/0/23058/coverorgin.jpg?v=4c0ec1f46fbfddc72bcf6894813f78e9&imageMogr2/format/webp)
Pagi ini, udara cukup sejuk karena sang surya tidak bersinar begitu terik.
Di jalanan yang cukup lengang, seorang laki-laki yang sangat rupawan tengah mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang.
Wajah khas Asia Tenggara miliknya terlalu sempurna hingga terlihat sangat tidak manusiawi jika dipandang. Para perempuan bisa menatap rupa itu seharian tanpa merasa bosan.
Ken Prana Mahendra namanya, laki-laki yang memiliki kulit putih bersih, tinggi lebih dari 180 cm, badan tegap, bahunya bidang, rambut berantakan, alis menukik, senyum tipis yang mematikan, serta sorot mata tajam dan siap menusuk hati siapa saja yang menatapnya.
Namun, mata itu kala menatap seorang gadis akan berubah selembut aliran air. Yap, dia sudah memiliki seorang kekasih yang sangat dia cintai.
Meskipun begitu, masih banyak para gadis yang mengantri untuk menjadi yang kedua, ketiga, dan seterusnya. Tetapi, hanya ada nama sang kekasih di hatinya.
Sonya Maharani Iskandar, itulah nama sang kekasih. Seorang gadis cantik berperawakan tinggi dan ramping bak seorang model dengan paras yang bisa dikatakan setara dengan Ken.
Sonya adalah gadis yang dipuja-puja banyak lelaki, dan Ken adalah laki-laki yang dipuja para gadis. Mereka berdua adalah wajah dari kampus tempat mereka berkuliah, dan orang-orang menyebut mereka sebagai Dewa dan Dewi visual dari Asia di Oxford University.
Ken memarkirkan mobilnya di parkiran apartemen Sonya sembari menunggu sang kekasih keluar dari tempat tinggalnya. Tak lama kemudian, gadis yang ditunggu-tunggu pun datang dan masuk ke dalam mobil dengan wajahnya yang pucat pasi tanpa ada sedikit pun senyum di wajah itu.
"Muka kamu kenapa kayak gitu?" tanya Ken saat melihat wajah Sonya yang sangat tidak enak dipandang.
"Aku masih merasa mual, aku nggak bisa makan apa-apa karena dari kemarin aku muntah-muntah," ucap Sonya dengan suara lirih.
"Kalo sampai kayak gitu, kamu seharusnya minum obat." Ken berujar dengan wajah datar.
Sonya menatap Ken dengan ekspresi tak habis pikir. Dia kesal dengan tingkan Ken yang selalu saja bersikap seperti itu terhadapnya.
Orang-orang mungkin melihat mereka adalah pasangan yang sangat romantis dan serasi. Tapi nyatanya, Ken adalah sosok laki-laki yang dingin sedingin es di kutub utara, dan jarang sekali memberikan perhatian pada Sonya.
Menurut Sonya, Ken berbeda dengan kebanyakan pria yang biasanya bersikap hangat kepada kekasihnya. Sonya tahu Ken menyayanginya, tetapi sifat dingin laki-laki itu menutupi semuanya.
"Seenggaknya pura-pura peduli kek soal keadaan aku," ketus Sonya seraya membuang wajah.
"Aku minta maaf. Aku nggak bermaksud kayak gitu. Sekarang kita jalan aja, ya? Udara segar akan membantu supaya kamu merasa lebih enakan." Ken menatap Sonya yang masih asyik menatap ke luar jendela mobil.
"Nggak usah sok peduli sama aku."
"Gimana bisa? Kamu adalah orang yang aku cintai melebih siapa pun di dunia ini. Jadi, kita berangkat sekarang?" tanya Ken seraya menggenggam tangan Sonya.
Beberapa kali Sonya merasa muak pada hubungannya dengan Ken karena laki-laki itu selalu bersikap seakan-akan tidak peduli padanya. Tetapi sialnya, Sonya terlalu mencintai Ken. Tidak bisa dia pungkiri, laki-laki itu tahu cara memperlakukan perempuan. Setiap Sonya marah atau kesal, entah kenapa Ken selalu saja bisa meluluhkan hatinya.
Sonya menoleh ke arah Ken lalu berdeham sembari tersenyum tipis.
Setelah itu, Ken segera melajukan mobil menuju kampus.
***
Saat tiba di kampus, Sonya dan Ken turun dari mobil. Seperti biasa, Ken selalu berjalan dengan merangkul tubuh pacarnya dan pemandangan itu sudah dilihat oleh orang-orang di sana setiap hari. Sehingga tak ayal mereka selalu saja kagum dengan sikap Ken yang terlihat sangat menyayangi Sonya.
