/0/21824/coverorgin.jpg?v=bf38f2fc2a18bd5b408ddaf505dc4c5f&imageMogr2/format/webp)
Ashalina Lamida, memasang wajah santai ketika polisi menginterogasinya. Padahal dalam hatinya, Ashalina ingin sekali mematahkan kaki Aldo satu lagi, yang tadi sempat melecehkan dia di kampus.
Memang susah berhadapan dengan orang kaya, mereka seenaknya sendiri, menghargai orang lain hanya dengan uang. Aldo adalah salah satu anak pejabat daerah yang sekampus dengan Ashalina.
Siapa yang tidak tertarik pada Ashalina Lamida. Gadis cantik nyaris sempurna itu selalu menjadi perbincangan hangat di kampus. Selain cantik, dia menguasai ilmu beladiri dan multibahasa juga. Aldo mati-matian mengharap cintanya, tetapi selalu saja ditolak. Akhirnya Aldo kalap, dia tak memikirkan pandangan mahasiswa lain, dengan sigap, anak mami itu mencium Ashalina.
Pukulan bertubi-tubi mendarat di pipi dan kening Aldo, terakhir, terdengar suara pekikan dari mulut mahasiswa nakal itu ketika Ashalina menendang kakinya.
"Anda cantik, tapi kenapa kasar sekali?" tanya polisi.
"Saya mau tanya, Pak. Apakah Bapak setuju kalau misalnya adik atau anak Bapak dicium tanpa adanya ikatan?" jawab Ashalina balik bertanya.
Sesaat polisi itu diam, lalu dia berjalan ke arah Ashalina dan berbisik, " Tolong jangan mempersulit saya, Nona."
"Oke, sekarang saya paham!" Ashalina berucap ketus, lalu matanya melotot ke arah Aldo .
"Antar aku ke rumah sakit," pinta Aldo sambil meringis.
"Udah jelas sakit, kenapa kamu menggiringku ke kantor polisi?! Merepotkan!" bentak Ashalina.
Dengan berat hati, Ashalina memapah Aldo. Lalu mengambil alih setir kemudi karena supir pribadi anak mami itu mendadak pulang dipanggil sang majikan, papi Aldo.
Sesampainya di rumah sakit, Ashalina kembali memapah Aldo. Suatu kesempatan yang menguntungkan bagi pria berada di dekatnya, bisa berlama-lama dengan gadis pujaan hati. Seperti mendapatkan kemenangan setelah musibah yang diterimanya.
"Temani aku sampai kondisiku kembali pulih," rengek Aldo, itu membuat Ashalina mendadak mual.
"Ih, najis. Kamu seperti bayi yang kehilangan mainan," ejek Ashalina.
"Oke, kalau kamu tidak mau, aku akan ...."
"Akan apa? Aku lebih baik mendekam di penjara, dari pada berlama-lama dengan cowok tengil seperti kamu," ucap Ashalina memotong pembicaraan Aldo.
"Jangan membuat ayahmu sedih," acam Aldo. Dia tahu kalau Ashalina sangat patuh dan menyayangi kedua orang tuanya.
Gadis cantik bermata cokelat itu terdiam. Mengingat sang ayah yang kini kondisi kesehatannya sedang menurun, dia akhirnya terpaksa menuruti keinginan Aldo. Anak mami itu bisa saja membuat kekacauan yang lebih parah karena uang berbicara.
"Asha, maafin aku, ya. Ini semua kulakukan karena aku menyukaimu. Kamu jangan merasa ditindas apalagi merasa kalau aku sedang mengancam," ujar Aldo mencoba membujuk Ashalina.
"Kamu tidurlah, aku mau cari makan dulu. Laper," ungkap Ashalina.
"Tak perlu capek-capek keluar," cegat Aldo, kemudian dia meraih ponselnya. Lalu, dia menelepon restoran cepat saji.
Selang beberapa menit, suara ketukan pintu terdengar. Pria berpakaian seragam berwarna serba merah dan memakai topi bergambar ayam, mengantar makanan yang dipesan Aldo tadi.
