Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Gairah Liar Pembantu Lugu
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Istri Sang CEO yang Melarikan Diri
Sang Pemuas
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Gairah Sang Majikan
Rasa nyeri begitu menyesakkan sampai ia tak kuasa membendung air mata yang tumpah.
Padahal ia sudah menguatkan hati, tapi tetap saja, bagi Ginela, penolakan Harsha Jelita -anak pertama dari kekasihnya itu, di luar perkiraannya.
“Shasa gak perlu ibu baru Ayah, gak ada yang bisa gantiin posisi Bunda di hidup Shasa!”
Gadis yang kerap kali dipanggil Shasa itu berteriak kencang. Membuat semua pengunjung kafe itu menatap ke arah mereka berempat; Ginela, Giyan, Harsha dan Hasya.
“Sha, Ayah mohon. Kalian hanya perlu saling mengenal.” Giyan berusaha untuk menjelaskan pada Harsha.
“Mas-“
“Ini semua gara-gara kamu ya, kamu kan yang menggoda Ayahku?” Harsha memotong ucapan Ginela.
“Cukup Sha! Dia bukan wanita penggoda, sebentar lagi dia akan menjadi bagian dari keluarga kita,” tegas Giyan.
Ginela diam, dia tidak bisa mengucapkan satu patahkatapun untuk membalas Harsha.
Setelah membuat suasana tegang, Harsha meraih tas branded yang ia letakan di atas meja dan berlalu pergi.
Ginela menjatuhkan tubuhnya di kursi. Duduk memandang Giyan yang terlihat menahan emosi. Diliriknya Hasya yang terlihat masih memandangi sang ayah.
“Mas, mungkin kita berdua memang tidak ditakdirkan untuk hidup bersama,” lanjut Ginela sembari menghembuskan napas berat.
“Engga sayang. Aku sayang banget sama kamu, aku tidak akan menyerah begitu saja!” Giyan mempertegas ucapannya.
Pertemuannya dengan Ginela kala itu, membuat dia jatuh cinta. Wanita cantik yang mandiri, baik hati, dan penuh kesabaran.
“Jika memang tidak ada uang, gak papa Bu. Biar saya yang bayarkan,” ucap seorang wanita yang terdengar oleh Giyan.
“Saya bukannya gak ada uang Kak, dompet saya ketinggalan. Saya bukan orang miskin seperti kamu,” jawab seorang wanita paruh baya yang terlihat kaya.
Mendengar jawaban yang terlontar dari ibu itu, membuat Giyan kesal. Namun berbeda dengan wanita yang memiliki nama Ginela Kasih, terlihat dari nametag yang dikenakan.
“Ya sudah mau Ibu bagaimana?” balas Ginela.
Giyan memperhatikan Ginela yang menanggapinya dengan penuh kesabaran. Bahkan setelah di kucilkan pun dia masih bisa tersenyum, batin Giyan.
“Ayah!”
“Yah!”
Giyan tercengkat saat mendengar seseorang mengejutkannya. Dia berhasil keluar dari lamunannya.
“Eh maaf,” balas Giyan.
“Kalian gak usah khawatir, Hasya bakal coba ngomong sama Kakak,” lanjut Hasya, dia mengusap punggung tangan keduanya.
Sesak dadanya sedikit berpudar saat mendengar ucapan Hasya.
“Maafin aku ya, gara-gara aku, kalian harus bertengkar seperti itu.”
“Engga sayang, ini bukan salah kamu.”
“Bener kata Ayah, Kak Sha memang seperti itu. Hasya setuju kok kalau Ayah nikah sama Tante Gine,” lanjut Hasya sembari tersenyum.
Hal itu membuat Giyan sedikit lega, setidaknya salah satu dari anaknya ada yang merestui hubungannya.
Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Mereka baru saja sampai di rumah Ginela, sebelum pulang ke rumah, Giyan dan Hasya sepakat untuk mengantarkan Ginela terlebih dulu.
“Selamat istirahat, dan ingat, soal Shasa jangan kamu pikirkan. Setuju atau tidak setuju, pernikahan ini akan tetap berjalan,” tutur Giyan.
Entah bagaimana dia harus menanggapi ucapan Giyan. Di satu sisi, dia amat bahagia karena sebentar lagi akan menikah dengan lelaki yang juga ia cintai. Namun di sisi lain, dia sedih karena salah satu calon anaknya tidak bisa menerima.
“Baik Mas, terima kasih. Take care,” lanjut Ginela, sembari mencium punggung tangan kanan Giyan.
Hasya menyaksikan semua itu. Tidak ada yang buruk dari calon ibunya, justru mengenal Ginela, ia seperti kembali menemukan sosok ibunya ditubuh orang lain.
Mobil berwarna hitam itu melesat jauh dari pekarangan rumah Ginela. Setelah tak terlihat lagi, Ginela segera masuk ke dalam rumah.
"Baru pulang?" tanya wanita paruh baya.
"Seperti yang Ibu lihat, Gine pamit masuk kamar ya," jawab Gine lemas.
"Tapi kamu jadi menikah dengan Giyan kan?"
Pertanyaan itu membuat Ginela menatap lesu ke arah sang ibu. Bukan apa-apa, saat ini dia hanya tidak ingin membahas soal itu.
"Kita akan bicara besok, Bu. Gine lelah."