Mereka yang disebut Dewa dan Dewi kampus itu berjalan dengan percaya diri tanpa mempedulikan orang-orang yang memperhatikan mereka berdua di sepanjang jalan menuju aula kuliah.
Tetap saja Sonya merasakan ada sesuatu yang terus ingin keluar dari mulutnya, tetapi gadis itu berusaha untuk menahannya.
Sonya dan Ken kemudian mulai mengikuti pelajaran dengan saksama, karena mereka berdua pun adalah murid yang cukup berprestasi di kampus itu di antara mahasiswa lainnya yang sama-sama berasal dari Indonesia, sehingga mereka pastinya dikenal oleh seluruh dosen dan penghuni kampus yang karena mereka telah banyak menorehkan prestasi untuk kampus tersebut selama kurang lebih dua tahun belakangan ini.
Setelah pelajaran berakhir, Ken pergi ke gedung olahraga kampus karena dia sedang ada pertandingan basket hari ini, sedangkan Sonya meminta izin pada Ken untuk pergi ke suatu tempat.
Sonya terus saja merasa mual sejak kemarin hingga sudah tidak dapat menahannya dan pergi ke rumah sakit untuk memeriksakan keadaannya.
"You're twelve weeks pregnant, don't you know? You have to do a prenatal check up," ucap sang dokter.
Sonya tidak dapat berkata apa-apa lagi setelah mendengar itu semua. Dia hanya bisa terdiam dengan pandangan kosong saking syoknya. Bagaimana caranya dia memberitahu Ken bahwa dia tengah mengandung anak dari laki-laki itu? Bagaimana cara dia memberitahu orang tuanya tentang masalah ini? Akankah Ken mau menerima dirinya dan bayinya? Itulah sederet pertanyaan yang terus bergelayut di benak Sonya.
Setelah selesai pergi ke dokter, Sonya kembali ke kampus dengan wajah murung. Saat berjalan masuk ke dalam ruang olahraga, dilihatnya Ken sedang beristirahat.
"Waw, gadis cantik itu siapa?" tanya Ken pada temannya.
Temannya itu pun menoleh ke mana arah mata Ken menatap dan melihat Sonya tengah berjalan masuk ke dalam gedung.
/0/10815/coverorgin.jpg?v=c5b40876bf7b8c049e586a8b1a8faaf0&imageMogr2/format/webp)
/0/15576/coverorgin.jpg?v=ae7c86108849a540d4251fae51083754&imageMogr2/format/webp)
/0/10756/coverorgin.jpg?v=3ee4f31b7180293031102e707680e6a6&imageMogr2/format/webp)
/0/5053/coverorgin.jpg?v=10956731975730da070c19fa4f539b70&imageMogr2/format/webp)
/0/21154/coverorgin.jpg?v=c2835f25ab9d458a0e17f5115dd93e12&imageMogr2/format/webp)
/0/10823/coverorgin.jpg?v=5247a829c4e0bc6ba9e8c95469614a5d&imageMogr2/format/webp)
/0/8251/coverorgin.jpg?v=4db4445d8d2c7373c2beb592ebb92f7c&imageMogr2/format/webp)
/0/2297/coverorgin.jpg?v=2eaae2e70c8bfa24da91d073599638b8&imageMogr2/format/webp)
/0/27809/coverorgin.jpg?v=4c8db0fc5513b60aaa7c78f55d65dc6b&imageMogr2/format/webp)
/0/13179/coverorgin.jpg?v=09d13ef6716a3aeb1f8a9f5278617e10&imageMogr2/format/webp)
/0/16994/coverorgin.jpg?v=45534e54ad36109b6f207435dbe4052f&imageMogr2/format/webp)
/0/22407/coverorgin.jpg?v=c7641c702e1e9d740e819467251f260b&imageMogr2/format/webp)
/0/8481/coverorgin.jpg?v=9f12fe9f60fd6cfe4034541d5149549c&imageMogr2/format/webp)
/0/20513/coverorgin.jpg?v=4e99c7b3cee02d796cd9844c1bcb0cb8&imageMogr2/format/webp)
/0/16693/coverorgin.jpg?v=732d53039dfcb36dc4c30a2732c74fab&imageMogr2/format/webp)
/0/23476/coverorgin.jpg?v=b6d15b3f481401595058d1604ca9f4bb&imageMogr2/format/webp)
/0/16377/coverorgin.jpg?v=238b16ee91e65703d56b689b7e8063b6&imageMogr2/format/webp)
/0/18895/coverorgin.jpg?v=bf25a176b00c418376355bc8252f0915&imageMogr2/format/webp)