Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
5.0
Komentar
106
Penayangan
10
Bab

Baskara--atau akrab dipanggil Bas--dan Keisha adalah sepasang kekasih berbeda agama, yang ingin memperjuangkan cinta mereka hingga ke pelaminan. Namun, saat Baskara meminta izin pada kedua orang tuanya untuk berpindah agama dan menikahi Keisha, tidak diizinkan. Mereka berdua diusir dari rumah orang tua Bas, karena pria itu tetap memilih Keisha. Dalam keadaan terpuruk, Bas dan Keisha justru terjebak nafsu semalam yang menghancurkan masa depan mereka. Ikuti kisah mereka berdua, yuk, supaya tahu apa yang terjadi selanjutnya! (NB.: Tidak ada konten fulgar di sini, hanya akan diceritakan secara eksplisit. Sebuah kisah yang semoga bisa diambil pelajarannya.)

Bab 1 Terjebak Nafsu Semalam

Baskara atau Bas, pria berusia dua puluh delapan tahun, sedang berlutut di kaki Ayahnya, Danu. Sementara itu, kekasihnya, Keisha, bersimpuh di dekat pintu depan.

"Aku mohon, Ayah. Restui hubunganku dengan Keisha. Izinkan aku berpindah agama, lalu menikahinya," ujar Baskara.

"Tidak, Nak! Hanya ada dua pilihan. Tetap pada agama kita dan tinggalkan wanita itu! Atau, jika kamu tetap menikahi pacarmu, silakan pergi dari sini dan semua fasilitas yang kami berikan, akan Ayah sita!" ancam Danu, yang berdiri sambil berkacak pinggang.

Bas membuang napas panjang. "Mungkin, Ayah mengira, dengan ancaman seperti itu, bisa membuatku luluh dan meninggalkan Keisha? Mohon maaf sebelumnya. Aku sudah sangat yakin dan keputusanku sudah bulat."

Danu menjadi naik pitam. Tangannya mengepal hingga buku-buku jarinya memutih.

"Jangan kurang ajar, Nak! Ingat, dari mana kamu berasal dan siapa yang menjadikanmu seperti ini? Ayah dan Ibu. Bukan wanita itu!" protes Jovita, istri Danu, yang duduk di sofa, sambil menangis.

Danu berteriak, "Lebih baik kamu diam, Bas! Pergi dari sini dan jangan bawa apapun selain motor yang kamu beli dengan jerih payahmu sendiri!"

"Baik, Ayah. Aku harap, Ayah tidak menyesal dengan keputusan ini. Keisha tak pernah memaksaku sebab aku sudah melakukan perjalanan spiritual, mencari agama yang benar. Gadisku hanya pendorong yang selalu memotivasi dalam kebaikan," sahut Bas, lembut, sambil mencoba berdiri.

Danu tak tahan lagi. Dia segera menampar Bas.

'Plak!'

Bas mendesis, memegangi pipinya yang terasa panas. Tampak kedua mata Bas mulai berair.

"Ayah tidak akan pernah menyesal! Justru kamu yang salah mengambil keputusan. Meninggalkan Tuhan hanya demi seorang wanita! Matamu sudah dibutakan oleh cinta, tak usah pakai embel-embel perjalanan spiritual!" Tatapan Danu semakin lama semakin tajam.

Bas tak mau membalas lagi, karena dia akan selalu kalah debat. Dia menuju kamar untuk membawa beberapa helai baju dan memasukkannya ke dalam tas. Setelah selesai, dia keluar.

"Kamu serius mau memilih wanita itu? Kenapa, Bas? Tegakah kamu terhadap Ibu?" Jovita memelas.

"Maaf, Bu. Ini pilihanku, tolong hargai dan bebaskan aku melakukan apa yang menurutku benar." Bas meletakkan kunci mobil dan sebuah dompet berisi banyak ATM ke atas meja.

Danu menggeleng pelan, heran dengan sikap putranya. "Kamu benar-benar keterlaluan!"

Bas mencium tangan Danu dan Jovita bergantian. "Aku pamit."

Tak ada jawaban dari kedua orang tuanya. Air mata Bas jatuh. Dia mendekati Keisha yang juga menangis.

"Ayo, kita pergi!"

Keisha mendongak. "Tapi, Bas! Tak seharusnya kamu memilihku dibandingkan agama dan kedua orang tuamu."

"Bukan. Aku memilih kebenaran, karena sudah yakin dengan agama yang akan aku anut nantinya. Tidak sekadar memilihmu," sahut Bas.

"Baiklah, kalau itu keputusanmu." Keisha hanya bisa menurut.

Bas dan Keisha pun keluar, menuju ke sebuah motor bebek yang terparkir di halaman rumah Danu. Keduanya memakai helm.

Malam tampak semakin gelap. Terdengar petir dan beberapa detik kemudian, hujan rintik-rintik mulai membasahi bumi.

"Kita mau ke mana, Yang?" tanya Keisha, tanpa menghapus tangisan di pipinya.

