?v=efcd6636640b700e7268f224990290a9&imageMogr2/format/webp)
/0/17014/coverorgin.jpg?v=1d98bce93c1c3b71e0890adca4a8cbe0&imageMogr2/format/webp)
/0/7024/coverorgin.jpg?v=3234eabe099f7923082edff3b74b6f3e&imageMogr2/format/webp)
/0/17073/coverorgin.jpg?v=e07f203525618a6f8d7e40b58e3f2b5b&imageMogr2/format/webp)
/0/5959/coverorgin.jpg?v=543782c8ea248f792ca58290f3555fb4&imageMogr2/format/webp)
/0/14152/coverorgin.jpg?v=efdc21e45b5252f06d5cabf6bc2cffcf&imageMogr2/format/webp)
/0/16886/coverorgin.jpg?v=c9265175ed17d54078e183f1c3216577&imageMogr2/format/webp)
/0/25610/coverorgin.jpg?v=be804ca94527adba217aa6371371afd3&imageMogr2/format/webp)
/0/2453/coverorgin.jpg?v=96c7673aae26a3b99eca8d7df29c9aad&imageMogr2/format/webp)
/0/6529/coverorgin.jpg?v=cddeb0bc243bcef36794eb78d95cc4dd&imageMogr2/format/webp)
/0/6269/coverorgin.jpg?v=b50fd60d3fb45254a7faa00fc2000c82&imageMogr2/format/webp)
/0/10342/coverorgin.jpg?v=b83176629109b0570095bbceb59e18ae&imageMogr2/format/webp)
/0/13134/coverorgin.jpg?v=9d80efd0e0ccd9371498b582e62c4aa6&imageMogr2/format/webp)
/0/19051/coverorgin.jpg?v=e67300697797524500dadbc4d1e1b62a&imageMogr2/format/webp)
/0/30052/coverorgin.jpg?v=55bb77206d07c90c6e4d44cffe65ec7b&imageMogr2/format/webp)