Ashalina yang sudah kelaparan, dia langsung menyambar kotak di tangan pengantar makanan. Tak peduli dengan tanggapan dua orang pria beda generasi dan kasta itu, Ashalina makan dengan lahap sembari menaikkan kakinya sebelah ke atas bangku. Aldo menggeleng-geleng melihat kelakuan sang gadis.
"Tadi sok jual mahal," cibir Aldo. "Ini, Mas. Ambil aja kembaliannya." Setelah membayar, Aldo kembali menyandarkan kepala ke bantal yang disusun tegak.
Setelah selesai makan, Ashalina berpamitan pulang pada Aldo. Awalnya si anak mami tak mengizinkan, tetapi Ashalina berjanji akan membesuknya esok hari, sampai di jam yang sama seperti saat ini.
***
"Asha, kenapa kamu telat pulang, Nak? Apa ada kelas tambahan?" tanya Kato—ayah Ashalina.
"Iya, Yah. Asha sebentar lagi, kan diwisuda. Jadi, mungkin dalam seminggu ini akan sibuk, Yah. Ayah tenang aja, Asha bisa jaga diri, kok," jawabnya.
"Baik. Sebentar lagi kamu sudah jadi sarjana, semoga kedepannya bisa mendapatkan pekerjaan bagus," ucap Kato sembari membelai rambut anaknya yang tergerai panjang.
Ashalina mengecup tangan sang ayah, lalu beralih ke ibunya yang sedang mempersiapkan makan malam.
"Laper, ya?" tanya Saira, sedangkan matanya tetap fokus pada ayam yang sedang berenang di minyak panas.
"Nggak, Bu. Tadi Asha sudah makan di kampus." Lagi-lagi dia berbohong. Walau menyesal, tetapi itu dilakukan demi menjaga perasaan kedua orang tuanya.
/0/10356/coverorgin.jpg?v=8ddc7ba8a74b17160cd9b5a3b2b1cf07&imageMogr2/format/webp)
/0/17417/coverorgin.jpg?v=e881884a6bb9067a07ed89da094bfa22&imageMogr2/format/webp)
/0/28729/coverorgin.jpg?v=c633ef4c6b3b70c6acc2ffdbdfbb1bfa&imageMogr2/format/webp)
/0/6013/coverorgin.jpg?v=b0ee2f07c39ee854659e7e488aa4fcb0&imageMogr2/format/webp)
/0/13982/coverorgin.jpg?v=a766d950748ca86d559e7bd8cae59046&imageMogr2/format/webp)
/0/28433/coverorgin.jpg?v=d9454893a1dea57d36ce056f56ce321c&imageMogr2/format/webp)
/0/18059/coverorgin.jpg?v=9cf13c5b65b033a9f31af961522d010c&imageMogr2/format/webp)
/0/8601/coverorgin.jpg?v=b60602a076b68007b7151d7bfd1147c0&imageMogr2/format/webp)
/0/6216/coverorgin.jpg?v=db880a810232cf3ff786cc26586d1d44&imageMogr2/format/webp)
/0/7289/coverorgin.jpg?v=33811c3744019db7b0544db226eff49b&imageMogr2/format/webp)
/0/12517/coverorgin.jpg?v=7ed580ed51cf1ad046de4ea9df6ab30d&imageMogr2/format/webp)
/0/10727/coverorgin.jpg?v=4eb24ffd02e72b0564aca571fd2e35f1&imageMogr2/format/webp)
/0/12731/coverorgin.jpg?v=145564fc8081ccc7999f968bac6633cb&imageMogr2/format/webp)
/0/21471/coverorgin.jpg?v=8caf8ee1f7581f740854c438f274af88&imageMogr2/format/webp)
/0/6697/coverorgin.jpg?v=b5a959976628ae9e80883432a1104dd2&imageMogr2/format/webp)
/0/6381/coverorgin.jpg?v=b9af55d001f81f3c1c7c3f28ac2d6416&imageMogr2/format/webp)
/0/5347/coverorgin.jpg?v=09d3676bba65dbd81421b0ff1e78a07c&imageMogr2/format/webp)
/0/17931/coverorgin.jpg?v=953cff99fb657fddd8015cc214584a6b&imageMogr2/format/webp)