"Ke kontrakan yang kamu sewa, lah! Ke mana lagi? Yang penting, kita bisa berteduh," jawab Bas, mulai menghidupkan motornya.

Pacarnya naik ke jok belakang sambil berkerut heran. "Hujan-hujan begini?"

"Mau gimana lagi? Jas hujannya udah lama sobek, lupa belum beli."

"Ya udah, deh." Keisha hanya bisa pasrah.

Bas yang masih memakai kemeja kerja itu menjalankan motornya, membelah jalanan. Perempuan di belakangnya memeluk pinggangnya dengan erat. Jika sudah seperti ini, dunia seolah milik berdua, meski badan basah kuyup.

Butuh waktu yang lama untuk sampai ke kontrakan, sementara hujan semakin deras. Tangan kiri Bas memegang punggung tangan Keisha. Pria itu berharap, bisa menenangkan kekasihnya atas kejadian tadi.

Keisha tersenyum kecil, sambil bersandar di punggung Bas. Air matanya masih mengalir, menghadapi kenyataan bahwa cinta mereka tak direstui Danu dan Jovita.

Setengah jam berlalu. Bas dan Keisha mulai kedinginan. Beruntung, keduanya sudah tiba di kontrakan.

"Aku langsung mandi, ya?" kata Keisha cepat, buru-buru melepas helm dan berlari untuk membuka kunci pintu kontrakan.

Bas mengangguk. Dia menuju garasi, membuka kunci gerbangnya untuk memasukkan motor. Setelah selesai, pria yang bekerja sebagai Manajer di PT. Sinar Mentari itu segera mandi di toilet dekat dapur.

**

"Sudah selesai mandinya, Yang?" tanya Bas sambil mengeringkan rambutnya menggunakan handuk di depan kamar Keisha.

Tak ada sahutan.

"Kei?" Bas menatap ragu ke arah pintu.

Dia mendekatkan telinganya, samar-samar mendengar tangisan kekasihnya.

Pria itu mengetuk pintu. "Boleh aku masuk?"

"Iya," jawab Keisha di tengah tangisannya.

Bas membuka pintu, mendapati Keisha duduk di ranjang dan bersandar pada tembok.

"Kamu kenapa, Sayang?" Perlahan, dia mendekati Keisha.

Gadis yang sudah berpakaian rapi itu menjawab, "Aku bingung, bagaimana nasib hubungan kita? Aku sayang banget sama kamu."

"Sama, aku juga. Besok, kita pikirkan solusinya bareng-bareng, ya?" Bas mengelus kepala Keisha dan memeluknya.

Menit demi menit berlalu. Keisha mulai tenang. Bas menghapus air mata kekasihnya yang mengalir di pipi.

"Gimana? Udah lega?" tanya Bas.

"Udah. Mm ... kamu lapar, nggak?" Gadis itu balik bertanya.

"Enggak, sih. Sebelum kita ke rumah Ayah, aku udah makan di kantor. Kamu mau aku pesankan di Go Fo*d?" tawar Bas.

Perempuan itu mengangguk. "Boleh."

Bas membuka ponselnya. Keisha tampak berpikir.

"Eh, tapi, kayaknya aku ngantuk, deh. Aku tidur aja, ya?" kata Keisha.

"Oh, ya udah. Kamu tidur dulu," saran Bas.

Mereka terdiam, larut dengan pikiran masing-masing. Beberapa menit kemudian, hujan semakin deras. Angin berembus cukup kencang, sehingga gorden yang menutupi jendela kamar Keisha berkibar-kibar.

"Hujannya makin deras, Yang," ujar Bas.

Tiba-tiba, badan Keisha bergetar hebat. "Kayaknya aku demam. Gimana ini?'

Bas segera menyelimuti Keisha dan memeluknya. " Tenang! Ada aku di sini. Kamu ada obat penurun demam?"

"Enggak." Keisha menggeleng lemah.

"Ya udah, kamu tidur aja. Aku temani," sahut, Bas mencium kening kekasihnya, yang ternyata mulai panas.

Keisha semakin menggigil. "Janji jangan ke mana-mana, ya?"

Bas mengangguk. "Iya, janji. Kalau kamu udah terlelap, baru aku pindah ke sebelah sana." Dia menunjuk ke arah sofa di pojok kamar.

Perlahan, Keisha sudah tak merasa kedinginan. Berganti dengan rasa hangat dan nyaman, yang membuai keduanya. Sebagai laki-laki dan perempuan normal, mulai ada gejolak aneh yang timbul dalam diri masing-masing.

"Kamu udah nggak kedinginan?" tanya Bas.

"Enggak, kayaknya lebih baik kamu tidur di sofa saja," saran Keisha.

Mereka saling menjauh dan merasa kikuk. Bas menuju pintu dan menutupnya. Keisha memejamkan matanya dan menunduk. Namun, saat dia membuka mata, sudah ada Bas di hadapannya.

Entah setan apa yang merasuki keduanya, hingga Bas dan Keisha terjebak nafsu semalam, yang membuat kehidupan mereka selanjutnya menjadi suram.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku